Masa Depan Arkeologi Indonesia Setelah 20 Tahun Temuan Mama Flo

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 6 Oktober 2023 | 10:00 WIB
Figur Homo floresiensis, yang populer dijuluki Mama Flo, tampil dalam pameran bertajuk Commemoration of the 20th Anniversary of Homo floresiensis Discovery. Figur ini merupakan hasil karya seorang paleoartis di Museum of Tokyo, Jepang, berdasarkan temuan arkeologi. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)

BRIN berencana untuk tahun depan untuk melakukan ekskavasi kawasan purbakala seperti Bumiayu dan Bongal. Bumiayu di Jawa Tengah menawarkan manusia jawa purba Homo erectus yang berumur sekitar 1,8 juta tahun, manusia purba tertua di Pulau Jawa.

Sementara Bongal di Sumatra Utara, menawarkan pengetahuan peradaban Nusantara yang telah terjalin dengan dunia internasional. Pengungkapan sebelumnya, di Bongal terdapat berbagai benda masa abad-abad pertama kalender Masehi dari Timur Tengah.

Dalam peringatan ke-20 tahun penemuan H. floresiensis tersebut, BRIN meresmikan Kawasan Sains Teknologi R.P. Soejono di kantor Pasar Minggu. Melalui peresmian tempat tersebut, diharapkan kolaborasi penelitian tentang arkeologi bersama berbagai pihak dan bidang keilmuan lainnya bisa terjalin.

Homo floresiensis di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, menjadi tema perdana di National Geographic Indonesia. Penyinkapan arkeologis ini masih menimbulkan tanda tanya tentang peradaban purba manusia di kepulauan Indonesia. (National Geographic Indonesia)

"Kita membayangkan bahwa ekskavasi nanti itu adalah bukan hanya oleh para peneliti BRIN," tutur Kepala Organisasi Riset Arkeologi Bahasa dan Sastra, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Herry Yogaswara.

"Dan ada satu hal, yang paling penting bahwa BRIN itu bukan hanya peneliti BRIN, itu adalah untuk semua orang yang ingin melakukan riset dan inovasi." 

Kedalaman kerja sama juga bisa memperdalam pengetahuan tentang H. floresiensis. Thomas mengatakan bahwa sampai saat ini, para peneliti di BRIN berusaha agar bisa mengekstrak rangkaian genetika dari manusia katai tersebut.

Di sini, para peneliti luar bisa saja terlibat dalam laboratorium. Dengan mengetahui urutan genetika, dapat diketahui dengan jelas di mana posisi H. floresiensis dalam pohon evolusi manusia dan arah migrasi manusia. 

Ada pula, kegiatan penelitian kolaborasi juga bisa diketahui dari koleksi yang ditemukan di sekitar situs. Koleksi tersebut kini tersimpan di BRIN. Thomas mengundang siapa pun untuk bisa meneliti tentang kehidupan manusia katai dari Flores ini. 

"Sebenarnya yang sedang kami dorong itu riset koleksi," kata Herry. "Ini koleksi yang banyak mau diapain, karena riset koleksi juga kemudian memberikan sumber daya untuk tes sampel ke luar negeri, sepanjang alat-alat belum ada."