Pameran Jejak Peradaban Buddha dalam Sejarah Sriwijaya di Kedutaan Besar RI di Tokyo

By National Geographic Indonesia, Selasa, 12 Desember 2023 | 17:16 WIB
Pemeran bertajuk 'Trail of Buddhist Civilization: Tracing Ancient Empire of Sriwijaya in Indonesia' di gelar di lobi utama Kedubes RI di Tokyo, Jepang. (Feri Latief)

Nationalgeographic.co.id—Sejak George Coedes memperkenalkan kata “Sriwijaya” pada 1918 sebagai nama suatu kerajaan, perhatian ilmuwan masa kolonial yang tadinya terfokus kepada banyak peninggalan berupa candi dan prasasti di Jawa serentak berpaling. Hari ini lebih dari seribu karya ilmiah dalam bibliografi Sriwijaya.

Dalam sejarah Indonesia, Kerajaan Sriwijaya juga dianggap sebagai salah satu kerajaan terbesar dan paling berpengaruh di Nusantara. Kerajaan ini memiliki kekuatan maritim yang mengontrol perdagangan di jalur utama Selat Malaka. Sriwijaya juga menjadi pusat agama Buddha dan menghasilkan banyak peninggalan bersejarah seperti candi, prasasti, dan arca.

Untuk pertama kalinya Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), menggelar pameran mengenai Kerajaan Sriwijaya di Jepang.

(KEMDIKBUDRISTEK)

Kemendikbudristek bersama KBRI Tokyo akan menjadi tuan rumah Pameran ‘The Trail of Buddhist Civilization: Tracing the Ancient Empire of Srivijaya in Indonesia’ atau ‘Jejak Peradaban Buddha: Menelusuri Kerajaan Sriwijaya di Indonesia’. 

Pameran digelar mulai 12-21 Desember 2023 di Gedung KBRI Tokyo. Pameran juga merupakan bagian dari peringatan 65 tahun hubungan diplomatik Jepang-Indonesia.

Pameran ‘Jejak Peradaban Buddha: Menelusuri Kerajaan Kuno Sriwijaya di Indonesia’ berangkat dari keinginan untuk memperkenalkan keragaman kehidupan beragama di Indonesia serta jejak sejarahnya selama lebih dari 1.000 tahun.

Pameran ini bertujuan untuk memperkenalkan Kerajaan Sriwijaya yang didasarkan pada dorongan komunitas pecinta budaya Indonesia di Jepang. (Feri Latief)

Sebelum Islam menjadi agama dominan selama ratusan tahun terakhir, peradaban Buddha dan Hindu telah hadir dan meninggalkan berbagai monumen dan unsur budaya, baik berwujud maupun tidak berwujud.

Lebih jauh, pameran juga mengangkat era Kerajaan Sriwijaya yang berlangsung pada abad ke-7 hingga abad ke-13 Masehi untuk menunjukkan cita-cita Indonesia sebagai negara maritim di masa depan.

Dalam pameran ini, Kemendikbudristek menghadirkan narasi mengenai jejak peradaban Buddha yang terekam melalui karya-karya fotografi seperti Kompleks Candi Muarajambi.

Pameran juga akan dilengkapi ceramah yang membahas perkembangan peradaban Buddha dari berbagai sudut pandang, seperti jejak Kerajaan Sriwijaya, Kompleks Percandian Muarajambi dan lanskap budayanya.

Ninny Susanti, arkeolog dan epigraf dari FIB-UI turut dalam misi kebudayaan ini. Pameran 'Trail of Buddhist Civilization: Tracing Ancient Empire of Sriwijaya in Indonesia' sekaligus bagian dari peringatan 65 tahun hubungan diplomatik Jepang-Indonesia. (Feri Latief)

Ir. Heri Akhmadi, Duta Besar Indonesia untuk Jepang menyatakan bahwa keinginan untuk memperkenalkan Kerajaan Sriwijaya didasarkan pada dorongan komunitas pecinta budaya Indonesia di Jepang yang ingin mengembangkan minat mereka terhadap topik mengenai sejarah dan budaya Indonesia selain Majapahit. Menurutnya, nantinya akan ada pameran tentang kerajaan lainnya. 

Dalam pembukaan pameran, digelar pula ceramah secara daring dan luring yang menampilkan pembicara Supratikno Rahardjo dengan tajuk “Perkembangan Buddhisme di Asia pada Masa Sriwijaya” dan Ninny Susanti dengan tajuk “Sriwijaya: Air, Politik, Budaya, dan Ekonomi”.

Gatot Gautama, arkeolog dan tim pelaksana pameran ini, mengatakan terdapat benang merah Buddhisme Indonesia dan Buddhisme Jepang yang bisa dijadikan bagian kerja sama. "Berkembangnya dalam waktu yang hampir bersamaan, kemudian alirannya juga sama Buddha Mahayana. Itu yang kita tarik benang merahnya bahwa Jepang dalam masa-masa abad yang sama antara VII sampai XIII, perkembangan Buddhismenya mirip dengan Indonesia, hanya perwujudannya yang berbeda."

Acara ini sekaligus menjadi ajang untuk mempromosikan warisan budaya Indonesia kepada masyarakat internasional. Dr. Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek menyatakan harapannya bahwa kerjasama dengan KBRI Tokyo dapat meningkatkan promosi budaya Indonesia kepada masyarakat Jepang.

"Di balik acara ini kita sebetulnya menginginkan adanya kerja sama antarpeneliti dari Indonesia baik lembaga dan lembaga, universitas dan universitas, lembaga penelitian dan lembaga penelitian, atau pun perorangan. Justru ini lebih banyak mengundang agar peneliti-peneliti dari Jepang datang ke Indonesia melakukan penbelitian di sana, penelitian bersama," ujar Gatot. "Juga ada tujuan lainnya, mengundang para penggemar budaya Indonesia untuk datang ke Indonesia, melihat langsung situs yang besar ini yang kami sajikan di pameran ini yaitu di situs Muarojambi—peninggalan Sriwijaya yang sampai sekarang jejaknya masih tampak."