Bagaimana Kehidupan Sehari-hari di Kekaisaran Jepang Abad Pertengahan?

By Tri Wahyu Prasetyo, Senin, 6 November 2023 | 08:00 WIB
Status sosial perempuan di zaman Edo Kekaisaran Jepang dipandang rendah. ()

Nationalgeographic.co.id—Kehidupan di Kekaisaran Jepang pada Abad Pertengahan sangat beragam dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor sejarah, sosial, dan budaya.

Kelas atas memiliki pakaian yang lebih baik dan lebih berwarna, menggunakan porselen asing yang mahal. Sementara kelas bawah harus puas dengan katun polos, makanan seadanya, dan sebagian besar disibukkan dengan bertahan hidup dari krisis kelaparan.

Meski begitu, menurut Mark Cartwright, seorang sejarawan yang berbasis di Prancis, “banyak kegiatan budaya Jepang abad pertengahan yang terus berkembang hingga saat ini.”

Masyarakat Kekaisaran Jepang Abad Pertengahan

Menurut Mark, masyarakat Jepang pada abad pertengahan dibagi menjadi beberapa kelas berdasarkan fungsi ekonomi mereka. 

Di bagian atas adalah kelas prajurit samurai, kemudian turun ke bangsawan pemilik tanah, pendeta, petani dan buruh tani, pengrajin, dan pedagang. “Para pedagang dianggap lebih rendah secara sosial daripada petani pada periode abad pertengahan.”

Ada juga sejumlah orang yang terbuang secara sosial. Mereka adalah orang yang bekerja dalam profesi yang tidak ‘diinginkan' seperti “tukang jagal dan penyamak kulit, aktor, pengurus rumah tangga, dan penjahat.”

Ada beberapa pergerakan di antara kelas-kelas seperti petani yang menjadi prajurit, terutama selama perang saudara yang sering terjadi pada masa itu.

Pernikahan di Kekaisaran Jepang Abad Pertengahan

Pernikahan adalah urusan yang lebih formal di kalangan kelas atas. Sementara di masyarakat pedesaan lebih santai, bahkan hubungan seks pranikah diizinkan berkat tradisi yohai atau 'kunjungan malam' di antara sepasang kekasih.

Di era Jepang Kuno, seorang pria yang sudah menikah sering tinggal di rumah keluarga istrinya, tetapi pada abad pertengahan, hal ini dibalik.

“Dalam kasus istri samurai, mereka diharapkan untuk mempertahankan rumah saat suami mereka tidak ada di medan perang,” kata Mark. “Para istri samurai diberi hadiah pisau pada saat pernikahan mereka sebagai simbol tugas ini.”