Kesehatan Terumbu Karang di Kawasan Wisata Bahari Terpadu Mandeh

By Cicilia Nony Ayuningsih Bratajaya, Selasa, 12 September 2023 | 11:00 WIB
Kawasan Wisata Bahari Terpadu Mandeh Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat (Fandi Yogari Saputra)

Nationalgeographic.co.id - Kawasan Wisata Bahari Terpadu (KWBT) Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatra Barat, menjadi hidden gems bagi Provinsi Sumatra Barat. Kawasan yang berjarak 56 kilometer dari Padang ini disebut-sebut menyerupai Raja Ampat.

Mandeh merupakan kawasan kepulauan kecil yang dikelilingi oleh perbukitan hijau alami yang berpadu dengan hamparan pasir teluk yang indah. Letaknya yang di teluk menjadikan perairan ini tetap tenang sepanjang tahun. Sejak 2015 lalu kawasan ini ditetapkan sebagai Kawasan Wisata Terpadu Indonesia yang berimbas pada kunjungan wisata yang meningkat terutama wisatawan domestik. Beragam aktivitas wisata dapat dilakukan di sini seperti berlayar, banana boat, kano, snorkeling, dan diving.

Kawasan Pesisir Mandeh telah menjadi destinasi utama sektor pariwisata yang dimasukkan dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional bersama Biak dan Bunaken. Pesisir Mandeh juga sudah dikenal secara internasional dengan hadirnya investasi asing dari Italia yang mengembangkan resort wisata Cubadak Paradiso.

Sebuah penelitian dilakukan empat tahun setelah Mandeh ditetapkan sebagai KWBT. Penelitian dilakukan dibeberapa lokasi stasiun pemantauan di Pulau Marak, Pulau Pagang, dan Pulau Setan untuk mewakili karakteristik kawasan di Perairan Mandeh.

Penelitian ini dilakukan oleh peneliti dari Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau. "Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kondisi kesehatan terumbu karang dan kondisi kesehatan ekosistem terumbu karang di Perairan Kawasan Mandeh," ungkap Khaidir. "Konsep yang dipakai untuk menilai tingkat kesehatan karang tersebut adalah Indeks Kesehatan Terumbu Karang yang dikembangkan oleh COREMAP," lanjutnya.

Terkait COREMAP-CTI atau Coral Reef Rehabilitation and Management Program-Coral Triangle Initiative diinisiasi pertama kali pada tahun 1998. COREMAP-CTI merupakan program strategis bertujuan melestarikan terumbu karang di Indonesia dari praktik penangkapan ikan yang merusak, polusi, dan perubahan iklim.

COREMAP-CTI hadir sebagai tanggapan keprihatinan dunia atas degradasi wilayah pesisir, utamanya terumbu karang. Selain itu COREMAP-CTI didesain untuk mengelola ekosistem pesisir dan laut secara berkelanjutan dan mendukung upaya penanganan dampak perubahan iklim pada sektor kelautan dan perikanan.

Variabel yang diukur pada penelitian di pesisir Mandeh yang menilai kesehatan terumbu karang didasarkan kepada persentase tutupan karang batu hidup dan potensi pemulihan yang dimiliki oleh hewan karang itu sendiri. Sementara variabel yang digunakan untuk menilai kesehatan ekosistemnya didasarkan kepada biomassa ikan target yang berada di area terumbu karang tersebut.

Pemantauan terumbu karang dilakukan dengan metode Underwater Photo Transect (UPT). Hasil foto akan dianalisis untuk mengetahui persentase tutupan karang batu hidup dan potensi pemulihan yang dilihat dari persentase patahan karangnya.

Metode Transek Foto Bawah Air memanfaatkan teknologi kamera digital dan perangkat lunak komputer. Pengambilan data di lapangan hanya berupa foto-foto bawah air yang selanjutnya dianalisa menggunakan komputer untuk mendapatkan data kuantitatif. Dengan metode ini data terbaru dari ekosistem terumbu karang dan ekosistem terkait dapat diperoleh.

Terumbu karang yang sehat memiliki persentase tutupan karang batu hidup yang tinggi dan disertai oleh tingginya tingkat resiliensi atau pemulihan yang dimiliki hewan karang saat mendapat gangguan. Sedangkan ekosistem terumbu karang yang sehat adalah terumbu karang yang mampu memproduksi sumber daya ikan sebanyak-banyaknya.

Perlu diketahui, sejak 1998 hingga 2016 telah terjadi fenomena alam kenaikan suhu permukaan laut, hal ini mengakibatkan kerusakan terumbu karang secara luas. Zooxanthella, alga bersel satu yang yang hidup di dalam jaringan tubuh karang menganggap keadaan ini sebagai ancaman, sehingga tidak jarang koloni karang yang ditinggalkannya menjadi putih. Kejadian ini biasanya lebih dikenal dengan istilah coral bleaching atau pemutihan karang.

Pemutihan karang dipengaruhi oleh peningkatan suhu perairan akibat pemanasan global. Pemanasan global menjadi penyebab utama rusaknya terumbu karang secara masal. Peningkatan suhu satu hingga dua derajat celsius memicu terjadinya bleaching.

Zooxanthella memproduksi makanan melalui proses fotosintesis yang diserap dan dimanfaatkan oleh terumbu karang. Peningkatan suhu juga menurunkan kemampuan alga menjalankan proses fotosintesis.

Tutupan terumbu karang mengalami penurunan di wilayah yang aktivitas pembangunan dan antropogeniknya tinggi. Peningkatan kegiatan wisata menjadikan perairan Pulau Setan menjadi rusak sangat rentan terganggu karena pada sisi  kontur pantainya yang datar lebih disukai oleh pengunjung.

Banyak wisatawan yang memanfaatkan daerah ini untuk snorkeling dan diving. Hasil studi mengungkap pada kawasan pariwisata, terumbu karang cenderung lebih berpotensi terjangkit penyakit dibandingkan dengan daerah terumbu karang tanpa kegiatan pariwisata.

Aktivitas lain yang menyebabkan terumbu karang menjadi rentan adalah penangkapan yang destruktif berdampak pada rendahnya persentase tutupan karang batu hudup di perairan pulau ini. Kesehatan terumbu karang di perairan kawasan Mandeh cenderung terancam. Ancaman kesehatan terumbu karang juga diikuti oleh rendahnya kesehatan ekosistem terumbu karang

Kondisi kesehatan terumbu karang yang paling sehat di perairan kawasan Mandeh berada di Pulau Marak tempat tutupan persentase karang batu hidup dan tingkat resiliensi yang dimilikinya adalah tinggi.

Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup merekomendasikan kegiatan monitoring yang konsisten sehingga terbangun kumpulan data pantauan kesehatan terumbu karang  di Kawasan Konservasi Laut (KKL).