Nationalgeographic.co.id—Jepang memegang peringkat kedua selaku negara yang memiliki pasar musik terbesar di dunia. Seperti yang dikutip dari Indonesian Trade Promotion Center, sebagai industri musik terbesar di dunia setelah Amerika, pada 2015 Jepang mampu menghasillkan pendapatan hingga 2.6 milyar dolar Amerika.
Secara konsisten, Asosiasi Industrik Rekaman Jepang (RIAJ) merilis laporan tahunan mereka. Pada 2018 Jepang memiliki toko musik paling banyak di dunia, dikatakan terdapat enam ribu toko musik tersebar seantero Jepang.
Demikian juga pada tahun 2020 Global Musical Instruments Industry dari Global Industry Analysts melaporkan, pasar alat musik Jepang diproyeksikan akan terus tumbuh selama 2020 hingga 2027.
Sejarah musik Jepang menjadi menarik untuk diselidiki. Sejak kapan Jepang memprioritaskan musik dalam kehidupan mereka dan mengapa mereka bisa sangat menghargai musik?
Musik tradisional kekaisaran Jepang memiliki bentuk seni yang kaya dan beragam yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Musik Jepang mencakup berbagai gaya musik, instrumen, dan teknik pertunjukan yang berakar kuat dalam budaya Jepang.
Kata musik dalam bahasa Jepang berarti ongaku, on yang berarti suara dan gaku yang berarti musik. Ada dua jenis musik yang diakui sebagai jenis musik tradisional Jepang tertua yaitu shōmyō atau nyanyian Buddha dan gagaku yang merupakkan musik istana, dimana keduanya berada pada zaman Nara dan Heian kekaisaran Jepang.
Salah satu elemen kunci musik tradisional Jepang adalah penggunaan alat musik tradisional. Instrumen-instrumen ini memainkan peran penting dalam menciptakan suara dan melodi unik yang mendefinisikan genre ini. Beberapa instrumen Jepang yang paling ikonik antara lain shamisen, koto, shakuhachi, dan taiko.
Shamisen adalah alat musik bersenar tiga dengan bunyi yang khas. Sering digunakan untuk mengiringi lagu daerah tradisional dan pertunjukan mendongeng. Sedangkan koto adalah alat musik mirip sitar dengan tiga belas senar yang menghasilkan nada melodi yang indah. Biasanya dimainkan secara solo atau sebagai bagian dari ansambel.
Instrumen penting lainnya dalam musik tradisional Jepang adalah shakuhachi, yaitu seruling bambu dengan suara yang sangat indah. Shakuhachi telah digunakan selama berabad-abad oleh para biksu Buddha untuk tujuan meditasi tetapi juga digunakan dalam pertunjukan musik tradisional.
Berbicara tentang sejarah musik Jepang, para arkeolog telah menemukan potongan material dari penduduk Neolitik di Jepang. Tampak sisa-sisa tembikar dari budaya Jōmon yang mana menurut ahli sejarah berasal dari milenium ke-11 sebelum masehi. Lonceng perunggu dōtaku ditemukan pada periode Yayoi yang merupakan periode setelah Jomon. Temuan ini dianggap paling signifikan pasalnya dapat memberi petunjuk jika penduduk asli telah mengadopsi metalurgi Tiongkok. Bentuk sisa-sisa lonceng menunjukkan bahwa mereka mungkin telah memasuki kepulauan Jepang bersama suku-suku yang bermigrasi dari Asia utara.
Jepang dalam sejarah awal mula didominasi oleh satu kelompok yang disebut klan Yamato. Bukti spesifik sejarah kehidupan musiknya pertama kali ditemukan pada patung-patung makam yang disebut haniwa. Patung haniwa ditemukan sedang memainkan gendang dengan tongkat, sementara sosok lainnya duduk dengan papan sitar berdawai empat atau lima di pangkuannya.
Alat musik kecapi merupakan hal yang menarik ditemukan dalam musik Shinto. Buku sejarah Tiongkok pada abad ketiga menyebut penduduk asli Jepang bernyanyi dan menari selama upacara pemakaman. Sumber tersebut juga mencatat dua ciri yang terkenal dalam Shinto yaitu kepedulian terhadap penyucian dan penggunaan tepuk tangan saat berdoa di depan kuil.
Ketika orang Jepang secara bertahap mendorong suku Ainu ke utara, mereka memperkuat struktur internal mereka dan menjalin ikatan yang lebih kuat dengan budaya kontinental. Catatan sejarah menunjukkan bahwa seorang kaisar Silla Korea (dalam bahasa Jepang, Shiragi) mengirim 80 musisi ke pemakaman seorang penguasa Jepang pada tahun 453.
Buddhisme Tiongkok secara resmi diperkenalkan sebagai agama di Jepang pada abad keenam, orang-orang terpilih dikirim ke Tiongkok untuk pelatihan ritual musik dari keyakinan itu.
Seorang musisi Korea, Mimaji atau dalam bahasa Jepang Mimashi, diyakini telah memperkenalkan tarian dan hiburan topeng dan musik Tiongkok selatan ke istana kekaisaran Jepang pada tahun 612.
Pada abad delapan kekaisaran Jepang telah menghasilkan catatan sejarah tertulisnya yang pertama bernama Kojiki atau Records of Ancient Matters di tahun 713 dan Nihon shoki atau Chronicles of Japan di tahun 720. Kedua catatan sejarah tersebut menceritakan asal muasal musik dalam mitologi Jepang sebagai bentuk hiburan yang digunakan para dewa.
Salah satu bentuk musik tradisional Jepang yang paling terkenal adalah gagaku, yang sudah ada sejak lebih dari seribu tahun yang lalu. Gagaku memadukan melodi yang elegan dengan gerakan tarian yang anggun, menciptakan pertunjukan memukau yang membawa pendengarnya ke waktu dan tempat lain.
Genre populer lainnya adalah shigin, yang melibatkan pembacaan puisi klasik diiringi alat musik seperti koto atau shamisen. Bentuk seni ini menampilkan keindahan bahasa dan sastra kekaisaran Jepang sekaligus menampilkan keterampilan dan kreativitas para pemainnya. Musik tradisional Jepang mencakup berbagai genre, masing-masing memiliki gaya dan instrumen yang berbeda. Dari suara meditatif seruling shakuhachi hingga ketukan drum taiko yang semarak.
Musik tradisional kekaisaran Jepang adalah bentuk seni yang menawan yang telah dihargai selama berabad-abad. Dengan melodinya yang unik, ritme yang rumit, dan makna budayanya musik ini terus memikat penonton di seluruh dunia.