Polusi udara menyebabkan kerugian yang besar, baik secara individu maupun ekonomi suatu daerah. Masyarakat bisa menderita penyakit pernapasan kronis yang biaya perawatannya sangat mahal. Kematian dini akibat polusi telah memakan ribuan korban jiwa di Jabodetabek.
Mahawan menyarankan untuk adanya peraturan yang mengharuskan masyarakat menggunakan transportasi umum, diikuti dengan sarana yang memadai. Salah satu contoh alih fungsi sarana seperti perubahan Terowongan Kendal dekat Stasiun Sudirman yang sebelumnya untuk transportasi menjadi untuk pejalan kaki.
Hanya saja transportasi umum sering tidak memenuhi kebutuhan masyarakat, karena banyak sarana yang tidak terintegrasi dengan jenis transportasi umum lainnya. Di sinilah, pemerintah juga perlu mengambil langkah agar lebih meminimalisasi penggunaan kendaraan pribadi.
Kendaraan dan kebutuhan rumah tangga harus diganti menjadi lebih ramah lingkungan seperti bahan bakar listrik. Hal itu termasuk dengan transisi sumber energi yang lebih minim polusi udara, seperti menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Tentunya untuk perubahan ini memerlukan sokongan dari kebijakan.
Sumber polusi udara juga berasal dari maraknya pembakaran sampah oleh masyarakat di sekitar Jabodetabek. Masalahnya, alasan mengapa pembakaran sampah terjadi, salah satunya adalah karena kurangnya sarana pembuangan dan lambatnya pengangkutan sampah.
Membakar sampah rumah tangga dapat menyebabkan penyebaran bahan kimia beracun sebagai polusinya, antara lain nitorgen oksida, sulfur oksida, bahan kimia organik yang mudah menguap (VOC), dan bahan organik polisiklik (POM). Oleh karena itu, sebagai pengentasan permasalahan polusi udara diperlukan kebijakan yang bersinambungan dalam pelayanan publik.
Tidak hanya sekadar pemerintah, bidang industri pun harus berupaya dalam meminimalisasi polusi udara. Industri harus memiliki teknologi produksi yang lebih bebas emisi, walaupun harganya mahal.
“Produksi itu terjadi karena ada permintaan. Permintaan ada karena populasi yang bertambah dan kesejahteraan yang meningkat. Jadi, konsumen dan masyarakat harus bisa berkontribusi dan mengonsumsi yang ramah lingkungan,” ujar Mahawan.
“Harganya lebih mahal sedikit, tidak apa-apa. Soalnya, industri pada saat harus mengeluarkan uang tambahan untuk mengendalikan polusi udara harus mengeluarkan uang tambahan sehingga produknya lebih tinggi.”
Kisah ini bagian dari Saya Pilih Bumi, kampanye untuk aksi pelestarian lingkungan oleh National Geographic Indonesia.