Mereka juga menanam tumbuhan yang produktif, tetapi tidak disukai gajah. Misalnya di kebun yang masih kosong, ditanami jeruk nipis. Kemudian di kebun karet, ditanami rotan cincin yang tiga tahun bisa panen.
Strategi yang mirip agroforestri ini ternyata sudah mereka terapkan sejak lama. “Sebetulnya, agroforestri menurut kita sesuatu yang sudah lama, tetapi mungkin istilahnya baru. Dalam artian, pertanian kolaborasi atau digabungkan dengan kehutanan,” ungkapnya.
Sekarang, Desa Pinggir mengelola program agroforestri yang merupakan program kemitraan Rimba Satwa Foundation (RSF) dan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Program ini diharapkan dapat mengurangi interaksi negatif dengan gajah melalui pertanian.
Jenis tanaman yang digunakan adalah tanaman yang rendah gangguan dari gajah, tetapi bernilai ekonomi tinggi. Saat ini, jenis yang ditanam adalah durian, matoa, kopi, alpukat, dan aren.
Warga Desa Pinggir juga melakukan perbaikan habitat dengan menambah volume tumbuhan yang menjadi pakan gajah. Mereka melakukan budidaya rumput odot (Pennisetum purpureum) yang disukai gajah. Rumput itu dipelihara di sebuah pekarangan kecil di belakang desa.
Saat ukurannya cukup besar, rumput-rumput itu kemudian ditanam kembali di koridor jalur gajah, tepi sungai, atau batas-batas kebun masyarkat. Tujuannya agar gajah tetap berada di jalurnya dan mendapatkan sumber makanan. Dengan cara ini, permukiman dan kebun warga tetap aman dari gajah, dan mereka dapat hidup berdampingan.