Mitologi si Pahit Lidah yang Diyakini Benar Terjadi di Sumatra Selatan

By Utomo Priyambodo, Selasa, 19 September 2023 | 18:00 WIB
Salah satu batu di situs megalitik Pasemah yang kerap dikaitkan dengat mitologi si Pahit Lidah dari Sumatra Selatan. (BPCB Jambi/Kemendikbud)

Nationalgeographic.co.id—Mitologi si Pahit Lidah merupakan mitos yang berkembang di daerah Sumatera bagian selatan. Mitos ini diyakini masyarakat sebagai sebuah cerita yang benar-benar terjadi.

Di beberapa bagian daerah Sumatera Selatan dan khususnya di dataran tinggi Besemah atau Pasemah banyak terdapat peninggalan benda-benda sejarah yaitu patung-patung manusia dan binatang yang berjenis-jenis bentuknya. Patung manusia itu ada yang sendiri dan ada juga yang berkelompok, tetapi sekarang ini banyak yang sudah rusak karena kurang perawatan.

Menurut cerita mitologi setempat, patung-patung itu adalah manusia, hewan, dan lainnya yang disumpah oleh si Pahit Lidah menjadi batu. Pandangan itu tentu saja berlawanan dengan ilmu pengetahuan.

Para ahli mengungkapkan bahwa itu adalah peninggalan budaya megalitik yang tersebar. Peninggalan megalitik yang terdapat di Besemah terutama berupa menhir, dolmen, peti kubur batu, lesung, serta patung-patung batu yang bergaya statis dan dinamis.

Menhir adalah sebuah batu tegak, yang sudah atau belum dikerjakan dan diletakkan dengan sengaja di suatu tempat untuk memperingati orang yang telah mati. Benda tersebut dianggap sebagai medium penghormatan, menampung kedatangan roh sekaligus menjadi simbol dari orang-orang yang diperingati.

Di Besemah ditemukan menhir berdiri tunggal atau berkelompok. Menhir-menhir yang berkelompok membentuk formasi temugelang, persegi atau bujursangkar dan sering bersama-sama dengan bangunan lainnya, seperti dolmen, peti kubur batu atau lainnya.

Di daerah Basemah juga hidup tradisi lisan yang didendangkan seperti guritan yang menceritakan kisah seseorang dengan didendangkan. Dalam buku berjudul Mitologi Nusantara: Penerapan Teori, Bustanuddin Lubis mengutip syair "Si Pahit Lidah" yang pernah ditulis oleh Ahmad Gozali. Dia menganggap bahwa Ahmad Grozali menulis cerita ini bersumber dari sastra lisan dari Basemah itu.

Dalam buku tersebut, Bustanuddin Lubis menjelaskan bahwa Serunting adalah nama tokoh mitos si Pahit lidah ini. "Serunting merupakan tokoh yang sakti dan kebal terhadap semua senjata tajam. Kisah mitos ini dimulai dari Gunung Dempo sampai ke Lampung," tulisnya.

Peristiwa yang membuat Serunting ingin menuntut ilmu ke Ratu Majapahit dimulai sejak dia dikalahkan oleh iparnya sendiri. Kekecewaan itu membawanya sampai ke Majapahit.

Ratu Majapahit meludahi mulut Serunting dan dengan air ludah itu membuat Serunting berubah menjadi Si Pahit Lidah. Serunting dapat mengubah apa saja dengan hanya menyumpahinya seperti menjadi batu.

Berita kemarahan si Pahit Lidah yang menyumpahi banyak orang sampai pada si Mata Empat. Si Mata Empat adalah seorang yang sakti memiliki empat mata yakni dua di depan dan dua lagi di belakang kepalanya tertutup rambutnya.

Singkat cerita, si Mata Empat bertemu dengan si Pahit Lidah dan mengajaknya bertarung. Si Pahit Lidah menyanggupinya.