Aliansi Bangsa Mongol dan Prancis dalam Sejarah Perang Salib

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 29 November 2023 | 12:40 WIB
Kekalahan dari Pertempuran Homs pada 1281 membuat Kekaisaran Ilkhanat Mongol mencari cara untuk menaklukkan Mamluk, Mesir. Kekalahan ini mendorong Mongol beraliansi dengan Prancis yang tidak pernah membuahkan kemenangan mutlak dalam sejarah Perang Salib. (Hayton of Coricos/Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Kembali ke sekitar abad ke-13, Kekaisaran Mongol merupakan kekuatan yang mengerikan bagi banyak peradaban di dunia. Mereka pun terlibat dalam Perang Salib yang kehadirannya menjadi ancaman nyata bagi kerajaan-kerajaan Islam Timur Tengah dan Kekristenan Eropa.

Mungkin kengerian terhadap bangsa Mongol hanya pada kerajaan-kerajaan di Eropa Timur terhadap Gerombolan Emas yang berbasis di Rusia dan Asia utara. Kenyataannya, beberapa kerajaan Kekristenan Eropa, khususnya Prancis, tertarik untuk membentuk aliansi dengan Kekaisaran Ilkhanat Mongol.

Pada masanya, Kekaisaran Ilkhanat berkuasa dari Tukri, Suriah, Iran, hingga sebagian Asia Tengah selama Perang Salib. Kekaisaran inilah yang sebelumnya menghancurkan Kekaisaran Abbasiyah dengan mengepung Bagdad pada 1258.

Jatuhnya Bagdad membuat Prancis menilai ulang pandangan mereka terhadap bangsa Mongol. Kondisinya saat itu, Prancis juga tengah berseteru dengan Inggris. Bersekutu dengan Mongol dapat melancarkan misi lama yang diserukan oleh paus untuk menguasai Tanah Suci.

Melihat Mongol dari kacamata Prancis

Ini bukan pertama kalinya Prancis bersekutu dengan bangsa non-Eropa untuk berperang di Timur Tengah. Pada abad ke-8 dan 9, mereka sempat bersekutu dengan Kekaisaran Abbasiyah untuk melawan Kekaisaran Umayyah.

Persekutuan itu bentuk pertama kali oleh Pepin si Pendek yang berkuasa di Prancis dari 751—768 dan Sultan al-Mansur yang berkuasa 754—775 di Abbasiyah. Hubungan ini berlanjut di bawah pemerintahan Charlemagne (berkuasa 768—814) dan Harun al-Rashid (berkuasa 786—809).

Ketika Perang Salib I usai, kegagalan melanda kerajaan-kerajaan Kekristenan di Eropa. Mereka sangat berharap akan adanya kekuatan dari Timur yang bisa menjadi sekutu, seperti Prancis dan Abbasiyah di masa lalu. Kerajaan-kerjaan Eropa berharap adanya kabar baik, terutama saat beredar rumor legenda Presbiter Yohanes dari Timur.

Setelah Perang Salib VII (1248—1254), bangsa Mongol datang menguasai dataran Persia. Kabar kekuatan baru dari Timur seperti ini sudah lama dinantikan. Hanya saja, kekuatan ini tidak berkaitan dengan Presbiter Yohanes. Bangsa Mongol sendiri datang dari Timur Jauh yang dipimpin oleh Khan Agung. Dari sinilah, Prancis mulai berpikir untuk beraliansi dengan Mongol.

Raja Prancis Louis IX atau Santo Louis ditangkap pada Perang Salib VII dalam Pertempuran Fariskur. Pertempuran ini membawa kegagalan Prancis saat bersekutu dengan Kekaisaran Ilkhanat Mongol untuk melawan Mamluk. (Gustave Doré/Public Domain)

Mongol terbantukan dengan hadirnya Prancis

Sementara bagi bangsa Mongol, bangsa lain dianggap sebagai musuh, baik muslim maupun kristiani yang sedang berperang merebut Yerusalem. Namun, cara pandang mereka sedikit berbeda terhadap Prancis.