Kata Ahli Soal Klaim Peradaban Maju Gunung Padang: Sangat Meragukan!

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 29 November 2023 | 16:00 WIB
Situs megalitik Gunung Padang di Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Danny Hilman menyebut Gunung Padang sebagai peninggalan peradaban canggih. Para ahli membantah karena tidak ada bukti yang menguatkan di sekitarnya. (Mahandis Y. Thamrin/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Sejak tayang di dalam serial Netflix bertajuk Ancient Apocalypse, Situs Gunung Padang kembali menjadi perbincangan. Situs yang terletak di Kabupaten Cianjur itu digadangkan sebagai mahakarya yang dibangun oleh peradaban manusia yang sangat maju dan musnah pada 12.000 tahun lalu.

Pendapat ini dituangkan oleh penulis Inggris Graham Hancock yang kerap menghasilkan pernyataan kontroversial terkait peradaban kuno. Penanggalan masa itu mengisyaratkan bahwa peradaban manusia di Asia Tenggara, khususnya di Jawa Barat, sangat pesat pada akhir Zaman Es Terakhir (20.000—10.000 tahun yang lalu).

Dugaan peradaban maju yang mendirikan piramida di Situs Gunung Padang diperkuat dalam klaim dari sebuah makalah di jurnal Archaeological Prospsection pada 20 Oktober 2023. Makalah itu ditulis oleh tim peneliti yang dipimpin Danny Hilman Natawidjaja dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Bandung, Jawa Barat.

Makalah itu kemudian dikabarkan di ragam pemberitaan yang menyebut berpotensi menjadi piramida tertua di dunia. Pernyataan ini membuat dunia arkeologi gempar, sehingga memicu penyelidikan lebih lanjut atas makalah yang telah diterbitkan.

Penyeledikan itu sendiri dilakukan oleh editorial jurnal Archaeological Prospection dan Wiley sebagai penerbitnya. Eileen Ernenwein, ahli geofisika arkeologi di Tennessee State University yang merupakan salah satu editor jurnal menyatakan sedang melakukan penyelidikan.

"Para editor, termasuk saya, dan tim etika Wiley saat ini sedang menyelidiki makalah ini sesuai dengan Pedoman Komite Etika Publikasi," ujar Ernenwein di Nature.

Semenatara itu, masih dilansir dari media sains yang sama, Danny merespons kontroversi dari penemuannya bersama tim. "Kami sangat terbuka bagi siapa saja peneliti dari seluruh dunia yang ingin datang ke Indonesia dan melakukan program penelitian di Gunung Padang,” ujarnya. “Kita hanya tahu sedikit tentang sejarah umat manusia.”

Tidak sesuai dengan linimasa peradaban manusia

Berbagai tanggapan dari para ahli meragukan temuan yang dihasilkan Danny. Arkeolog Cardiff University Flint Dibble menyampaikan, "Saya terkejut [makalah ini] diterbitkan sebagaimana adanya," ujarnya. Walau disajikan dengan "data yang valid", kesimpulan terakit situs tersebut dan usianya tidak dapat dibenarkan, lanjutnya.

Tidak hanya dari kalangan peneliti internasional, peneliti BRIN di Bandung juga meragukan hasil penanggalannya. Melansir media lokal Bandung Koran Gala, Mei 2023 ini, arkeolog BRIN Lutfi Yondri terlibat dalam penelusuran gua di selatan Jawa Barat. Gua itu memuat kerangka manusia tertua dari Gua Pawon dengan umur karbon sekitar 4600 SM.

Seorang penjaga membersihkan situs Megalitikum Gunung Padang di kawasan Cianjur. (Andrean Kristianto/Kompas.com)

Di Nature, Lutfi juga mengatakan bahwa masyarakat peradaban awal di Jawa Barat paling awal masih tinggal di gua sekitar 12.000 dan 6.000 tahun yang lalu. Perhitungan ini berdasarkan peninggalan arkeologis di yang pernah terungkap.

Penanggalan ini tentunya sangat jauh setelah 'piramida Gunung Padang' dibangun. Dia melanjutkan, pada periode masyarakat awal Jawa Barat ini tidak ditemukan adanya bukti terakit kecanggihan tukang batu di dalam gua.

Ada pun linimasa peradaban manusia mengungkapkan bahwa kehidupan purbakala masih menjadi masyarakat pemburu-pengumpul pada waktu puluhan ribu tahun Sebelum Masehi. Manusia kemudian bersatu menciptakan pemukiman besar untuk mendukung peradaban pada periode Holosen yang dimulai 11.700 tahun yang lalu (sekitar 9700 SM).

Kota tertua yang diketahui menjadi pemukiman masyarakat kompleks tercatat berada di Catalhoyuk yang berusia 9.000 tahun. Lokasinya pun berada di Konya, Tukri selatan.

Tidak ada bukti peninggalan peradaban manusia di sekitar Gunung Padang

Danny menekankan bahwa Situs Gunung Padang bukanlah bukit alami, melainkan konstruksi berbentuk piramida yang berlapis. Setiap lapisannya memiliki penanggalan yang berbeda-beda waktu, menurut survei yang telah dilakukan.

Lapisan paling atas yang sering dikunjungi wisatawan berasal dari 1000 SM—2000 SM. Lapisan di bawahnya lebih tua lagi berupa tumpukan pecahan batuan kolom yang diperkirakan berasal dari 5000 SM—6000 SM. Lapisan terakhir adalah yang tertua dengan penanggalan dari 16.000 SM—27.000 SM.

Dibble mengatakan bahwa tidak ada bukti jelas bahwa lapisan dari Situs Gunung Padang yang terkubur itu dibangun oleh manusia. Selain itu, tidak ada bukti yang menunjukkan adanya pelapukan alami dan pergerakan batuan dari waktu ke waktu. “Bahan yang menggelinding menuruni bukit rata-rata akan mengorientasikan dirinya sendiri,” kata Dibble.

Ada pula klaim yang membuat penelitian tentang Gunung Padang menjadi kontroversial dengan temuan tim adanya batu berbentuk belati. Danny dan tim menerangkan dalam makalah bahwa geometeri ini sangat rapih dan bebeda dan memiliki komposisi unik, serta materialnya yang tidak identik dengan batuan di sekitarnya.

Dari termuan tersebut, para peneliti memperkirakan batu tersebut dibuat oleh manusia.  Namun, Dibble membantah karena tidak ada bukti "pengerjaan atau apa pun yang menunjukkan bahwa itu adalah buatan manusia."

Bagaimanapun, Danny Hilman tetap kukuh untuk mengatakan bahwa Situs Gunung Padang adalah bangunan yang dibangun sebelum akhir Zaman Es Terakhir. Bangunan ini tentunya didirikan dengan struktur yang sangat rumit.

Bill Farley, arkeolog dari Southern Connecticut State University berpendapat bahwa jika Situs Gunung Padang memang semaju itu, semestinya ada bukti lain yang menunjukkan peradaban maju yang ada pada Zaman Es Terakhir. Dalam situs, tidak ditemukan sama sekali sisa-sisa aktivitas manusia, seperti arang atau pecahan tulang.

Farley lebih mengharapkan bahwa Situs Gunung Padang dirayakan oleh masyarakat luas sebagaimana adanya hari ini sebagai "sebuah situs yang menakjubkan, penting dan keren", dan bukan karena dimasukkan ke dalam narasi perkembangan peradaban manusia.