Kisah Ket, Penduduk Tertua di Asia Utara yang Terancam Punah

By Sysilia Tanhati, Jumat, 24 November 2023 | 17:23 WIB
Saat ini, jumlah orang Ket tidak lebih dari 1.088 orang. Sebagai pemburu-pengumpul, mereka adalah penghuni tertua di Asia Utara (Fridtjof Wedel-Jarlsberg Nansen/National Library of Norway)

Nationalgeographic.co.id - Saat ini, jumlah orang Ket tidak lebih dari 1.088 orang. Hanya sedikit dari mereka yang merupakan penutur asli yang menguasai Bahasa Ket. Sisanya berkomunikasi menggunakan Bahasa Rusia. Suku Ket, yang bermukim di lembah Sungai Yenisei, adalah suku nomaden pemburu-pengumpul terakhir di Siberia. Wilayah ini telah menjadi rumah bagi berbagai suku dan budaya selama ribuan tahun.

Masyarakat adat seperti suku Ket dan Khanty sebelumnya disebut sebagai Ostyak oleh Kekaisaran Rusia. Sebagai keturunan suku nelayan dan pemburu di taiga Yenisei, Suku Ket berasal dari daerah dekat Pegunungan Altai. Suku Ket juga diperkirakan berasal dari suatu tempat dekat Danau Baikal.

Tempat tinggalnya yang terpencil di Rusia Utara membuat sejarah, tradisi dan budayanya sulit untuk dipelajari oleh orang luar.

Bahasa Ket yang unik dan nyaris punah

Bahasa Ket tidak memiliki afiliasi yang jelas dengan rumpun bahasa utama mana pun. “Bahasa ini jelas berbeda dengan Bahasa-Bahasa Uralik, Turki, dan Tungusik di sekitarnya,” tulis Elle Lloyd di laman Ancient Pages.

Sayangnya, bahasa tersebut perlahan-lahan mati dan mungkin akan segera punah. Edward Vadja, dari Departemen Linguistik Universitas Kentucky, menyebutkan, “Orang Ket adalah nenek moyang orang Na-Dene dan Athabaskan di Amerika.” Ia adalah salah satu dari sedikit orang yang mendapat kehormatan untuk mengunjungi, tinggal di antara Suku Ket, dan mempelajari kebudayaannya.

Bahasa Ket tidak mirip dengan bahasa lain di Siberia. Selama berabad-abad, suku Ket terpaksa pindah beberapa kali. Hal ini menyebabkan hilangnya bahasa dan budaya mereka.

Mengapa mereka terus berpindah? Pertama, mereka berada di bawah tekanan terus-menerus dari berbagai kelompok. Mereka adalah penggembala rusa kutub di utara (Enets dan Nenets) dan timur (Evenk), serta penggembala berbahasa Turki di selatan. Kedua, penaklukan Rusia atas Siberia membuat penduduk asli terkena penyakit baru, seperti epidemi cacar pada abad ke-17. Ketiga, pada abad ke-20 Uni Soviet memukimkan kembali suku Ket di desa-desa bergaya Rusia. Tindakan ini jelas mengganggu gaya hidup nomaden mereka.

Suku Ket berusaha melawan dan mempertahankan akarnya. Sayangnya, karena kelompok etnis yang kecil, hal ini menjadi sulit. Mereka terpaksa mengadopsi gaya hidup yang sama dengan etnis Rusia. Meski demikian, terlepas dari semua itu, suku Ket berhasil menyelamatkan budaya mereka yang kaya dan penuh warna.

Ket dan Syamanisme

Syamanisme telah lama dipraktikkan dalam berbagai bentuk oleh masyarakat Siberia. Ajaran Syamanisme meyakini bahwa roh yang ada di sekeliling manusia dapat menyusup dalam tubuh dukun dalam upacara.

Maka, Rusia berniat untuk mengubah agama penduduk asli menjadi Ortodoks ketika ada gerakan untuk memberantas perdukunan. Maka pada tahun 1920-an, pemerintah Soviet secara resmi melarang perdukunan.

Pemerintah Soviet melarang melakukan ritual tersebut di depan umum dan menyita perlengkapan seperti drum dan mantel.

Syamanisme telah lama dipraktikkan dalam berbagai bentuk oleh masyarakat Siberia, termasuk suku Ket. Ajaran Syamanisme meyakini bahwa roh yang ada di sekeliling manusia dapat menyusup dalam tubuh dukun dalam upacara. (Fridtjof Wedel-Jarlsberg Nansen)

Syamanisme merambah hampir semua aspek kehidupan masyarakat adat. Sudah jelas jika hal ini tidak akan berubah hanya dengan melarangnya atau menyebarkan propaganda Soviet. Oleh karena itu, tindakan yang diambil hanya mempunyai dampak yang terbatas.

Syamanisme akhirnya menghadapi tantangan serius melalui kolektivisasi dan pemukiman paksa kaum nomaden pada tahun 1930-an. “Saat itu, perdukunan mulai dirusak secara serius,” tambah Lloyd.

Meskipun banyak aspek perdukunan yang terus ada dalam budaya asli saat ini, namun cenderung bertahan dalam bentuk yang terfragmentasi.

Sebagian orang Ket tidak mengubah keyakinan agamanya dan terus mempraktikkan perdukunan. Di antara Suku Ket, seseorang dapat menjumpai beberapa jenis dukun. Ada yang berprofesi sebagai penyembuh, ada pula yang berspesialisasi dalam upacara sakral, misalnya.

Ket melihat elang sebagai roh penolong terpenting dukun dalam ritual. Dalam ritual mereka, dukun Koryak di timur laut sering bekerja dengan serigala dan elang serta beruang. Dukun di Tuva akan meniru seruan serigala jika dia atau dia ingin menakut-nakuti orang.

Meskipun Suku Ket telah dipelajari, kita tidak boleh lupa bahwa hanya ada sedikit individu yang tersisa. Sisa-sisa anggota Suku Ket adalah penduduk tertua di Asia utara. Semoga sejarah, budaya, dan tradisi masyarakat Ket yang luar biasa ini dapat dilestarikan untuk generasi mendatang. Termasuk bahasa unik mereka.