Negara-negara latin dipimpin oleh (secara teori) pemimpin Pasukan Salib. Namun negara-negara bagian membentuk pasukan mereka sendiri berdasarkan penyewa feodal, orang bebas, dan pasukan bayaran.
Para penguasa sering kali memberikan tanah milik kepada para bangsawan sebagai imbalan atas kuota tetap prajurit pada masa perang.
Negara-negara Pasukan Salib atau negara latin tidak dapat mengandalkan wajib militer penduduk lokal. Hal itu karena mereka sebagian besar beragama Islam dan tidak memiliki pelatihan.
Oleh karena itu, karena jumlah penduduk di wilayah barat yang kecil, negara-negara Pasukan Salib selalu kekurangan pasukan tempur.
Seperti misalnya, mereka hanya dapat mengerahkan maksimal 1.500 kesatria. Sehingga mereka menjadi sangat bergantung pada perintah militer di wilayah tersebut.
Penggunaan pasukan bayaran jelas bergantung pada dana yang tersedia, namun setidaknya negara-negara Pasukan Salib kadang-kadang menerima pembayaran dari raja-raja Eropa.
Para penguasa ini lebih memilih metode bantuan tersebut, daripada mengirimkan pasukan sebenarnya untuk tetap mematuhi kewajiban moral mereka sebagai penguasa Kristen untuk mempertahankan Tanah Suci Yerusalem.
Masalah lainnya adalah status yang relatif setara antara para baron (tuan tanah) dan raja Kerajaan Yerusalem.
Masalah itu menyebabkan banyak pertengkaran. Sehingga satu atau lebih Negara Latin sementara waktu memilih netralitas daripada mendukung tujuan pertahanan bersama.