Sejarah Dunia: Intolerable Acts dan Pemberontakan Penjajah Amerika

By Ricky Jenihansen, Jumat, 22 Desember 2023 | 16:00 WIB
Kartun politik yang dimaksudkan untuk memprotes Intolerable Acts tahun 1774 (Creative Commons)

Terkadang protes ini berbentuk fisik, yang paling sering terjadi di kota Boston, ibu kota Provinsi Teluk Massachusetts.

Didorong oleh organisasi agitator politik bawah tanah yang menamakan diri mereka Sons of Liberty, massa Boston akan meneror petugas pajak dengan menggantung mereka di patung dan menggeledah rumah mereka.

Ketegangan semakin meningkat ketika tentara Inggris dikirim ke Boston untuk memulihkan ketertiban pada tahun 1768, dan mencapai puncaknya dua tahun kemudian dengan Pembantaian Boston.

Pembunuhan lima warga penjajah Amerika oleh sembilan tentara Inggris menimbulkan gelombang kemarahan di seluruh koloni, memperdalam keretakan antara negara induk dan koloninya.

Karena berbagai alasan, ketiga undang-undang Parlemen akhirnya dicabut atau diganti dengan kebijakan yang tidak terlalu menyusahkan.

Namun, Parlemen memastikan bahwa mereka tidak pernah melepaskan kekuasaannya untuk mengenakan pajak pada koloni.

Kewenangan tersebut diabadikan dalam sejarah dunia dengan Undang-Undang Deklarasi tahun 1766, yang mana Parlemen menegaskan haknya untuk mengeluarkan undang-undang yang mengikat bagi setiap koloni Inggris "dalam segala hal" (Middlekauff, 118).

Pada tahun 1770, kementerian baru Lord North membatalkan semua pajak Townshend kecuali satu: pajak atas teh.

Pajak tunggal ini diberlakukan sebagai pengingat akan kewenangan yang dimiliki Parlemen, namun juga sebagai sumber pendapatan untuk membayar gaji pejabat kolonial.

Dengan cara ini, pejabat kolonial akan bergantung pada Parlemen dan pajak teh, bukan pada penjajah Amerika yang mereka pimpin.

Situasi ini diperburuk pada bulan Mei 1773 ketika Parlemen mengesahkan Undang-Undang Teh, yang tetap mempertahankan pajak teh dan juga memberikan monopoli kepada British East India Company atas perdagangan teh Amerika.