Kisah Seorang Indo Menipu Jemaah Haji dalam Catatan Sejarah Kolonial

By Galih Pranata, Sabtu, 14 Oktober 2023 | 12:00 WIB
Potret jemaah haji dari Makassar dan Selayar sekitar 1890-an. Dalam catatan sejarah kolonial, pernah tercatat adanya agen perjalanan haji yang merugikan jemaahnya. (KITLV 90574)

Jamaah haji dari tanah suci menuju Batavia sekitar tahun 1929. (Arsip Nasional RI)

Dukungan modal yang besar itu membuat Herklots gelap mata. Ia bernafsu untuk mengumpulkan para calon jemaah sebanyak-banyaknya. Ia tak memikirkan kuota yang ditanggung oleh kapal api carterannya itu.

Karena kantor agennya yang berlokasi di Jeddah, para jemaah akan diangkut dari kota suci menuju Jeddah terlebih dahulu, sebelum akhirnya pulang kembali ke Hindia Belanda. Mengejutkannya, Herklots masih memungut biaya perjalanan dari Makkah ke Jeddah.

Meski sudah memesan tiket pulang yang tidak murah, jemaah haji tetap harus membayar senilai 37 ringgit jika tetap bertekad akan pulang. Herklots tak segan untuk tidak memulangkan, apabila jemaah tidak membayar sejumlah biaya yang diminta.

Setelah membayar sejumlah biaya perjalanan dari Makkah ke Jeddah, calon penumpang belum tentu pulang di hari itu juga. Kapal api carteran Herklots tidak dapat menampung banyak jemaah.

Setidaknya ada 2.000 jemaah lain yang harus menunggu lagi kapal api carteran Herklots berikutnya. Hal itu tentunya membuat para jemaah sangat dirugikan. "Mereka harus berkemah di bawah langit terbuka," lanjut Siti.

Akhirnya datanglah kapal lain yang dicarter Herklots, kapal Samoa. Meski mampu menampung jemaah dalam jumlah besar—4.507 ton, kapal ini tidak menjamin kesehatan dan keamanan. Terbukti, mereka tetap berjubel sesak dengan ventilasi yang kurang memadai.

Atas laporan kekecewaan penumpangnya, Herklots dibawa oleh konsulat Belanda di Jeddah. Ia kemudian dibawa ke meja hijau di Batavia. Namun saat persidangan, Herklots dianggap tidak bersalah. Dewan Justisi Batavia akhirnya melepaskannya dalam pengawasan.

Ada kesan bahwa orang Indonesia lebih mementingkan haji daripada banyak bangsa lain. (Pinterest)

Setelah sempat bermasalah, menariknya, Herklots mencari ladang bisnis baru dengan memanfaatkan kebutuhan kuli dan buruh di Nouméa (ibu kota Kaledonia Baru) yang pada saat itu di bawah cengkeraman protektorat Prancis.

Catatan sejarah kolonial menyebut adanya kebutuhan 8.000 buruh untuk dipekerjakan di sana. Herklots memanfaatkan peluang ini untuk mencari sumber daya buruh dengan akal-akalannya.

Ide bulusnya, ia memasang banyak reklame besar-besar di Singapura, tempat yang dirasa jauh dari pandangan sinisme akan kebobrokan pelayanan hajinya di Hindia Belanda. Herklots tetap dengan ide bisnis perjalanan hajinya.