Rumah Murah dari Sampah Popok, Terobosan Arsitektur Indie di Bandung

By Utomo Priyambodo, Sabtu, 18 November 2023 | 19:24 WIB
Anjar Primasetra berpose di sebuah rumah tipe 36 yang terbuat dari sampah popok di Bandung. Anjar adalah salah satu anggota tim arsitek yang membangun rumah murah yang sebagian material bangunannya berasal dari sampah popok itu. (Donny Fernando)

Nationalgeographic.co.id—Sekelompok arsitek di Bandung membangun sebuah rumah yang sebagian materialnya berasal dari sampah popok. Inovasi ini adalah sebuah terobosan yang bisa membantu menyelesaikan dua masalah sekaligus.

Pertama, masalah lingkungan, persisnya problem sampah popok yang sulit terurai dan sulit didaur ulang. Kedua, masalah terbatasnya sumber daya untuk pembangunan rumah. Terutama pasir yang merupakan sumber daya alam yang jika dieksploitasi terus-menerus bisa menjadi langka dan bahkan habis.

National Geographic Indonesia berkesempatan berbincang dengan tim arsitek di Bandung ini. Mereka semua adalah lulusan S-2 bidang arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB) dan salah satu di antaranya baru saja menyelesaikan studi S-3 di bidang arsitektur di University of Kitakyushu, Jepang.

Siswanti Zuraida, sang lulusan kampus Jepang, mempublikasikan hasil riset eksperimental pembuatan rumah dari sampah popok itu di jurnal Scientific Reports terbitan Nature dan mendapat sorotan banyak media internasional. Sisda, sapaan Siswanti, mengatakan makalah riset itu merupakan "bagian disertasi saya."

Dalam makalah risetnya Sisda memaparkan hasil tes uji material dan perhitungan teknis yang membuktikan bahwa material komposit yang sebagian bahannya berasal dari sampah popok terbukti kuat untuk menopang rumah yang mereka bangun. Secara teknis sampah popok bisa menggantikan material pasir hingga persentase tertentu sehingga tetap memiliki kekuatan yang sesuai standar keamanan bangunan.

Sebuah rumah tipe 36 yang mereka buat menggunakan total sekitar 1,7 meter kubik limbah popok, yang merupakan sekitar 8 persen dari total volume material komposit. "Itu kurang lebih sekitar 200 buah popok,” kata Sisda.

Rumah prefabrikasi tipe 36 di Bandung ini dibangun dengan menggunakan olahan sampah popok sebagai pengganti sebagian material pasir. Bentuknya seperti lego. (Donny Fernando)

Namun lebih lanjut Sisda dan rekan-rekannya menghitung bahwa limbah popok dapat menggantikan 27 persen material pasir untuk prototipe rumah satu lantai mereka. Adapun untuk komponen arsitektural seperti dinding dan lantai beton, proporsi penggunaan limbah popok dapat digunakan sebanyak 40 persen. Ini artinya serpihan sampah popok bisa mensubstitusi penggunaan pasir sebanyak 40 persen.

Penggunaan sampah popok sebagai pengganti pasir ini, menurut perhitungan Sisda, bisa memangkas biaya pembangunan rumah hingga hampir sepertiganya. Ini tentu merupakan opsi bagus untuk pembangunan rumah murah bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah di Indonesia.

"Kalau misalnya si popoknya itu udah jadi materialnya, itu bisa hemat sampai 30% dari total biaya pembangunan," ujar Sisda. "Tapi itu di luar ngolah si popoknya. Jadi di luar ngumpulinnya, ngebersihinnya, motong-motongnya."

"Kalau kemarin skemanya karena kami itu semuanya swadaya. Jadi, popoknya dari anak kami sendiri, misalnya, motong-motongnya kami sendiri pakai gunting alat-alat di rumah, ya bisa hemat 30%."

Siswanti Zuraida di salah satu jendela rumah murah yang terbuat dari sampah popok. Makalah riset eksperimental Sisda soal rumah ramah lingkungan ini mendapat sorotan media-media internasional. (Donny Fernando)