Nationalgeographic.co.id—Orang utan merupakan makhluk yang cerdas. Ketika berada di lingkungan yang sangat berbeda dari tempat asalnya, mereka dapat belajar untuk beradaptasi dengan apa yang dilihatnya. Perilaku adaptasi ini juga termasuk memilih makanan di tempat yang asing sama sekali sebagai individu migran.
Hal itu diungkap oleh para peneliti dalam publikasi ilmiah di Frontiers in Ecology and Evolution pada 5 Juli 2023. Makalah bertajuk "Migrant orang utan males use social learning to adapt to new habitat after dispersa" ini mengamati keputusan orang utan dalam memilih makanan di lingkungan yang berbeda dari tempat asalnya.
"Di sini kami menunjukkan bukti bahwa orang utan jantan migran menggunakan pembelajaran sosial observasional untuk mempelajari pengetahuan ekologi baru dari individu lokal setelah menyebar ke daerah baru,” kata Julia Mörchen, penulis utama studi dari Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology, seperti yang dikutip dari Frontiers Science News.
Penelitian ini sangat penting untuk memahami orang utan. Spesies unik yang hanya ada di Asia Tenggara ini bergantung pada induknya lebih lama dibandingkan hewan bukan manusia lainnya, sebelum akhirnya menemukan cara, memilih, dan mengolah berbagai jenis makanan.
Seperti manusia, orang utan juga merantau
Saat masih anak-anak, orang utan bisa menyusui hingga enam tahun dan tinggal bersama induknya hingga lebih dari tiga tahun. Induk akan memperkenalkan beberapa makanan kepada anaknya dari lingkungan sekitarnya.
Namun ketika sudah dewasa, orang utan jantan akan meninggalkan induknya dan berpindah ke tempat yang lebih jauh dari tempat kelahirannya. Kebiasaan ini menyerupai manusia yang sudah dewasa untuk merantau. Kondisi ini berbeda dengan orang utan betina yang cenderung menetap di wilayah asalnya, berdasarkan tatanan sosial orang utan.
“Ini menyiratkan bahwa selama migrasi, pejantan kemungkinan besar akan menemukan beberapa tipe habitat dan mengalami beragam komposisi fauna, terutama saat melintasi habitat dengan ketinggian berbeda," kata Mörchen.
Ada pun yang bernasib kurang mujur ketika terpaksa berpisah dengan induknya akibat konflik dengan manusia. Saat diselamatkan, anak-anak orang utan masuk penangkaran dan belajar kehidupan di alam liar, termasuk memilih makanan.
Kondisi saat hidup di lingkungan baru inilah yang diamati oleh Mörchen dan timnya. Mereka mendapati bahwa orang utan migran "mengamati, dan melakukan seperti yang dilakukan oleh kelompok lokal".
“Menariknya, tingkat teman sebaya pejantan migran menurun setelah beberapa bulan berada di daerah baru, yang berarti bahwa mereka membutuhkan waktu lama untuk belajar tentang makanan baru,” kata Caroline Schuppli, pemimpin kelompok dari Max Planck Institute of Animal Behavior.
"Mengintip" kelompok individu lokal di tanah rantau
Pengamatan ini dilakukan oleh para peneliti selama 30 tahun oleh lebih dari 150 pengamat terlatih. Setidaknya ada 77 migran jantan berusia dewasa orang utan sumatra (Sumatera Pongo abelii) dan 75 migran jantan dewasa orang utan kalimantan (Kalimantan Pongo pygmaeus).
Para pengamat memperhatikan setiap tindakan orang utan yang belajar dari individu lain yang disebut "mengintip". Setidaknya ada 4.009 kesempatan mengintip ketika pejantan berada di dekat individu yang menjadi panutannya, baik betina dewasa, remaja, maupun jantan dewasa.
“Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa [orang utan] migran jantan tidak hanya belajar di mana mencari makanan dan apa yang harus dimakan dari penduduk setempat, namun juga terus belajar bagaimana mengolah makanan baru ini," Mörchen menjelaskan.
Orang utan migran jantan mempelajari makanan di lingkungan sekitarnya dari individu lain melalui perilaku, yang disebut oleh para peneliti sebagai, "mengintip". Mereka mengamati secara intens pada individu yang menjadi panutannya setidaknya selama lima detik.
Saat mengintip, orang utan biasanya cenderung mengikuti tindakan individu panutannya dengan gerakan kepala. Gerakan ini menunjukkan bahwa orang utan migran tersebut tertarik dengan aktivitas yang dilakukan panutannya.
"Seiring berjalannya waktu, kemampuan beradaptasi dengan cepat terhadap lingkungan baru dengan memperhatikan informasi penting dari penduduk setempat, kemungkinan besar memberikan keuntungan bagi kelangsungan hidup individu," Mörchen berpendapat.
Kebanyakan dari orang jantan yang "merantau" ini adalah mengintip perilaku untuk mengonsumsi makanan yang sulit diolah atau jarang dimakan oleh penduduk setempat. Setelah belajar dari mengintip, mereka berinteraksi dengan makanan yang mereka lihat setelahnya.
Mörchen menerangkan, kemampuan ini berasal dari nenek moyang garis keturunan hominini yang memisahkan antara manusia dan orang utan. 97 persen DNA manusia dan orang utan serupa, yang kemungkinan terpisah dari spesies purba pada 12 dan 14 juta tahun silam.