Praktik Berbaring Saat Pesta Untuk Hormati Dewa di Sejarah Romawi Kuno

By Hanny Nur Fadhilah, Minggu, 3 September 2023 | 10:00 WIB
Budaya pesta berakar kuat pada nilai-nilai, kepercayaan, dan struktur sosial masyarakat di sejarah Romawi kuno. (Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Latar belakang budaya pesta Kekaisaran Romawi berakar kuat pada nilai-nilai, kepercayaan, dan struktur sosial masyarakat. Namun di balik tradisi ini, ada satu praktik yang menarik perhatian, yaitu praktik berbaring saat makan untuk menghormati para dewa.

Pesta-pesta ini lebih dari sekedar makan. Mereka adalah alat sosial yang ampuh, sarana untuk mengekspresikan status, membangun aliansi, dan kadang-kadang bahkan menjadi panggung untuk manuver politik.

Sifat pesta sering kali mencerminkan status sosial tuan rumah, dengan orang-orang kaya dan berkuasa menunjukkan kemakmuran mereka secara mewah, sementara orang-orang dari kalangan bawah mengadakan pertemuan yang lebih sederhana.

Kesenjangan antar kelas sosial dalam masyarakat Romawi terlihat jelas pada pesta-pesta ini. Orang kaya dan berkuasa akan berbaring di sofa mewah, menyantap hidangan eksotis dari penjuru kekaisaran. Sementara orang miskin, jika diundang, duduk di bangku atau berdiri, makan makanan yang lebih sederhana.

Namun, pesta-pesta ini juga merupakan tempat di mana batas-batas ketat masyarakat Romawi terkadang bisa kabur. Tatanan sosial dan politik Roma, sering kali dibina dan diperkuat pada pesta-pesta ini.

Perayaan-perayaan Romawi juga mempunyai makna keagamaan yang mendalam. Banyak hari raya yang dikaitkan dengan hari raya keagamaan tertentu, yang dikenal sebagai 'feriae', yaitu hari istirahat dan perayaan yang didedikasikan untuk berbagai dewa.

Makanan yang disajikan, doa yang dipanjatkan, dan bahkan urutan hidangan dapat ditentukan oleh adat istiadat agama.

Perayaan lainnya, khususnya yang diadakan di rumah pribadi, mungkin dimulai dengan pengorbanan dan doa, tuan rumah bertindak sebagai pendeta.

Landasan keagamaan ini semakin meningkatkan pentingnya perayaan ini secara sosial, mengubahnya dari sekedar makan menjadi ritual sosial yang sangat bermakna.

Persiapan untuk pesta Romawi merupakan peristiwa penting, penuh dengan adat istiadat dan seluk-beluknya yang unik. Hal ini adalah kesempatan bagi tuan rumah untuk menunjukkan kekayaan, selera, dan keramahtamahannya kepada tamunya, sekaligus mematuhi norma-norma sosial yang diharapkan pada masanya.

Tanggung jawab utama mengadakan pesta berada di pundak domus, kepala rumah tangga. Persiapan sering kali dimulai beberapa hari, bahkan berminggu-minggu sebelumnya, dengan perencanaan yang matang mengenai daftar tamu, menu, dan hiburan.

Tuan rumah akan mengundang tamu berdasarkan status sosial dan hubungan mereka, sering kali mengirimkan undangan yang tertulis di tablet lilin. Daftar tamu biasanya cukup selektif, dan menerima undangan dianggap suatu kehormatan.

Perawatan pribadi sangat penting bagi tuan rumah dan para tamu. Bangsa Romawi sangat menjunjung tinggi kebersihan dan penampilan pribadi, dan diharapkan semua peserta akan mandi dan berpakaian pantas sebelum menghadiri pesta.

Aturan berpakaian sering kali bervariasi berdasarkan kesempatan dan status sosial tuan rumah, tetapi toga umumnya dikenakan oleh pria, dan stola, gaun panjang, oleh wanita.

Tata letak fisik pesta juga memerlukan perencanaan yang cermat. Ruang makan, atau triclinium, biasanya diatur dengan tiga sofa berbentuk U di sekeliling meja tengah. 

Sofa-sofa tersebut dirancang agar para tamu dapat bersandar saat mereka makan, mengikuti kebiasaan Romawi yang populer.

Tuan rumah akan duduk di ujung bawah dipan tengah, sedangkan tempat kehormatan berada di ujung atas. Menu tersebut merupakan kesempatan untuk benar-benar menunjukkan kekayaan dan koneksi seseorang. Semakin eksotis dan mahal bahan-bahannya, semakin mengesankan pestanya. 

Pesta khas Romawi terdiri dari tiga hidangan yaitu gustatio (makanan pembuka), prima mensa (hidangan utama), dan secunda mensa (makanan penutup).

Anggur berkualitas adalah makanan pokok di setiap pesta Romawi, sering kali dicampur dengan air dan rempah-rempah.

Tuan rumah juga diharapkan mengatur hiburan, mulai dari pertunjukan musik hingga pembacaan puisi dan bahkan pertarungan gladiator. Tontonan seperti itu menambah kenikmatan pesta secara keseluruhan, memberikan pengalihan antar hidangan dan memicu percakapan di antara para tamu.

Praktik Berbaring Saat Pesta Romawi

Aspek paling ikonik dari pesta Romawi adalah praktik berbaring. Para tamu akan beristirahat dengan siku kiri di sofa, bersandar pada bantal, dan menggunakan tangan kanan untuk makan.

Tradisi ini berasal dari kepercayaan bahwa hanya para dewa yang berdiri saat makan, jadi dengan berbaring, orang Romawi menghormati para dewa selama pesta tersebut.

Postur ini juga menunjukkan keistimewaan kelas rekreasi tertentu, menekankan hierarki sosial dalam pertemuan tersebut.

Percakapan adalah elemen penting lainnya dari etiket makan Romawi. Bangsa Romawi sangat menghargai wacana intelektual dan kecerdasan, sehingga para tamu diharapkan berkontribusi dalam diskusi mengenai topik-topik seperti filsafat, politik, sastra, dan seni.

Membahas topik yang vulgar atau kasar dianggap tidak sopan. Sebaliknya, para tamu bertujuan untuk menunjukkan kefasihan, pengetahuan, dan kecerdasan mereka dalam percakapan mereka.

Peran para budak di pesta Romawi juga patut diperhatikan. Budak melakukan berbagai tugas selama pesta, mulai dari menyajikan makanan dan anggur hingga memberikan hiburan, dan kehadiran mereka merupakan simbol kekayaan tuan rumah.

Namun perlakuan terhadap budak juga dipandang sebagai cerminan karakter tuan rumah. Tuan rumah yang baik diharapkan memperlakukan budaknya dengan baik dan penuh hormat, dan perlakuan buruk sering kali berujung pada ketidaksetujuan sosial.

Meskipun orang Romawi senang menikmati makanan dan anggur, sikap moderat sangat dihormati. Pemanjaan berlebihan tidak disukai dan dipandang sebagai kurangnya pengendalian diri. Para tamu diharapkan untuk menghargai makanan dan anggur berkualitas yang ditawarkan, tetapi tidak sampai merasa mabuk atau terlalu kenyang. 

Selain itu, memperhatikan urutan layanan yang benar juga sangat penting. Tuan rumah, sebagai orang dengan kedudukan tertinggi yang hadir, dilayani terlebih dahulu, disusul tamu-tamu lainnya berdasarkan status sosialnya.

Proses ini menggarisbawahi hierarki sosial dan penghormatan terhadap status dalam masyarakat Romawi.