Nationalgeographic.co.id—Pada abad keempat Masehi, bangsa Romawi meninggalkan jajaran dewa-dewi paganisme Klasik dan beralih ke agama Kristen. Transisi dari paganisme Klasik Romawi ke agama Kristen memiliki dampak besar pada perayaan dan tradisi agama.
Sebelum adopsi Kristen, Saturnalia adalah perayaan yang merayakan dewa Saturnus dalam agama pagan Romawi. Perayaan ini penuh pesta meriah, penukaran hadiah, dan kegiatan sosial. Ketika Kristen menjadi agama dominan, perayaan ini kemudian diadaptasi menjadi perayaan Natal.
Dari titik awal ini, Kekaisaran Bizantium yang kemudian berdiri akan mewarisi dan memodifikasi tradisi Natalnya sendiri.
Menurut Alexander Gale, dilansir dari laman Greek Reporter, Kekaisaran Bizantium memiliki peran besar dalam pengembangan Natal. Hal ini mempengaruhi perayaan Natal di beberapa wilayah.
Sayangnya, informasi tentang bagaimana masyarakat umum Bizantium merayakan Natal kurang terdokumentasi dengan baik. Meski demikian, sejarawan telah menemukan sejumlah catatan tentang perayaan Natal yang diadakan oleh kaisar-kaisar Bizantium.
Bangsa Romawi dan Kekristenan
Pada tahun 313 Masehi, Kaisar Konstantinus mengeluarkan Maklumat Milan yang menerima agama Kristen. Satu dekade kemudian, agama ini menjadi agama resmi Kekaisaran Romawi.
Konstantinus juga memindahkan ibu kota kekaisaran dari Roma ke Bizantium dan menamai kota itu Konstantinopel. Kekaisaran Romawi secara permanen terpecah menjadi Timur dan Barat pada tahun 395 Masehi setelah kematian Theodosius I.
Kekaisaran Romawi Timur bertahan lebih lama dari Kekaisaran Romawi Barat yang runtuh pada abad ke-5 Masehi. Sejak saat itu, banyak sejarawan menyebut Kekaisaran Romawi Timur sebagai Kekaisaran Bizantium.
Perayaan Natal Bizantium
Bagi orang-orang di Kekaisaran Bizantium, Paskah atau Kebangkitan Kristus sering kali dianggap sebagai peristiwa yang lebih penting dibandingkan dengan Natal.