Kisah Seorang Indo Menipu Jemaah Haji dalam Catatan Sejarah Kolonial

By Galih Pranata, Sabtu, 14 Oktober 2023 | 12:00 WIB
Potret jemaah haji dari Makassar dan Selayar sekitar 1890-an. Dalam catatan sejarah kolonial, pernah tercatat adanya agen perjalanan haji yang merugikan jemaahnya. (KITLV 90574)

Nationalgeographic.co.id—Sepak terjang orang indo di zaman Hindia Belanda selalu menarik untuk dibaca kembali. Indo adalah sebutan bagi keturunan campuran dari orang Eropa dengan pribumi di Hindia Belanda.

Ada satu nama indo yang cukup menggemparkan di zamannya, tatkala ia menipu dan merugikan jemaah haji. Orang indo itu bernama Johanes Gregorius Marianus Herklots.

Dia lebih dikenal sebagai Herklots, sang calo biro jemaah haji. Herklots dalam laman website Open Archives (Nederlandsche) lahir di Indramayu.

Seorang keturunan Belanda-Indramayu ini dilahirkan pada 28 Mei 1857 di Indramayu, Hindia Belanda. Lingkungan pesisir Indramayu, membuat Herklots muda terbatas pada kemampuan bahasa Belanda pasar.

Ketika remaja, Herklots berpindah ke Tanah Abang, Batavia. Di sana, ia mulai mengenal tentang birokrasi agen perjalanan, lebih khusus tentang agen perjalanan Haji. Alhasil, "Herklots bekerja untuk agen perusahaan perjalanan haji Firma Knowles & Co," tulis Siti Rahmawati.

Siti menulis dalam skripsinya berjudul "Kebijakan Hindia Belanda Terhadap Haji di Batavia Pada Tahun 1859 dan 1922" yang diterbitkan pada tahun 2018. Firma ini sudah dikenal kredibilitasnya dalam melancarkan perjalanan jemaah haji di Batavia, terlebih di Hindia Belanda.

Keukenis, pemilik firma Knowles & Co., sangat puas dengan kinerja Herklots. Kegigihan dan etos kerjanya selama beragen dengan firma Keukenis itu, membuatnya dipercaya untuk membangun cabang di Arab Saudi.

Ia kelak melayani perjalanan pulang jemaah dari Makkah menuju Batavia. "Laporan konsul Belanda di Jeddah menyebut bahwa Herklots telah singgah di sana pada 27 Februari 1893," tulis Siti.

Bersamaan dengan itu, pimpinan firma Knowles & Co. juga melayangkan permohonan kepada konsul Belanda di Jeddah untuk memberi izin dan pengawasan kepada Herklots selama berada di sana.

Berkat izin dan perlindungan dari konsul Belanda di Jeddah, Herklots memulai bisnis travel hajinya untuk memulangkan para jemaah ke Jawa. Bisnisnya dimulai dengan cara mencarter kapal api British India Steam Navigation Company Limited.

Ia juga memainkan perannya lewat reklame-reklame tentang pelayanan yang istimewa, jika para jemaah menggunakan jasanya. Modalnya yang tak begitu banyak, ditopang oleh syarif besar di Makkah.

Menariknya, ia menipu syarif besar Makkah dengan mengubah namanya menjadi Abdul Hamid. Hal itu ia lakukan lantaran sang syarif tak akan mau membantu seorang non-muslim dalam mengendalikan agen perjalanan haji. Syarif itu kemudian menyumbang f.150.000 (gulden) kepada Abdul Hamid alias Herklots.

Jamaah haji dari tanah suci menuju Batavia sekitar tahun 1929. (Arsip Nasional RI)

Dukungan modal yang besar itu membuat Herklots gelap mata. Ia bernafsu untuk mengumpulkan para calon jemaah sebanyak-banyaknya. Ia tak memikirkan kuota yang ditanggung oleh kapal api carterannya itu.

Karena kantor agennya yang berlokasi di Jeddah, para jemaah akan diangkut dari kota suci menuju Jeddah terlebih dahulu, sebelum akhirnya pulang kembali ke Hindia Belanda. Mengejutkannya, Herklots masih memungut biaya perjalanan dari Makkah ke Jeddah.

Meski sudah memesan tiket pulang yang tidak murah, jemaah haji tetap harus membayar senilai 37 ringgit jika tetap bertekad akan pulang. Herklots tak segan untuk tidak memulangkan, apabila jemaah tidak membayar sejumlah biaya yang diminta.

Setelah membayar sejumlah biaya perjalanan dari Makkah ke Jeddah, calon penumpang belum tentu pulang di hari itu juga. Kapal api carteran Herklots tidak dapat menampung banyak jemaah.

Setidaknya ada 2.000 jemaah lain yang harus menunggu lagi kapal api carteran Herklots berikutnya. Hal itu tentunya membuat para jemaah sangat dirugikan. "Mereka harus berkemah di bawah langit terbuka," lanjut Siti.

Akhirnya datanglah kapal lain yang dicarter Herklots, kapal Samoa. Meski mampu menampung jemaah dalam jumlah besar—4.507 ton, kapal ini tidak menjamin kesehatan dan keamanan. Terbukti, mereka tetap berjubel sesak dengan ventilasi yang kurang memadai.

Atas laporan kekecewaan penumpangnya, Herklots dibawa oleh konsulat Belanda di Jeddah. Ia kemudian dibawa ke meja hijau di Batavia. Namun saat persidangan, Herklots dianggap tidak bersalah. Dewan Justisi Batavia akhirnya melepaskannya dalam pengawasan.

Ada kesan bahwa orang Indonesia lebih mementingkan haji daripada banyak bangsa lain. (Pinterest)

Setelah sempat bermasalah, menariknya, Herklots mencari ladang bisnis baru dengan memanfaatkan kebutuhan kuli dan buruh di Nouméa (ibu kota Kaledonia Baru) yang pada saat itu di bawah cengkeraman protektorat Prancis.

Catatan sejarah kolonial menyebut adanya kebutuhan 8.000 buruh untuk dipekerjakan di sana. Herklots memanfaatkan peluang ini untuk mencari sumber daya buruh dengan akal-akalannya.

Ide bulusnya, ia memasang banyak reklame besar-besar di Singapura, tempat yang dirasa jauh dari pandangan sinisme akan kebobrokan pelayanan hajinya di Hindia Belanda. Herklots tetap dengan ide bisnis perjalanan hajinya.

Idenya tidak sia-sia, banyak dari jemaah Singapura yang turut dalam agennya. Kabarnya yang marak tersebar hingga ke Jawa juga membuat beberapa orang Jawa turut dalam rombongannya.

Para jemaah haji dari Jawa sudah tiba di Singapura, kantor agen pemberangkatan haji. Namun, catatan sejarah kolonial menyebut bahwa mereka menunggu sudah selama satu bulan tanpa kejelasan.

Hal ini ditengarai kapal yang akan mengangkut para buruh berkedok jemaah haji yang akan diberangkatkan ke Kaledonia Baru, memutus kerja samanya dengan Herklots. Itu terjadi akibat Herklots tak kunjung membayar lunas pengangkutan ke Kaledonia.

Para jemaah menunggu tanpa kejelasan, sedangkan Herklots menghilang begitu saja, barangkali melarikan diri. Ia juga mulai kesulitan untuk muncul kembali ke permukaan karena citra buruknya yang telah banyak merugikan jemaah haji.

Akibatnya, Herklots tak banyak ditulis lagi dalam catatan sejarah kolonial. Diperkirakan ia telah bangkrut dan menghentikan segenap bisnisnya dalam agen pemberangkatan haji.