Sejarah Perang Salib: Pertaruhan Negara Latin dalam Pertempuran Hattin

By Ricky Jenihansen, Jumat, 6 Oktober 2023 | 08:00 WIB
Pertempuran Hattin merupakan pertaruhan terakhir negara latin dalam sejarah Perang Salib. (Millitary History)

Nationalgeographic.co.id—Pertempuran Hattin adalah pertempuran yang terjadi pada bulan Juli 1187 M di Palestina dalam sejarah Perang Salib. Perang ini adalah pertaruhan penting negara latin yang akhirnya menjadi kemenangan besar Saladin, Sultan Mesir dan Suriah (memerintah 1174-1193 M).

Tentara Kerajaan Yerusalem dan sekutu Latinnya dikalahkan total dan, tak lama kemudian, Tanah Suci Yerusalem juga direbut oleh Saladin dan kembali ke kendali Peradaban Islam.

Kekalahan ini menyebabkan kehancuran total negara-negara Tentara Salib di Timur Tengah. Pertempuran Hattin ini nantinya akan memicu sejarah Perang Salib Ketiga (1189-1192 M) yang sebagian besar tidak berhasil.

Awal mula

Negara Tentara Salib (alias Timur Latin atau Outremer) dibentuk setelah Perang Salib Pertama (1095-1102 M) untuk mempertahankan wilayah yang dikuasai tentara Kristen Barat di Timur Tengah.

Empat negara kecil tersebut adalah Kerajaan Yerusalem, Kabupaten Edessa, Kabupaten Tripoli, dan Kerajaan Antiokhia.

Orang-orang Barat berhasil mempertahankan kehadiran politik di wilayah tersebut hingga tahun 1291 M. Negara-negara latin ini nantinya akan terus-menerus terhambat oleh persaingan dinasti dan kurangnya pejuang.

Tidak hanya itu, mereka juga terhambat kurangnya dukungan dari Eropa Barat, dan kehebatan militer para pemimpin Peradaban Islam seperti Zangi, Nur Ad-Din dan Shalahuddin.

Yang pertama, dengan ibukotanya di Yerusalem, adalah yang paling penting. Meskipun mereka menguasai banyak kota dan kastil yang bagus dan menjadi kaya dari perdagangan yang datang melalui Levant, para pemukim Tentara Salib selamanya kekurangan tenaga kerja.

Penggambaran Saladin dalam sampul buku berjudul (Ben Duval)

Sejarah Perang Salib Kedua (1147-1149 M) merupakan kegagalan yang menyedihkan, dan Kabupaten Edessa tidak ada lagi pada tahun 1149 M.

Wilayah tersebut akan dikuasai oleh penguasa independen Mosul (di Irak) dan Aleppo (di Suriah), Nur ad-Din atau kadang-kadang juga sebut sebagai Nur al-Din (memerintah 1146-1174 M).

Dengan meluasnya Perang Salib ke semenanjung Iberia dan wilayah Baltik, Timur Latin berada dalam bahaya karena diabaikan dan dilupakan oleh negara-negara Kristen barat di Eropa.

Kemudian ancaman baru dan paling berbahaya bagi umat Kristen Barat datang di Timur Tengah. Saladin, pendiri dinasti Ayyubiyah di Mesir, menguasai Damaskus pada tahun 1174 M, Aleppo pada tahun 1183 M, dan Mayyafariqin pada tahun 1185 M.

Mosul tunduk pada klaim kedaulatannya pada tahun 1186 M. Teka-teki dominasi Ayyubiyah hampir selesai, yang tersisa sekarang hanyalah wilayah-wilayah kecil negara-negara Tentara Salib yang mengetahui dengan baik akan datangnya badai.

Nama dinasti Ayyubiyah berasal dari nama ayah Shalahuddin atau Saladin yang bernama Ayyub. Nama lengkapnya adalah Najm al-Dīn Ayyūb ibn Shādhī.

Ia adalah anggota keluarga tentara kaya Kurdi yang pada abad ke-12 bertugas di bawah penguasa Kekaisaran Turki Seljuk di Irak dan Suriah.

Ia kemudian ditunjuk sebagai gubernur Damaskus, Ayyub, bersama saudaranya Shirkuh, menyatukan Suriah dalam persiapan perang melawan Tentara Salib.

Setelah kematian ayahnya pada tahun 1173, Salahuddin menggantikan Dinasti Fatimiyah dan selanjutnya memobilisasi antusiasme Peradaban Islam untuk menciptakan front persatuan melawan Tentara Salib. Mereka kemudian menjadikan Mesir sebagai negara Muslim paling kuat di dunia pada saat itu.

Pertaruhan Negara Latin

Peta Timur Tengah menunjukkan Negara Latin yang dikuasai Pasukan Salib pada saat Perang Salib Ketiga (1189-1192 M). (Mapmaster)

Permohonan bantuan kepada Raja Philip II dari Perancis (memerintah 1180-1223 M) dan Raja Henry II dari Inggris (memerintah 1154-1189 M) tidak didengarkan. Meskipun ada tawaran untuk memberikan kedaulatan kepada raja atas Negara Tentara Salib.

Sementara itu, pada tanggal 1 Mei 1187 M, pasukan Saladin menimbulkan kekalahan telak terhadap pasukan kecil Latin di Mata Air Cresson. Itu adalah indikasi yang jelas bahwa kesatria barat yang berlapis baja jauh dari kata tak terkalahkan.

Sementara itu, pasukan Saladin terdiri dari pengawal elitnya sendiri, yaitu Mamluk, yang sebagian besar berasal dari Turki-Kurdi dan dilatih sejak kecil.

Kemudian tentara bayaran (biasanya pemanah berkuda), pasukan yang diwajibkan dari tanah Ayyubiyah, dan bahkan beberapa sukarelawan yang bersemangat untuk berpetualang dan alasan perang agama.

Selama beberapa bulan tentara dikerahkan di suatu titik di selatan Damaskus di bawah pengawasan putra sulung Saladin, al-Afdal.

Di Hattin, Saladin mampu menurunkan sekitar 12.000 tentara bayaran dan 6.000-12.000 tentara wajib militer; 12.000 di antaranya adalah kavaleri.

Seluruh pasukan diorganisasikan menjadi tiga divisi, dengan Saladin memimpin langsung pusatnya.

Sementara itu, Tentara Negara Latin dipimpin oleh raja Kerajaan Yerusalem, Guy dari Lusignan (memerintah 1186-1192 M) dan berjumlah lebih dari 16.000 orang.

Kemudian juga ada bangsa Frank, sebutan bagi pemukim Tentara Salib oleh musuh mereka. Mereka memiliki sekitar 15.000 hingga 18.000 infanteri dan sekitar 1.300 ksatria berkuda.

Hampir setiap warga Frank yang berbadan sehat dari Negara-negara Tentara Salib telah dipanggil. Kemudian tentara bayaran tambahan dibeli menggunakan uang tahunan yang dikirim Raja Henry II dari Inggris ke Tanah Suci Yerusalem untuk pertahanannya.

Pasukan ini berjumlah besar namun tidak sebanyak musuh yang dipimpin oleh Saladin. Kemudian yang terpenting, kota-kota dan kastil-kastil di Negara-Negara Tentara Salib telah kehilangan garnisunnya untuk menyusun pasukan ini.

Pertempuran Hattin adalah pertaruhan lempar dadu. Jika pasukan lapangan Negara Latin dikalahlan, maka Timur Latin juga dipastikan kalah.