Nationalgeographic.co.id—Setelah berhasil merebut Kota Bagdad dari Kekaisaran Abbasiyah pada 1258, Kekaisaran Mongol menyisiri Timur Tengah agar memperluas kuasanya. Mongke Khan yang berkuasa di Karakorum, ibukota Kekaisaran Mongol, menunjuk saudaranya bernama Hulagu Khan untuk menaklukkan sisa peradaban Islam di Timur Tengah dan Afrika Utara.
Sedangkan bagi peradaban Islam di Timur Tengah, abad ke-13 berada di tengah masa Perang Salib yang terus berlangsung dengan Tentara Salib Kristen dari Eropa. Sejak 1169, Kekaisaran Ayyubiyah berdiri menjadi penguasa baru di Timur Tengah menggantikan Kekaisaran Fatimiyah di Mesir.
Namun, Kekaisaran Ayyubiyah digeser oleh Kekaisaran Mamluk pada 1250. Kekaisaran ini mewariskan daerah kekuasaan Kekaisaran Ayyubiyah di Mesir, Libya, hingga pesisir Suriah dan Makkah.
Kekaisaran Mamluk menyadari bahwa Kekaisaran Mongol sangat berambisi untuk menguasai dunia. Sebelum Kekaisaran Abbasiyah hancur, mereka telah mendengar bahwa Kekaisaran Mongol bergerak menuju Timur Tengah.
Alih-alih bekerja sama, tampaknya hubungan Kekaisaran Mamluk dan Kekaisaran Abbasiyah tidak berkawan. Padahal keduanya memiliki ancaman bersama: Tentara Salib dan Mongol. Ketika Bagdad dikepung, Kekaisaran Abbasiyah tidak meminta pertolongan ke Kekaisaran Mamluk.
Setelah menjarah, menghancurkan Bagdad, dan menggulingkan pemimpin Kekaisaran Abbasiyah, bangsa Mongol mulai bergerak menuju Suriah pada 1260. Pergerakan ini merupakan lanjutan untuk menguasai sisa-sisa Kekaisaran Abbasiyah.
Kota yang dikuasai satu per satu adalah Aleppo dan Damaskus. Keduanya pun menyerah. Setelah jatuhnya Bagdad, kota penting bagi peradaban Islam pun pindah ke Kairo di mana Kekaisaran Mamluk berkuasa. Kepenguasaan bangsa Mongol di Suriah menjadi ancaman pada Kekaisaran Mamluk yang saat itu dipimpin Sultan Sayf ad-Din Qutuz.
Pada saat bersamaan, Tentara Salib menguasai pesisir barat Timur Tengah dengan mendirikan kerajaan seperti Kerajaan Yerusalem, Kerajaan Antiokia, dan Keadipatian Tripoli. Pihak Tentara Salib memandang Kekaisaran Mongol sebagai ancaman baru, tetapi harus berfokus kepada serdadu muslim.
Oleh karena itu, Tentara Salib lebih bersifat netral dalam perseteruan antara Mongol dan Mamluk. Dalam posisi netral ini, Tentara Salib mengizinkan tentara Kekaisaran Mamluk lalu-lalang melewati wilayah mereka tanpa diganggu.
Karakorum memanggil
Pada tahun yang sama, Hulagu mengirim dua utusan ke Kairo untuk membawa surat ancaman. Isi surat itu meminta agar Mamluk tunduk. Qutuz merespons dengan memenggal kedua utusan itu dan kepalanya ditaruh di gerbang Kairo.
Sementara itu, posisi Kekaisaran Mongol di Persia dan Suriah tersendat oleh kematian Khan Agung Mongke Khan. Informasi ini baru sampai ke Hulagu yang merupakan adik dari Mongke. Kematian ini berpengaruh pada perebutan kekuasaan Kekaisaran Mongol di seluruh tanah kuasanya.
Hulagu pun harus ke Karakorum saat hubungannya dengan Kekaisaran Mamluk memanas. Dia tidak berminat menjadi Khan Agung, tetapi dia datang karena ingin melihat adiknya yang berkuasa di Tiongkok, Kubilai Khan, dilantik.
Proses pewarisan takhta di Kekaisaran Mongol terganggu akibat Ariq-Boke yang berkuasa di Mongolia meminta dirinya sebagai Khan Agung. Perselisihan ini membuat Hulagu terpaksa membawa sebagian pasukannya untuk bersiap jika ada perebutan.
Hulagu menyisakan 20.000 tentara di Suriah dengan komando dipegang oleh jenderalnya yang bernama Ketbuqa. Qutuz melihat momen ini berharga untuk memukul mundur mereka yang hendak mengancam Kekaisaran Mamluk. Pasukan dengan kekuatan yang kurang lebih setara maju menuju Palestina.
"Mata Jalut"
Kedua pihak bertemu di Ayn Jalut yang secara harfiah berarti Mata Air Jalut atau Mata Jalut. Lokasinya berada di Lembah Yizreel Palestina (kini berada di Harod Springs, Israel).
Kekaisaran Mamluk sangat mengenali medan pertempuran. Kemampuan militer mereka cukup baik karena menggunakan senjata api awal seperti meriam genggam yang dapat menakut-nakuti kuda bangsa Mongol. Taktik menggunakan senjata api ini sepertinya telah diperkenalkan oleh bangsa Mongol itu sendiri ke Timur Tengah.
Taktik pertempuran Qutuz juga mengadopsi dari bangsa Mongol saat melawan Ketbuqa. Mereka mengirim sebagian kecil pasukannya ke barisan depan musuh, dan berpura-pura mundur.
Taktik yang diadopsi adalah dengan memancing musuh untuk menyergap. Selanjutnya, dari bukit Pasukan Kekaisaran Mamluk lainnya menyergap. Pertempuran ini membuat Kekaisaran Mamluk unggul terhadap Kekaisaran Mongol.
Pasukan Kekaisaran Mamluk bahkan berhasil menangkap Ketbuqa yang enggan melarikan diri saat kalah. Dia pun mengancam bahwa kelak kematiannya akan memancing Hulagu Khan menyerang Kairo. Qutuz segera memerintahkan prajurit untuk memenggalnya.
Pertempuran Ain Jalut memang membuat kerugian bagi kedua belah pihak. Hulagu yang telah kembali ke Suriah pada 1262 berniat membalas dendam. Namun, kondisi Kekaisaran Mongol masih terganggu dengan masalah perselisihan internal di Mongolia.
Gerombolan Emas yang dipimpin Berke Khan ternyata mualaf, masuk Islam. Gerombolan Emas ini merupakan bagian dari Kekaisaran Mongol yang berkuasa di Ukraina, Rusia, Azerbaijan, dan Kazakhstan. Berke berencana untuk menyerang Hulagu dan berjanji untuk balas dendam atas peristiwa di Bagdad.
Situasi ini membuat upaya Hulagu dalam berbagai serangan menuju Kairo gagal. Sempat Hulagu menang pada 1300, tetapi Kekaisaran Mamluk segera membalikkan keadaan. Inilah titik balik dari usaha bangsa Mongol menguasai dunia dengan perpecahan internal. Titik balik ini juga menyelamatkan peradaban Islam yang tersisa dari kejatuhan di tengah Perang Salib.