Posisi AS pada Sejarah Kemerdekaan Indonesia, dari Belanda ke Republik

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 21 November 2023 | 11:00 WIB
Amerika Serikat dengan kapal USS Renville, menjadi penyelenggara kesepakatan antara Kerajaan Belanda dan Republik Indonesia dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Perjanjian itu diselenggarakan Senin, 8 Desember 1947. Perjanjian ini menandakan AS punya keterlibatan dalam upaya kemerdekaan Indonesia
Amerika Serikat dengan kapal USS Renville, menjadi penyelenggara kesepakatan antara Kerajaan Belanda dan Republik Indonesia dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Perjanjian itu diselenggarakan Senin, 8 Desember 1947. Perjanjian ini menandakan AS punya keterlibatan dalam upaya kemerdekaan Indonesia (Public Domain/Nationaal Museum van Wereldculturen)

Tentara Nasional Indonesia—Brigade Garuda Mataram, Militer Akademi, Brigade 16 (Kris), TP dan TGP, di bawah pimpinan Letkol. Soeharto sebagai Komandan Wehrkreise III. Mereka bergerilya melawan pasukan Belanda di Kota Yogyakarta dan sekitarnya sejak Desembar 1948 hingga Juni 1949.
Tentara Nasional Indonesia—Brigade Garuda Mataram, Militer Akademi, Brigade 16 (Kris), TP dan TGP, di bawah pimpinan Letkol. Soeharto sebagai Komandan Wehrkreise III. Mereka bergerilya melawan pasukan Belanda di Kota Yogyakarta dan sekitarnya sejak Desembar 1948 hingga Juni 1949. (IPPHOS)

Jika AS mendukung gerakan nasionalis di negeri-negeri jajahan di Asia Tenggara, mungkin membahayakan kepentingannya untuk memengaruhi politik dan praktik ekonomi di Eropa. Padahal, AS sendiri adalah negara terkemuka yang merancang Piagam PBB untuk mewujudkan kemerdekaan.

Belanda sendiri adalah sekutu paling setia yang mendukung berbagai program AS di Eropa. Washington juga memberikan dukungan terhadap Belanda, termasuk dalam urusan kepemilikan koloninya. Dalam Marshall Plan, Hindia Belanda, terutama di Sumatra dan Jawa, harus dikuasai Belanda untuk membangkitkan kebutuhan ekonomi.

"Hindia Belanda merupakan satu-satunya koloni Eropa yang dimasukkan ke dalam cetak biru Marshall Plan," terang Gouda dan Zaalberg dalam buku yang membahas sejarah kemerdekaan Indonesia itu.

"Tidak dapat dipungkiri, bantuan keuangan dari Belanda memperkuat pengaruh politik Belanda di kepulauan ini, meskipun hanya karena bantuan Marshall Plan memperkuat kemampuan Den Haag untuk menerapkan embargo ekonomi yang ketat terhadap Republik merdeka di Yogyakarta."

Ditambah, AS secara diam-diam mengizinkan tentara Belanda bercokol di Indonesia bersama bantuan senjata dari Inggris. Namun, tampaknya Washington cuci tangan dengan mengeluarkan perintah menghapus lambang AS dari peralatan komando militer ke Asia Tenggara. Misi ini, seperti dalam buku sejarah, bermaksud melucuti senjata Jepang.

Dalam PBB, AS masih menentang keanggotaan Republik Indonesia dalam Komisi ekonomi PBB untuk Asia dan Timur Jauh (ECAFE). Sikap AS ini dianggap oleh Belanda sebagai lampu hijau untuk Agresi Militer ke Indonesia yang beribu kota di Yogyakarta pada Desember 1948.

Belanda sangat bergantung pada AS. Pada Oktober 1947 saja, Belanda mengalihkan kredit dari AS sebesar 26 juta dolar AS untuk membangun militer Angkatan Darat di Eropa, membeli senjata, dan perbekalan pasukan untuk ke Indonesia.

Titik balik posisi AS Mendukung Indonesia

Setahun berikutnya, gerakan komunisme sangat santer di Asia Tenggara. Dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, PKI melakukan perlawanan di Madiun. AS berpikir, gejolak komunisme ini berpindah dari Eropa ke Asia Tenggara, menandakan bahwa Marshall Plan berhasil memulihkan perekonomian negara-negara Eropa.

Keberhasilan ini membuat AS membahas kembali urusan luar negerinya terkait isu-isu kebijakan yang paling mendesak pada 1948. Beberapa di antaranya seperti Indonesia, Vietnam, Burma, Semenanjung Malaya, Filipina, dan Tiongkok. Hal ini kemudian mengubah pandangan Washington ke depannya.

Perubahan orientasi AS terhadap negara-negara Asia Tenggara, sebenarnya, sudah muncul ketika Menlu George C. Marshall ketika membahas kemerdekaan Indonesia dengan kedutaan AS di Den Haag pada 1947. Marshall menimbang, gerakan nasionalisme di Asia Tenggara sebenarnya merupakan masalah strategis bagi kolonialisme Eropa dan AS.