Komunitas Pesisir adalah Garda Depan Penyelamat Terumbu Karang

By Ricky Jenihansen, Minggu, 10 September 2023 | 19:48 WIB
Transplantasi terumbu karang yang dibuat komunitas pesisir di Raja Ampat. (ICCTF)

Pemandangan Yensawai di dekat lokasi transplantasi terumbu karang. (ICCTF)

“Ada pula yang mengambil kerang dengan cara mencongkelnya dari karang. Kerusakan lebih banyak disebabkan oleh perilaku tidak ramah tersebut. Berdasarkan informasi warga setempat, bahan peledak sudah tidak digunakan lagi di sini sejak tahun 2010,” ujarnya.

Pusat universitas telah aktif melakukan pendekatan terhadap komunitas Yensawai sejak tahun 2020. Pusat universitas telah memberikan pembinaan dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya ekosistem laut.

Program itu awalnya diprakarsai oleh Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.

“Aktivitas antropogenik merupakan ancaman besar bagi terumbu karang,” kata Direktur Eksekutif ICCTF Tonny Wagey. Selain regulasi, berbagai upaya untuk mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat juga diperlukan untuk mengurangi kerusakan lebih lanjut akibat ulah manusia, tambahnya.

Wagey mengatakan, keterlibatan masyarakat lokal penting dalam program rehabilitasi ekosistem pesisir. Itu karena mereka dapat menjadi garda terdepan dalam menjaga dan melestarikan sumber daya alam untuk masa kini dan masa depan.

Saleo mengatakan dia ingin “melakukan sesuatu yang baik” untuk tanah kelahirannya. Ia memutuskan untuk kembali ke tanah kelahirannya setelah mendapatkan gelar sarjana di sebuah universitas swasta di pulau Jawa, dibandingkan mengejar karier di sana seperti yang dilakukan banyak anak muda.

Diakui Saleo, perjalanannya menjaga dan melestarikan ekosistem laut di desanya tidak selalu mudah. Ia sempat ditolak sejumlah pihak saat hendak memulai program transplantasi terumbu karang.

Karena minimnya pengetahuan, ia mengatakan, sebagian masyarakat di desanya menganggap karang hanya berupa batu dan tidak mungkin tumbuh. Padahal terumbu karang itu hidup.

"Saat ini, kesadaran dan pengetahuan masyarakat setempat dalam menjaga terumbu karang dan ekosistem laut lainnya berangsur-angsur membaik," kata Saleo.

Dia tidak sendirian dalam proyek perlindungan terumbu karang di Yensawai. Isak Yan Hindom, seorang warga desa berusia 30 tahun mengaku tertarik dengan kegiatan tersebut “karena saya pribadi sangat peduli terhadap lingkungan dan alam, khususnya di desa saya.”

Sebagai koordinator karang di Yensawai, Hindom memantau terumbu karang yang ditransplantasikan dua kali seminggu bersama dengan anggota proyek lainnya untuk memastikan pertumbuhannya baik. Pengecekan dan pengukuran dilakukan empat bulan sekali, ujarnya.

“Alam memberi kita kehidupan” kata Saleo. “Kita harus menjaganya agar tetap eksis. Apa yang kita lihat dan ketahui saat ini, semoga masih dapat dilihat dan dinikmati oleh anak cucu kita di kemudian hari.”

Artikel ini adalah bagian dari sinergi inisiatif Lestari KG Media bersama Saya Pilih Bumi, Sisir Pesisir dengan media National Geographic Indonesia, Initisari, Infokomputer, dan GridOto.