Nationalgeographic.co.id—Selama abad ke-13, peradaban Islam dan Eropa sedang bertikai dalam sejarah Perang Salib. Kedua peradaban begitu pesat secara militer, politik, dan ilmu pengetahuan di abad pertengahan.
Di saat keduanya bertikai, datanglah peradaban yang datang dari arah Asia Timur dan Asia Tengah yang punya ambisi menguasai dunia: Kekaisaran Mongol. Kekaisaran Mongol atau yang biasa disebut sebagai bangsa Mongol, saat itu telah menjadi isu yang dikaitkan dengan "pembawa kehancuran".
Kekaisaran Mongol merupakan ancaman bagi Kekaisaran Abbasiyah yang beribukota di Bagdad. Kekaisaran Abbasiyah sendiri pada masa puncaknya mencapai Asia Tengah seperti Tajikistan, Kirgizstan, dan Kazakhstan selatan. Ketika Kekaisaran Mongol bangkit, satu per satu kekuasaan Abbasiyah rontok dikuasai mereka.
Bagdad bukan hanya ibukota dan kota penting bagi Kekaisaran Abbasiyah, melainkan peradaban Islam. Kota ini dikenal sebagai pusat edukasi pada masanya karena ada banyak perpustakaan dan pusat pembelajaran yang didirikan sejak awal oleh Kekaisaran Abbasiyah.
Salah satu pusat pembelajaran adalah Baitul Hikmah yang berarti "Rumah Kebijaksanaan". Di sini ada banyak cendekiawan dunia terbaik pada masanya seperti universitas-universitas unggul di AS dan Inggris hari ini. Semua pembelajaran ada di sini, seperti kedokteran, zoologi, kartografi dan geografi, matematika, sastra, fisika, dan astronomi.
Yang tidak kalah penting dari Bagdad sebagai pusat pengetahuan, ada banyak naskah-naskah kuno yang tersimpan. Naskah-naskah tersebut berasal dari berbagai peradaban di dunia seperti India, Persia, Tiongkok, dan Yunani, yang telah diterjemahkan ke bahasa Arab. Penelitiannya pun didanai oleh lembaga pemerintah, termasuk oleh khalifah.
Namun masa cemerlang Bagdad sirna pada 1258 akibat kedatangan Kekaisaran Mongol. Dampaknya pun permanen, bahkan terhadap ilmu pengetahuan modern di Timur Tengah.
Kota Baghdad memang diincar oleh Kekaisaran Mongol. Ekspedisi yang dipimpin oleh Hulagu Khan ini menaklukkan kawasan Iran selatan, dilanjutkan dengan menghancurkan para Assassin—sekte Nizari Ismailiyah yang terkenal dengan kepiawaian dalam pembunuhan politik. Hanya Hulagu Khan yang berhasil mengalahkan mereka, setelah selama ini dianggap mustahil.
Kekaisaran Mongol tidak hanya berisi orang-orang dari stepa Asia Tengah. Beberapa di antaranya adalah pasukan yang dibawa dari Armenia, Tentara Salib Frank dari Antokhia dan orang Georgia, tentara muslim dari suku Turki dan Persia, dan orang Tiongkok. Saat Pengepungan Bagdad, mereka juga memiliki artileri untuk menghancurkan tembok yang menghalangi.
Akademisi Johns Hopkins University di bidang sejarah dan kebudayaan Timur Tengah Eamonn Gearon berpendapat bahwa masa kejayaan Bagdad terjadi saat Al-Musta'sim menjadi khalifah ke-37. Khalifah ini mengandalkan kekuatan dari luar, membuat Kekaisaran Abbasiyah bukan lagi kekuatan politik atau pusat peradaban Islam.
"Sayangnya bagi Bagdad, sejarah tidak meniali khalifah [Al-Musta'sim] sebagai khalifah terbesar dalam garis keturunannya. Berkemauan lemah, bahkan bermoral buruk. Al-Musta'sim lebih senang bergaul dengan musisi dan minum anggur daripada memerintah kerjaan yang sudah melemah," tulis Gearon di Wondrium Daily.
Belakangan, Kekaisaran Abbasiyah sudah mempunyai kebiasaan membayar upeti tahunan kepada Kekaisaran Mongol. Bahkan, Kekaisaran Abbasiyah pernah mengirimkan delegasi untuk penobatan Kaisar Mongol Mongke Khan pada 1251, yang membuatnya terlihat berada 'di bawah kuasa' Mongol.
Persembahan itu rasanya tidak cukup. Mongke bahkan bersikeras agar Khalifah Al-Musta'sim datang ke Karakorum untuk tunduk di bawah Kekaisaran Mongol. Al-Musta'sim menolak, sampai akhirnya Kekaisaran Mongol pun bergerak untuk menaklukkan Bagdad. Selain itu, kemilau ibukota Kekaisaran Abbasiyah juga menggoda Mongke untuk menguasainya lewat tangan Hulagu.
Dalam upaya Pengepungan Kota Bagdad, Kekaisaran Mongol mendesak Kekaisaran Abbasiyah untuk tunduk. Hulagu menawarkan Al-Musta'sim untuk menyerahkan diri atau kota Bagdad yang diambil alih. Entah karena pusing memikirkan posisinya, Al-Musta'sim justru menggunakan pilihan ketiga: tidak melakukan apa pun.
Januari 1258, Kota Bagdad pun dikepung dan Al-Musta'sim tidak menyadari bahwa Kekaisaran Mongol datang dengan kekuatan yang jauh lebih besar dari yang dikabarkan. Kekaisaran Abbasiyah tidak sempat meminta pertolongan dengan kekaisaran-kekaisaran Islam lainnya, dan juga memiliki masalah dengan mereka.
Semua upaya dikerahkan oleh Kekaisaran Mongol, mulai dari gali parit, membangun pagar kayu, menyiapkan pendobrak gerbang kota, sampai artileri dan catapult. Al-Musta'sim memilih bernegosiasi, tetapi Hulagu menolak karena sudah bukan waktunya.
Hulagu meminta agar umat Kristen Nestoria di Bagdad untuk mengurung diri dan memerintahkan tentaranya tidak mengganggu. Kebaikan Hulagu bukan karena dekat dengan Tentara Salib.
Kristen Nestoria dianggap aliran sesat oleh Gereja. Bahkan, Hulagu pun menanggap pihak Kristen dan Islam sama saja dalam sejarah Perang Salib yang harus ditundukkan. Alasan kebaikan Hulagu karena ibu kandungnya sendiri adalah pemeluk Kristen Nestoria, walau dirinya sendiri beragama Buddha.
Ketika pasukan Kekaisaran Mongol berhasil masuk Bagdad, Hulagu membiarkan pasukannya melakukan pemerkosaan, penjarahan, dan pembunuhan. Gearon memperkirakan ada sekitar 3.000 tokoh terkemuka di Bagdad seperti pejabat dan anggota keluarga pemerintah Kekaisaran Abbasiyah yang dihukum mati.
Sedangkan Khalifah Al-Musta'sim dalam kondisi ini ditahan sementara. Hulagu memaksa Khalifah untuk melihat kota yang sedang diporak-porandakan oleh pasukannya yang tanpa ampun. Setelah itu, Al-Musta'sim digulingkan dengan karpet lalu diinjak-injak pasukan kuda, seperti yang biasa dilakukan Kekaisaran Mongol dalam memberi hukuman mati.
Kota itu hancur dengan memakan banyak korban jiwa. Pasukan Kekaisaran Mongol meninggalkan kota itu penuh dengan bau busuk dan menghancurkan jaringan kanal yang mengairi lahan subur sekitarnya. Yang tersisa dari Bagdad adalah wabah penyakit yang dibawa oleh Kekaisaran Mongol.
Kerusakan kota lainnya akibat serangan Kekaisaran Mongol adalah pada masjid, perpustakaan, dan rumah sakit. Ada banyak buku-buku koleksi perpustakaan, termasuk Baitul Hikmah, dirobek dan dibuang ke sungai. Berbagai sumber ilmu pengetahuan berharga dari berbagai bidang sirna dalam beberapa hari.
Dengan jatuhnya Bagdad, Kekaisaran Mongol dapat bergerak lebih dalam ke peta politik Perang Salib yang sedang tertunda antara pihak muslim dan Kristen. Kelak, Kekaisaran Mongol mengubah arah laju perang.