Peristiwa Nakba 1948, Ketika Warga Palestina Terusir dari Tanahnya Sendiri

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 18 Oktober 2023 | 10:00 WIB
Kamp Pengungsian Jaramana di Damaskus, Suriah. Di sinilah warga Palestina harus mengungsi setelah peristiwa Nakba tahun 1948. Peristiwa tersebut menyebabkan perubahan atas hak kepemilikan tanah warga Palestina dengan Israel yang baru berdiri. (PD-Syria/Wikimedia Commons)

Ketika komunitas Yahudi di Palestina berkembang, pemindahan penduduk menjadi fokus utama dalam pertemuan Yishuv (lembaga eksekutif penduduk Yahudi) pada 1938. Arthur Ruppin yang merupakan kepala Yishuv bahkan menyatakan:"Saya tidak percaya pada pemindahan perorangan. Saya percaya pada pemindahan seluruh desa."

Inilah yang menjadi latar belakang peristiwa Nakba pecah di kemudian hari. Instruksi tersebut dilakukan ketika Israel berdiri sejak 1948 sampai hari ini.

Perubahan lahan semakin marak saat Perang Dunia I, ketika Timur Tengah menjadi kawasan pertempuran untuk menjatuhkan Kekaisaran Ottoman. Inggris yang berkuasa di Palestina dan kawasan lainnya di Levant, berjanji untuk masa depan bangsa Arab dan Yahudi zionis.

Inggris berjanji untuk mendirikan negara Arab setelah Komisarsi Tinggi Inggris di Mesir Sir Henry McMahon bertukar surat dengan Syarif Makkah Husain bin Ali. Bangsa Arab sudah sejak lama menghendaki kemerdekaan dari Kekaisaran Ottoman yang juga musuh Inggris dalam Perang Dunia I.

Kepada komunitas Yahudi, Menlu Arthur James Balfour berjanji dengan Baron Rothschild yang kelak menjadi Deklarasi Balfour. Deklarasi Balfour baru memperkenalkan national home (rumah bangsa) Yahudi di Palestina dan belum sah dianggap sebagai "negara Yahudi".

Akan tetapi, selama Palestina berada di bawah Inggris (1923—1948), gelombang migrasi bangsa Yahudi Eropa semakin tinggi, terutama saat Perang Dunia II pecah.

Perpindahan ini membuat gerakan zionis mengambil alih banyak lahan bangsa Arab Palestina. Hal ini memicu konflik antaretnis dan antaragama selama dekade 1920-an. Ketegangan memuncak pada 1930-an antara bangsa Arab, Yahudi, dan Inggris, terlebih pada 1936.

Palestina pun semakin panas dengan gencarnya teror oleh kelompok milisi zionis di Palestina. Mereka menghendaki berdirinya negara Yahudi di seluruh wilayah Palestina, bahkan sebagian negara Arab tetangga seperti Yordania.

Teror ini gencar selama Mandat Britania di Palestina oleh Irgun. Oleh Inggris dan AS, kelompok ini dicap sebagai organisasi teroris. Selama 1937—1948, Irgun melakukan pengeboman dan serangan lainnya di Palestina yang menyebabkan tewasnya ratusan warga sipil. Salah satu yang popular adalah pengeboman Hotel King David di Yerusalem pada 1946.

Selain Irgun, kelompok lainnya adalah Lehi yang didirikan oleh Abraham Stern pada 1940. Serangan kelompok ini menyasar orang Inggris dan Arab. Kelompok Lehi bahkan membunuh Menteri Residen Inggris untuk Timur Tengah Lord Moyne pada 1944.

Kedua kelompok bersenjata ini bersama menjadi aktor dalam penyerangan desa Deir Yasin yang dekat dengan Yerusalem pada 16 April 1948. Serangan Deir Yasin ini mendapat berbagai tanggapan, bahkan oleh ilmuwan Albert Einstein mengecam aksi terorisme tersebut.

Pembantaian di Deir Yasin merupakan salah satu rangkaian bersejarah dari peristiwa Nakba. Pengusiran penduduk juga dilakukan di Haifa, Jaffa, dan Yerusalem. Pembantaian dan pengusiran ini membuat warga Palestina mengungsi ke negara-negara lain, sementara tanah mereka dikuasai kalangan zionis yang berupaya mendirikan Israel.