Tidak ada keraguan bahwa orang-orang mengira Severus dan keluarganya seperti ini. Namun, Kehitaman Severus secara historis dipertanyakan.
Romawi Afrika Utara
Leptis adalah tempat yang dijajah dua kali, pertama oleh bangsa Fenisia pada abad ketujuh Masehi. Koloni Romawi dibentuk di sekitar para veteran Legiun III Augusta. Legiun tersebut telah bertugas di Afrika sejak pembentukannya pada tahun 30 M.
Meskipun tentara generasi pertama sebagian besar adalah orang Italia, seperti semua legiun lainnya, III Augusta semakin menarik rekrutan dari komunitas lokal. Koloni Romawi yang baru kemungkinan besar merekrut penduduk lokal dan tentunya elite pra-Romawi.
Setelah berabad-abad berinteraksi, hampir mustahil membayangkan adanya perbedaan nyata antara warga Leptis dengan penduduk Afrika di sekitarnya. Kita tidak dapat membuktikan warna kulit Severus, tetapi berasumsi bahwa dia berkulit terang adalah salah.
Afrika Romawi adalah pusat kekuatan ekonomi dan budaya di masa Kekaisaran Romawi. Barang-barang dari Afrika beredar ke seluruh dunia Romawi.
Salah satu dramawan Romawi pertama, Terence, berasal dari Kartago di Tunisia dan penampilannya digambarkan oleh sejarawan Suetonius sebagai fuscus, “gelap”.
Ahli retorika, filsuf dan novelis abad kedua M, Apuleius, berasal dari Madouros, M'Daourouch modern, Aljazair. Santo Agustinus dari Hippo belajar di kota yang sama. Dia dan Cyprian dari Kartago adalah tokoh utama dalam teologi Kristen.
Mesir adalah pusat utama inovasi sastra dan teologi pada akhir periode kekaisaran. Mengapa kita membayangkan orang-orang ini berkulit putih?
Kerajaan-kerajaan menggerakkan orang-orang. DNA mitokondria kerangka di London Romawi awal menunjukkan bahwa orang Yunani, Suriah, dan Afrika Utara termasuk di antara penduduk London pertama. Orang-orang Afrika mencapai sudut paling terpencil di Kekaisaran ini.
Banyak orang Romawi berkulit gelap. Namun bagi masyarakat modern, hal ini nampaknya mengejutkan dan merupakan pernyataan yang memerlukan pembenaran.
Studi klasik adalah bagian dari tradisi budaya kita. Kolonialisme telah memutihkan karya klasik. Pemutihan seperti itu meminggirkan orang kulit hitam.
Bangsa Romawi berkulit hitam merupakan pusat kebudayaan Klasik dan bukan sebagai segelintir orang atau sebagai budak atau pelayan. Mereka adalah tentara dan pedagang, dramawan, penyair, filsuf, teolog, dan kaisar.
Alston menegaskan, "Kita perlu membayangkan kembali bangsa Romawi yang memiliki keragaman pigmentasi kulit yang tidak mengejutkan."