Hancurnya Kota Pengetahuan: Pengepungan Bagdad oleh Kekaisaran Mongol

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 20 Oktober 2023 | 10:00 WIB
Pengepungan Bagdad oleh Kekaisaran Mongol pada 1258 dalam ilustrasi abad ke-14. Hancurnya Bagadad membawa babak baru dalam sejarah Perang Salib di Timur Tengah. (Rashid-ad-Din/Staatsbibliothek Berlin)

Nationalgeographic.co.id—Selama abad ke-13, peradaban Islam dan Eropa sedang bertikai dalam sejarah Perang Salib. Kedua peradaban begitu pesat secara militer, politik, dan ilmu pengetahuan di abad pertengahan.

Di saat keduanya bertikai, datanglah peradaban yang datang dari arah Asia Timur dan Asia Tengah yang punya ambisi menguasai dunia: Kekaisaran Mongol. Kekaisaran Mongol atau yang biasa disebut sebagai bangsa Mongol, saat itu telah menjadi isu yang dikaitkan dengan "pembawa kehancuran".

Kekaisaran Mongol merupakan ancaman bagi Kekaisaran Abbasiyah yang beribukota di Bagdad. Kekaisaran Abbasiyah sendiri pada masa puncaknya mencapai Asia Tengah seperti Tajikistan, Kirgizstan, dan Kazakhstan selatan. Ketika Kekaisaran Mongol bangkit, satu per satu kekuasaan Abbasiyah rontok dikuasai mereka.

Bagdad bukan hanya ibukota dan kota penting bagi Kekaisaran Abbasiyah, melainkan peradaban Islam. Kota ini dikenal sebagai pusat edukasi pada masanya karena ada banyak perpustakaan dan pusat pembelajaran yang didirikan sejak awal oleh Kekaisaran Abbasiyah.

Salah satu pusat pembelajaran adalah Baitul Hikmah yang berarti "Rumah Kebijaksanaan". Di sini ada banyak cendekiawan dunia terbaik pada masanya seperti universitas-universitas unggul di AS dan Inggris hari ini. Semua pembelajaran ada di sini, seperti kedokteran, zoologi, kartografi dan geografi, matematika, sastra, fisika, dan astronomi.

Yang tidak kalah penting dari Bagdad sebagai pusat pengetahuan, ada banyak naskah-naskah kuno yang tersimpan. Naskah-naskah tersebut berasal dari berbagai peradaban di dunia seperti India, Persia, Tiongkok, dan Yunani, yang telah diterjemahkan ke bahasa Arab. Penelitiannya pun didanai oleh lembaga pemerintah, termasuk oleh khalifah.

Namun masa cemerlang Bagdad sirna pada 1258 akibat kedatangan Kekaisaran Mongol. Dampaknya pun permanen, bahkan terhadap ilmu pengetahuan modern di Timur Tengah.

Kota Baghdad memang diincar oleh Kekaisaran Mongol. Ekspedisi yang dipimpin oleh Hulagu Khan ini menaklukkan kawasan Iran selatan, dilanjutkan dengan menghancurkan para Assassin—sekte Nizari Ismailiyah yang terkenal dengan kepiawaian dalam pembunuhan politik. Hanya Hulagu Khan yang berhasil mengalahkan mereka, setelah selama ini dianggap mustahil.

Hulagu Khan dan istrinya Dokuz Kathun. Hulagu di bawah perintah kakaknya, Mongke Khan yang merupakan kaisar tertinggi Kekaisaran Mongol, untuk menguasai Timur Tengah. (Public Domain)

Kekaisaran Mongol tidak hanya berisi orang-orang dari stepa Asia Tengah. Beberapa di antaranya adalah pasukan yang dibawa dari Armenia, Tentara Salib Frank dari Antokhia dan orang Georgia, tentara muslim dari suku Turki dan Persia, dan orang Tiongkok. Saat Pengepungan Bagdad, mereka juga memiliki artileri untuk menghancurkan tembok yang menghalangi.

Akademisi Johns Hopkins University di bidang sejarah dan kebudayaan Timur Tengah Eamonn Gearon berpendapat bahwa masa kejayaan Bagdad terjadi saat Al-Musta'sim menjadi khalifah ke-37. Khalifah ini mengandalkan kekuatan dari luar, membuat Kekaisaran Abbasiyah bukan lagi kekuatan politik atau pusat peradaban Islam.

"Sayangnya bagi Bagdad, sejarah tidak meniali khalifah [Al-Musta'sim] sebagai khalifah terbesar dalam garis keturunannya. Berkemauan lemah, bahkan bermoral buruk. Al-Musta'sim lebih senang bergaul dengan musisi dan minum anggur daripada memerintah kerjaan yang sudah melemah," tulis Gearon di Wondrium Daily.