Ninja: dari Mata-Mata Kekaisaran Jepang hingga Pahlawan di Budaya Pop

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 11 November 2023 | 18:00 WIB
Dalam kesunyian, ninja yang berpakaian gelap memata-matai, menyabotase, dan membunuh di Kekaisaran Jepang. Semua dilakukannya tanpa meninggalkan jejak. Kini, ninja menjadi karakter Jepang yang populer dalam buku dan film modern. (Romeo A/Unsplash)

Kecerdasan tersebut menjadikan shinobi sangat berharga bagi pendukungnya, kata sejarawan Yamada Yuji, wakil presiden Pusat Penelitian Ninja Internasional di Universitas Mie Jepang. “Anda perlu mengetahui topografi posisi musuh, kondisi persediaan makanannya, struktur istananya. Tugas shinobi adalah untuk mendapatkan informasi penting semacam ini. Mereka akan menyusup ke wilayah musuh dan memastikan letak wilayahnya. Lalu menciptakan kekacauan melalui tindakan sabotase dan pembakaran.”

Asal-usul seni ninja di Kekaisaran Jepang

Sebagai tentara bayaran, ninja berperang untuk panglima perang di seluruh Kekaisaran Jepang. Gunpo Samurai Youshuu, kamus darurat militer samurai, menyebutkan bahwa shinobi era feodal terbaik berasal dari provinsi tetangga Iga dan Koka.

Pada abad ke-14, sekitar dua lusin sekolah ninja bermunculan di seluruh Kekaisaran Jepang. Menurut Bansenshukai abad ke-17, ensiklopedia tentang seni ninja, disiplin ninjutsu mendapat inspirasi dari taktik gerilya Sun Tzu.

Bansenshukai menggambarkan seni ninja sebagai keterampilan sosial, teknik percakapan, bantuan memori, teknik transmisi, kedokteran, astronomi dan ilmu sihir. Ninja dilatih untuk menggunakan kecerdasan dan pengetahuan mereka yang luas untuk menyusup ke lingkungan sosial apa pun. Bila berhasil masuk ke markas musuh, ninja harus mendapatkan pengetahuan dan melarikan diri dengan aman. Mereka kemudian melaporkan temuan kepada pelindung mereka.

Secara psikologis, seorang ninja yang baik membutuhkan disiplin diri yang kuat dan kemurnian pikiran. Kata Yuji: “keadaan mental yang sangat tenang, di mana seseorang tidak akan bergeming bahkan jika pisau terhunus menempel di dadanya.”

Sebagai ahli penyamaran, ninja sering kali menyusup ke target mereka bukan di malam hari, melainkan di siang hari bolong. Ninja bisa menyamar sebagai pedagang atau pendeta Buddha. Mereka menggunakan banyak alat umum, seperti sabit dan pedang, sebagai senjata agar bisa berbaur dengan petani.

Ninja juga terkenal membawa shuriken, bintang ninja. Bilah lempar genggam berukuran saku ini dapat dengan mudah disembunyikan dan digunakan untuk melucuti senjata lawan.

Kebangkitan ninja dalam budaya pop

Dengan cerita yang penuh warna, tidak mengherankan jika ninja menjadi ikon budaya pop Jepang. Walikota Iga, Okuse Heishichiro, memainkan peran besar dalam membawa ninja di kalangan masyarakat tahun 1950an. Ia membangun Museum Keajaiban Ninjutsu. Banjir buku, artikel, dan fiksi pun menyusul setelah itu.

Bila di masa lalu ninja menjauhi ketenaran, lain halnya dengan zama modern. Ninja makin populer dalam budaya pop berkat film, video gim, dan buku. (Public Domain)

Ninja semakin populer dengan adanya adegan ninja dalam film James Bond tahun 1967, You Only Live Twice. Pada tahun 1980-an, ninja berkembang menjadi bisnis besar, muncul secara luas di film, TV, video gim, mainan, dan komik. Bahkan penamaan produk—mulai dari blender, sepeda motor, hingga parfum, pun menggunakan kata ninja.

Teenage Mutant Ninja Turtles menjadi serial animasi terkenal. Dan mainan yang berkaitan dengan serial itu menjadi salah satu action figure terlaris sepanjang masa.

Bila di masa lalu ninja menjauhi ketenaran, lain halnya dengan zama modern. Ninja makin populer dalam budaya pop berkat film, video gim, dan buku.