Seperti halnya bangsa Media, Cyrus menggunakan pendekatan perdamaian terhadap bangsa Lydia. Dia menyimpan perbendaharaan di Sardis dan membawa Croesus ke istananya. Dia mengizinkan budaya, agama, dan hukum lokal dipertahankan. Semua itu membantunya mendapatkan loyalitas dari rakyat barunya.
“Cyrus mampu dengan cepat mengasimilasi atau mengambil alih struktur administratif yang ada di tempat-tempat yang ia taklukkan. Ia sering kali membiarkan elite lokal tetap berkuasa,” kata John W. I. Lee, profesor sejarah di Universitas California.
Namun, keringanan hukuman raja Persia tidak bersifat mutlak. Ketika bangsawan memberontak, Cyrus mengeksekusinya dan memperbudak pengikut mereka.
“Ada banyak mitos tentang Cyrus sebagai penguasa yang baik hati,” kata Lee. Cyrus sangat toleran terhadap adat istiadat dan agama setempat. Namun dokumentasi juga menunjukkan bahwa ia merampas harta serta melakukan perbudakan.
Pasukan Kekaisaran Persia Akhemeniyah jadi penyebab kejatuhan Babilonia
Ketika Kekaisaran Persia Akhemeniyah tumbuh, militernya pun semakin kuat. Cyrus mengembangkan korps elite prajurit berkuda yang terampil menembakkan panah dengan menunggang kuda. Juga mengerahkan kereta perang dengan bilah yang menempel pada rodanya.
“Pasukannya tampaknya memiliki motivasi tinggi dan terlatih dengan baik dan Cyrus sendiri tampaknya adalah pemimpin yang inspiratif,” kata Lee. Cyrus the Great mampu menggerakkan pasukannya lebih cepat dari perkiraan musuh, bahkan selama musim dingin.
Setelah pasukannya menaklukkan wilayah timur Persia, Cyrus mulai menaklukkan kekuatan besar terakhir yang tersisa di barat Asia—Kekaisaran Neo-Babilonia.
Pada tahun 539 Sebelum Masehi, pasukan Persia menyerbu kekaisaran yang kaya dan subur itu. Mereka mengusir tentara Babilonia untuk merebut kota strategis Opis di Sungai Tigris. Seminggu kemudian, tentara Kekaisaran Persia Akhemeniyah mencapai tembok Babilonia, kota kuno terbesar di dunia. Para pasukan Persia berhasil merebutnya tanpa perlawanan.
Menurut Cyrus Cylinder, Raja Persia dengan penuh kemenangan memasuki Babilonia dengan damai dan kegembiraan.
Tak lama setelah jatuhnya Babel, Cyrus membebaskan orang-orang Yahudi Babilonia yang ditawan oleh Nebukadnezar II. Setelah dibebaskan dari pengasingan di Babilonia, banyak yang kembali ke Yerusalem.
Dengan penaklukan Kekaisaran Neo-Babilonia, wilayah Kekaisaran Persia Akhemeniyah terbentang dari Laut Aegea di barat hingga Sungai Indus di timur. Cyrus menciptakan salah satu kekaisaran terbesar yang pernah ada di dunia kuno. Dan ia mengungkapkan kebanggaannya dengan berujar, “Saya Cyrus, raja alam semesta.”
Kekaisaran Persia Akhemeniyah terus berjaya sepeninggal Cyrus the Great
Sedikit yang diketahui tentang kematian Cyrus yang terjadi sekitar tahun 529 Sebelum Masehi. Menurut beberapa catatan, ia meninggal karena luka di medan perang selama serangan militer di perbatasan timur kekaisaran.
Jenazahnya dikembalikan ke Pasargadae. “Ia ditempatkan di sarkofagus emas dan dimakamkan di sebuah makam batu besar yang menghadap matahari terbit,” Klein menambahkan lagi.
Cyrus digantikan oleh putranya, Cambyses II, yang terus memperluas batas kekaisaran dengan menaklukkan peradaban kuno lainnya di Mesir. Kekaisaran Persia tetap makmur dan stabil selama 2 abad hingga jatuh pada tahun 330 Sebelum Masehi. Saat itu, Aleksander Agung dari Makedonia berhasil menaklukkan kekaisaran yang pernah berjaya di dunia kuno.