Nationalgeographic.co.id—Musim semi 1553 adalah masa ketika sebagian besar wilayah pantai dihantui teror mengerikan. Permukiman sepanjang pesisir dihantam serangan beruntun dari laut.
"bulan ketiga... [bajak laut melancarkan kampanye besar-besaran untuk menyerang [pesisir]. Armada gabungan terdiri dari beberapa ratus kapal perang yang mengepung lautan.”
Catatan ini, yang kemudian dilanjutkan dengan daftar kota-kota yang menjadi sasaran para perompak. Bajak laut ini terdiri dari ribuan orang dengan armada kapal yang sangat besar. Rangkaian serangan berskala besar ini tidak dilancarkan di Semenanjung Spanyol oleh bajak laut Karibia atau oleh kapal-kapal korsa Barbary di Mediterania.
Menurut Adam Clulow, seorang profesor di Universitas Texas, Austin, catatan tersebut berasal dari Mingshi, sebuah sejarah dinasti Ming di Tiongkok.
“Ini menceritakan serangan yang dilakukan oleh apa yang disebut wako, atau bajak laut Jepang, di bawah komando pemimpin mereka Wang Zhi, yang mengumpulkan armada besar untuk melakukan serangan di pantai,” kata Adam, yang telah meneliti pembajakan dan perompakan di seluruh wilayah maritim Asia Timur.
Pembajakan selalu menjadi fenomena global. Selama ribuan tahun, bajak laut telah memangsa jalur pelayaran yang kaya dan pemukiman pesisir yang rentan.
Meskipun bajak laut Eropa mendominasi imajinasi populer, Asia Timur–terutama Tiongkok dan Jepang–adalah salah satu pusat perampokan bersejarah.
Menurut Adam, Perompakan di Asia Timur memiliki jangkauan yang sangat luas. Dengan kru yang terdiri dari beragam etnis, mereka terkenal dengan pembajakan yang berskala besar.
“Pada abad ke-16, armada bajak laut besar yang terdiri dari ratusan kapal mengobrak-abrik pesisir Tiongkok,” katanya. “Meskipun berpakaian seperti prajurit Jepang yang ganas, sebagian besar bajak laut ini sebenarnya adalah orang Tionghoa, dan mereka dipimpin oleh pengusaha Tionghoa yang berbasis di Jepang.”
Kemudian pada abad ke-17, Adam melanjutkan, “seorang raja bajak laut baru membentuk organisasi maritim yang akan menantang Perusahaan Hindia Timur Belanda, yang pada akhirnya menginvasi Taiwan dan mengusir Belanda dari koloni mereka yang berharga di Asia Timur.”
Pada abad ke-19, seorang wanita Cina kesohor juga muncul dari perdagangan seks Kanton untuk memimpin puluhan ribu bajak laut.
Siklus kejahatan
Bagi kebanyakan orang, gambaran umum tentang bajak laut didasarkan pada tokoh-tokoh Eropa yang terkenal. Salah satu yang sering menjadi perbincangan adalah Edward Teach, atau lebih dikenal sebagai Blackbeard.
Tokoh-tokoh seperti itu, terutama yang aktif di Karibia dan Atlantik, menjadi sangat terkenal berkat penulis seperti Kapten Charles Johnson. Melalui karyanya A General History of the Robbery and Murders of the Most Notorious Pyrates, Charles menciptakan citra yang lebih besar dari kehidupan yang merasuk jauh ke dalam imajinasi populer.
Bajak laut Asia Timur, bagi Adam, adalah sejarah yang tak kalah menarik dibandingkan Eropa. Dalam perjalanannya, untuk menjadi bajak laut terhebat di Asia Timur, mereka harus melewati empat siklus yang tak gampang.
Siklus pertama adalah kelompok-kelompok kecil yang biasanya mendapat bantuan dari penduduk miskin di daerah pesisir. Mereka terlibat dalam perompakan tingkat rendah dengan menggunakan satu atau dua kapal.
Meskipun siklus pertama adalah hal yang tak gampang dilalui, sejumlah bajak laut berhasil bertransisi ke tahap dua. Namun perlu dicatat, sebagian besar bajak laut Asia Timur tidak pernah lolos dari fase ini.
Didorong oleh hasil jarahan, para pemimpin bajak laut mengumpulkan armada-armada kecil, yang memungkinkan mereka untuk menyasar target yang lebih kaya.
Setelah memiliki sumber daya yang lebih banyak, mereka akan segera mencapai tahap ketiga. Di tahap ini mereka telah memiliki ratusan armada laut dan anggota puluhan ribu.
Mereka mulai membutuhkan aturan yang jelas, struktur, dan bahkan birokrasi yang lengkap untuk mengelola pendapatan dan sumber daya.
Mereka mengembangkan hierarki yang ketat untuk menyalurkan hasil jarahan ke para pemimpin utama. Di sisi lain mereka juga harus memastikan kru tidak kelaparan dan dipersenjatai dengan baik.
Menurut Adam, pada tahap ketiga ini, “para bajak laut menghadapi ujian yang krusial. Negara-negara yang sudah mapan menyadari bahwa kelompok-kelompok tersebut, dengan armada yang kuat dan puluhan ribu pejuangnya, merupakan ancaman berbahaya yang harus dikooptasi atau dikalahkan.”
Di tahap keempat, para perompak dapat membentuk negara de facto mereka sendiri. Adam menjelaskan, beberapa perompak Asia Timur terbukti sukses melakukan hal ini.
“Atau, mereka bisa mencari pengakuan dari, atau berintegrasi ke dalam, negara-negara Asia yang kuat,” imbuhnya.
Jika mereka berhasil melewati masa transisi yang sulit ini, para pemimpin bajak laut dapat berubah dari penjahat menjadi laksamana. Armada mereka juga menjadi angkatan laut negara. Namun tindakan ini bahaya, bahkan bagi mereka yang paling sukses sekalipun.