Nationalgeographic.co.id—Bagi Amerika Serikat, Hindia Belanda dipandang sebagai kawasan yang kaya akan sumber daya alam. Meski demikian, AS tidak melakukan intervensi dengan negara koloni Belanda di Asia Tenggara tersebut.
Pada awalnya, AS dan Hindia Belanda hanya memiliki hubungan diplomatik biasa sampai 1930-an. Hubungan dengan Hindia Belanda yang hanya berlangsung dengan perdagangan sejak 1805.
Rupert Emerson dalam buku The Netherlands Indies and the United States mengungkapkan, AS pada 1920-an tidak begitu banyak terlibat dalam urusan politik Hindia Belanda. AS terikat pada Pakta Empat Negara dari Konferensi Washington tahun 1901.
Di dalam Pakta Empat Negara itu, terdapat resolusi yang dibuat "untuk menghormati hak-hak Belanda terkait kepemilikan kepulauan mereka di Samudra Pasifik". Maka, AS tidak mengikuti urusan Belanda dan pulau-pulau koloninya, secara politis. Namun, kondisinya akan berubah setelah Perang Dunia II.
Ketegangan antara Hindia Belanda dan AS sempat terjadi dalam permasalahan dagang. Beberapa komoditas Hindia Belanda jadi impor terbesar AS selama dekade 1930an seperti karet, timah, dan kina. Ancaman itu semakin nyata ketika Kekaisaran Jepang hadir sebagai kekuatan ekonomi yang baru pada dekade yang sama.
Akibatnya, impor Hindia Belanda dari Jepang meningkat pesat, dan menurun drastis kepada Belanda dan Inggris pada 1930-an. Kondisi ini mendorong Belanda untuk mengontrol koloninya untuk membatasi pengaruh Kekaisaran Jepang.
AS memandang, kontrol yang dilakukan Belanda terhadap perusahaan-perusahaan minyaknya adalah cara memasok perdagangan minyak Hindia Belanda ke Jepang. Akibatnya, minyak produksi AS tidak lagi diimpor oleh Jepang.
Walau tidak ada kepentingan, AS bereaksi dengan memasukkan minyak Hindia Belanda sebagai sebagai bagian dari embargo total ekspor minyak ke Jepang. AS khawatir bahwa hubungan perdagangan ini kelak akan membuat Belanda menuruti tuntutan Jepang, sebagaimana dalam catatan Dubes Amerika di Prancis William Bullitt tahun 1937.
Ketakutan Belanda punya dasar. Kemajuan Jepang mengisyaratkan akan adanya ancaman menjelang Perang Dunia II. Meski demikian, Belanda masih yakin bahwa "armada Amerika akan melindungi koloni mereka di Hindia Timur," kata PM Prancis Camille Chautemps saat bertukar kabar dengan Bullitt.
Hubungan perdagangan Belanda dan Kekaisaran Jepang semakin alot. Hal ini membuat Jepang, melalui Menlu Hachiro Arita, membuka jalan baru bagi pengaruh Jepang agar lebih dominan di Hindia. Menlu AS Cordell Hull menilainya sebagai tindakan agresif, dan khawatir ada niat Jepang menguasai Hindia Belanda.
Menjelang Perang Dunia II, Jepang semakin menjadi-jadi. Banyak pers dan masyarakat di AS mendesak agar AS melakukan serangan di Pasifik. Beberapa esai bermunculan mendesak bahwa pulau-pulau di Pasifik sangat strategis dan ekonomis, sehingga perlu dikuasai sebelum Jepang.