Untuk menghormati Helios dalam mitologi Yunani, permainan Panhellenic Halieia diadakan di pulau itu setiap lima tahun. Setiap tahun sebuah kereta dan empat kuda (quadriga) dilemparkan ke laut sebagai persembahan kepada Dewa Matahari.
Patung perunggu Helios yang terkenal, yang dikenal sebagai Colossus of Rhodes, dianggap sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Kuno. Dengan tinggi 33 meter, sosok Helios yang berdiri sangat besar mendominasi pelabuhan kota.
Patung itu dibangun antara tahun 304 dan 280 SM. Bangunan ini roboh akibat gempa bumi pada tahun 228 atau 226 SM.
Dewa Apollo dikaitkan dengan Matahari sejak abad ke-5 SM, dan hubungan tersebut menjadi semakin kuat sejak periode Helenistik. Sebagian besar berkat pengaruh para filsuf Yunani yang mulai lebih mementingkan benda langit.
Apollo dan Helios kemudian menjadi hampir sama, sama seperti Hyperion dan Helios pada periode Archaic dalam mitologi Yunani.
Bangsa Romawi melangkah lebih jauh dan menjadikan Helios, juga dikenal sebagai Sol, sebagai dewa pemujaan yang penting. Circus Maximus di Roma, misalnya, memiliki kuil yang didedikasikan untuk Sol dan Luna (Bulan) dari abad ke-3 SM.
Pemujaan terhadap Sol menjadi semakin penting pada masa Kekaisaran Romawi. Khususnya pada masa pemerintahan kaisar abad ke-3 M, Elagabalus dan Aurelian. Yang terakhir ini bahkan adalah putra seorang pendeta Matahari.
Interpretasi Helios dalam Seni
Helios muncul dalam segala bentuk seni mitologi Yunani dan Romawi. Ia biasanya digambarkan sebagai seorang pemuda yang mengenakan mahkota sinar matahari.
Helios sering kali berada di latar belakang atau tepi adegan dalam dekorasi tembikar Yunani sambil mengendarai kereta emasnya.
Namun, dalam sebuah kalyx-krater bergambar merah (sekitar 420 SM), yang sekarang ada di British Museum, dia menjadi pusat perhatian. Sementara di depannya, anak-anak laki-laki muda yang melambangkan bintang-bintang turun ke dalam laut ketika dia mendekat.