'Darah Bumi' Terpotret Astronaut dari Stasiun Antariksa Internasional

By Utomo Priyambodo, Selasa, 7 November 2023 | 19:00 WIB
Penampakan 'darah bumi' di Madagaskar. Perairan Delta Sungai Betsiboka di Madagaskar berwarna coklat kemerahan pada 30 September 2023. (ISS/NASA)

Nationalgeographic.co.id—Ketika para astronaut di Stasiun Antariksa Internasional (ISS) melayang lebih dari 400 kilometer di atas permukaan bumi, bukanlah hal yang aneh untuk melihat pemandangan berdarah di Bumi. Sebab, planet ini memang mengeluarkan cairan merah seperti darah.

Ada banyak penyebab di balik fenomena ini. Seperti yang dijelaskan oleh NASA Earth Observatory, kedua foto ini (atas dan bawah) dipotret menggunakan kamera digital Nikon sederhana pada bulan September 2023 oleh anggota kru Ekspedisi 69 dan kru Ekspedisi 70 lainnya.

Foto pertama (bawah), dipotret pada tanggal 7 September, menunjukkan Laguna Colorada di Andes Bolivia. Laguna ini membentang di sisi Amerika Selatan.

Di gambar ini, rona merah berkarat merupakan hasil dari pertumbuhan alga merah. Alga bisa tumbuh sedemikian luas karena kondisi lingkungan yang optimal untuk kehidupan organisme tersebut, terutama di perairan dangkal yang sangat asin.

Proses serupa terjadi di perairan lain di dunia. Misalnya Great Salt Lake di Utah yang sering kali berubah warna menjadi merah jambu tua.

Bahkan mungkin itulah alasan mengapa Alkitab menyebutkan Sungai Nil mengalir dengan darah pada saat terjadi wabah dan perselisihan.

Penampakan 'darah bumi' ini Laguna Colorada atau Laguna Merah di Andes Bolivia yang dipotret pada 7 September 2023. (ISS/NASA)

Foto kedua (paling atas), diambil pada 30 September. Foto ini memperlihatkan Delta Sungai Betsiboka di Madagaskar.

Meski air di gambar kedua ini terlihat mirip dengan foto pertama, ada proses berbeda yang menyebabkan warnanya. Dalam hal ini, Sungai Betsiboka menjadi merah karena sedimen kaya zat besi di perairannya.

Ini adalah proses yang mirip dengan Blood Falls yang terkenal di Antarktika Timur, menurut IFL Science. Situs yang menarik secara visual ini pertama kali dilihat oleh manusia pada tahun 1911 oleh penjelajah Inggris Thomas Griffith "Grif" Taylor dalam salah satu ekspedisi awal Antarktika oleh orang Eropa.

Pada saat itu, Grif dan krunya mengira warna cerah tersebut disebabkan oleh ganggang merah. Dugaaan Grif yang keliru tersebut dapat dimaklumi untuk zamannya.

Namun, sebuah penelitian pada tahun 2023 menemukan bahwa menganalisis sampel air Blood Falls. Para peneliti menemukan banyak bola nano (bola berukuran nano atau sangat kecil) kaya zat besi yang berubah menjadi merah ketika teroksidasi.