Dengan berbagai laporan di atas, El Nino telah menjadi pelajaran dalam peradaban manusia. Laporan ini membuktikan bahwa kawasan perairan Samudra Pasifik tropis, sekitar Australia, dan dekat Samudra Hindia, termasuk Indonesia, sangat rentan akan kehilangan habitat laut besar-besaran.
Terumbu karang dan padang rumput laut yang memenuhi kawasan Indonesia dan Australia adalah salah satu yang rentan. Bagi manusia, tentunya berdampak pada industri perikanan dan pariwisata, sehingga penting bagi pemeritnah di negara-negera terdampak membuat rencana respons lokal untuk mengelola gelombang panas pesisir dan laut.
“Tahun ini, negara-negara seperti Australia dan Amerika Serikat menggunakan sistem peringatan dini skala musiman,” tulis para peneliti dalam jurnal Oceanography tahun 2016.
"Dengan waktu tunggu beberapa bulan, untuk memberikan pengarahan mengenai gelombang panas laut kepada lembaga konservasi, industri perikanan dan akuakultur, dan masyarakat."
Industri perikanan harus bersiap menghadapi gelombang panas yang dapat terjadi pada musim terduh sekalipun. Dengan adanya peningkatan suhu permukaan yang memicu gelombang panas, perikanan akan akan terganggu dalam hal waktu panen dan kualitas ikan "bersiap menghadapi wabah penyakit".
“Yang mengkhawatirkan, krisis iklim pada akhirnya dapat menyebabkan lautan mencapai kondisi gelombang panas permanen dibandingkan dengan data dasar sejarah, dan beberapa wilayah mungkin tidak lagi mendukung spesies dan ekosistem tertentu," lanjut para ilmuwan.
"Ekosistem yang muncul mungkin tidak berfungsi dan merespons air hangat dengan cara yang dapat diantisipasi.”
Artikel ini adalah bagian dari sinergi inisiatif Lestari KG Media bersama Saya Pilih Bumi, Sisir Pesisir dengan media National Geographic Indonesia, Initisari, Infokomputer, dan GridOto.