Nationalgeographic.co.id—Dalam mitologi dunia, untuk menghidupkan cerita haruslah memiliki tokoh antagonis. Tak terkecuali dalam mitologi Timur Tengah klasik, saat peradaban Islam begitu berkembang. Sosok yang menjadi antagonis utama dalam mitologi Timur Tengah klasik adalah Iblis.
Penamaan Iblis ini didasari sebagai salah satu makhluk dalam Al-Qur'an yang membangkang perintah Allah. Namun, cerita tentang Iblis berkembang, baik dari proses penciptaannya dan kehidupannya setelah turun dari surga.
Perkembangan ini disebabkan kesamaan nasib Iblis dengan nama tokoh antagonis lainnya yang berkembang di masyarakat Timur Tengah saat Islam berkembang. Perkembangan cerita itu begitu melekat, sebab diriwayatkan pula oleh ahli tafsir Islam, serta masih diyakini oleh masyarakat Timur Tengah dan sebagian muslim di dunia.
Pengamat sejarah Mesir, Walid Fikri menuturkan bahwa mitologi Timur Tengah klasik tentang Iblis bercampur dari berbagai kebudayaan, seperti Arab kuno, dan agama Abrahamik lainnya seperti Yahudi dan Kekristenan. Ia menjelaskannya dalam buku "Mitos-mitos Legendaris dalam Khazanah Klasik Muslim".
Salah satu yang populer sampai hari ini adalah bahwa Iblis sebelumnya bernama Azazil. Namanya menjadi Iblis setelah Tuhan mengusirnya dari surga. Iblis sendiri dalam bahasa Arab berarti menyesal, walaupun dikisahkan dalam Al-Qur'an, ia tidak menyesal dan memiliki kedengkian hingga akhir zaman terhadap manusia.
Penamaan Azazil dalam mitologi Timur Tengah klasik ini muncul dari berbagai cendekia Islam abad pertengahan seperti Abu Ishaq ats-Tsa'labi, Al-Mas'udi, dan Zakariya al-Qazwaini. Karya mereka yang menyebut Azazil dalam tema sejarah, kisah para nabi, dan makhluk mitologi.
Azazil tidak pernah disebutkan riwayatnya dalam Al-Qur'an. Kisah Azazil yang sering disebutkan dalam mitologi Timur Tengah klasik ini disebutkan bahwa sosok tersebut adalah pemimpin bangsa Jin. Jin disebutkan dulunya merupakan satu golongan atau kabilah yang sama dengan malaikat.
Bahkan disebutkan Jin adalah golongan malaikat yang menjaga surga, karena secara harfiah Jin dalam bahasa Arab memiliki kedekatan dengan surga (Jannah). Posisi Azazil disebutkan sebagai yang pangkat tinggi di antara malaikat lain.
Sebagian ahli tafsir pun menyebut Azazil merupakan pendahulu Jin, seperti Adam sebagai manusia pertama. "Pendapat ini bertentangan dengan yang digambarkan oleh Al-Qur'an bahwa Iblis termasuk golongan jin [bukan malaikat]," kata Fikri.
Namun, riwayat ini semakin disepakati bahwa Azazil pernah berstatus lebih terhormat daripada kalangan malaikat lainnya. Pandangan ini diwajarkan oleh pandangan periwayat masanya ketika Adam diciptakan. Iblis (atau dalam konteks ini adalah Azazil) merasa dengki dengan sosok yang lebih terhormat dari dirinya.
Seperti yang diceritakan dalam kitab suci Islam, Azazil pun enggan sujud kepada Adam ketika Tuhan menciptakannya. Kemudian, ia diusir dari surga.
Mengingat posisi Azazil adalah berasal dari kalangan Jin—yang masih satu golongan dengan malaikat—kemudian diturunkan dari surga, Fikri berpendapat bahwa cerita ini punya kesamaan dengan cerita Taurat.
Dalam cerita Taurat, terdapat Lucifer yang sering disebut sebagai "Malaikat yang Jatuh dari Surga". Lucifer disebutkan adalah kalangan tertinggi dari para malaikat, yang kemudian dijatuhkan dari surga karena cemburu dengan keistimewaan manusia (riwayat Kekristenan menyebut manusia tersebut adalah Yesus Kristus).
Iblis tidak sendirian dalam pengasingannya di dunia, tetapi ditemani berbagai jenis setan. Dalam beberapa mitologi Timur Tengah klasik yang berkembang, setan adalah keturunan Iblis.
Salah satu setan yang dikenal sebagai makhluk yang dekat dengan Iblis adalah Ghoul. Keberadaan Ghoul dalam mitologi Timur Tengah dipopulerkan oleh al-Qazwaini. Ghoul sejatinya merupakan mitologi Arab pra-Islam yang disebutkan sebagai makhluk yang mengincar darah manusia.
Al-Qazwaini menggunakan Ghoul ini sebagai setan yang mencoba mencuri dengar informasi dari langit. Namun Ghoul kerap gagal karena sering dilempari dengan bintang berekor. Cerita ini memang ada dalam Al-Qur'an, tetapi hanya menyebut "para setan yang mencuri dengar" tanpa menyebut Ghoul.
Ada pula cerita tentang Iblis yang begitu simbolik terhadap hewan dalam mitologi Timur Tengah klasik. Cerita ini begitu kuat bagi masyarakat muslim dan Timur Tengah karena pemaknaan simbol hewan telah berlangsung lama, bahkan sebelum Islam berkembang.
Mitologi Timur Tengah klasik menyebutkan bahwa Iblis sempat berusaha kembali ke surga. Saat hendak masuk, ia dilarang oleh malaikat penjaga pintu surga. Iblis pun memilih berdiri di depan pintu surga selama ratusan tahun sambil beribadah. Bahkan, dia menjadi salah satu dari malaikat yang paling bertakwa.
"Hal tersebut tentu saja tidak masuk akal bahkan untuk ukuran sebuah dongeng," terang Fikri. "Seharusnya, para malaikat sudah mengetahui siapa Iblis dan menyaksikan pelanggarannya atas perintah Allah dan pengusiran yang dilakukan terhadapnya."
Singkat cerita, upaya Iblis masuk melibatkan burung merak yang indah, tetapi gagal. Sampai akhirnya ia menjumpai ular surgawi yang memiliki kaki. Iblis meminta izin untuk masuk ke dalam mulutnya. Pada cerita ini, sedikit tidak masuk akal jika Iblis—sebagai makhluk yang punya kemampuan, berkedudukan tinggi, dan angkuh— meminta izin kepada hewan.
Dengan ular tersebut, Iblis merayu Adam dan Hawa. Dikisahkan, Iblis dalam tubuh ular berkaki sedang sedih sehingga Adam dan Hawa datang kepadanya. Iblis sedih karena kedua makhluk sempurna itu tidak hidup kekal. Mereka pun termakan rayuan untuk memakan buah keabadian (khuldi) dan selanjutnya seperti diriwayatkan dalam Al-Qur'an.
Adam dan Hawa tidak sendiri ketika diusir dari surga. Iblis, merak, dan ular pun juga turun ke Bumi. Atas tindak pengkhianatannya, Tuhan memotong kaki ular dan harus berjalan melata menggunakan perut.
Cerita ini muncul dari ahli tafsir dan teolog Islam Ja'far al-Sadiq (732–765) dalam kitab "Fālnāmeh".
"Cobalah bayangkan seekor ular yang berwarna dengan tubuh yang besar lagi indah serta memiliki kaki, pasti Anda mednapati bahwa kita sedang membicarakan makhluk legendaris bernama naga, yang menurut dalam pandangan Kekristenan menjadi simbol setan," ungkap Fikri.