Nationalgeographic.co.id – Atlantis sebagai kota yang hilang adalah salah satu mitos kuno yang paling bertahan lama. Di lain sisi, Atlantis disebut sebagai representasi yang sama dari Peradaban Minoa.
Diabadikan oleh naratornya, Plato, Atlantis adalah kisah yang menggiurkan dalam sejarah dunia kuno. Kisah di mana sebuah peradaban maju yang bertindak terlalu jauh dalam keserakahannya, memicu murka para dewa yang menghapus Atlantis dari muka bumi dalam satu hari satu malam.
Meskipun akhir dari Atlantis datang dengan cepat, legenda tersebut tetap ada. Atlantis lebih populer seiring berlalunya waktu, memicu imajinasi generasi sarjana, penjelajah, seniman, dan ilmuwan semu.
Hasilnya, pulau tenggelam yang tadinya hanya memainkan peran kecil dalam karya Plato kini telah menjadi elemen integral lanskap budaya kita, simbol Utopia yang telah lama hilang, dan masih menunggu untuk ditemukan.
Meski Atlantis sebagai kota yang hilang terkesan tak lebih dari sekadar kisah moralistis, namun Plato sang pencipta terinspirasi oleh peristiwa sejarah. Setiap penyebutan tempat dongeng ini terdengar seperti perpaduan antara fantasi dan fiksi ilmiah.
Atlantis disebutkan sebagai sebuah pulau yang sangat besar. Kota ini dihuni oleh ras demigod, dipimpin oleh raja-raja yang berkuasa, yang dapat menelusuri asal-usul mereka tidak lain adalah Poseidon, dewa lautan dan samudera yang perkasa, dalam cerita sejarah dunia kuno.
Bangsa Atlantis memanfaatkan sebagian besar hubungan tersebut, menciptakan peradaban maju dan membangun kota-kota besar pada periode ketika seluruh dunia masih berada pada masa Neolitikum.
Hal ini sangat membantu karena mereka hidup dalam kelimpahan, menikmati sumber daya yang melimpah, terutama logam: perak, emas, dan yang paling penting, orichalcum, logam emas-merah yang paling berharga.
Seperti yang biasanya terjadi pada mereka yang memiliki terlalu banyak kekayaan dan kekuasaan, orang Atlantis juga menginginkan lebih. Karena haus akan kekuasaan, peradaban maju ini menyatakan perang terhadap seluruh masyarakat Mediterania.
Tidak mengherankan, angkatan laut Atlantis yang perkasa menghadapi sedikit perlawanan dan menaklukkan serta memperbudak sebagian besar negara tetangga mereka yang secara teknologi lebih rendah. Namun, karena keangkuhan mereka, bangsa Atlantis meremehkan satu kota di Yunani.
Penduduk Athena tidak hanya melawan penjajah tetapi juga berhasil mengirim calon penakluk mereka kembali ke tempat asal mereka. Pada akhirnya, Atlantis tidak lagi disukai para dewa.
Dalam satu hari semalam, Atlantis hancur akibat gempa bumi dan banjir. Dulunya merupakan mercusuar budaya dan peradaban, pulau dongeng ini lenyap ditelan ombak, bersama seluruh penghuninya.
Kisah Moralitas Kuno Plato
Perkiraan lokasi Atlantis ada di sebelah barat Pilar Hercules, atau Selat Gibraltar, sebagaimana kita menyebutnya sekarang. Hal ini menempatkan pulau itu di Samudera Atlantik, atau orang Yunani menyebutnya, “Atlantìs thálassa” dalam sejarah dunia kuno. Namun, terlepas dari upaya generasi penjelajah dan ilmuwan untuk menemukan tempat mistis ini, Atlantis hanyalah sebuah mitos.
Sebuah kisah moralitas diciptakan oleh salah satu pemikir paling cerdas di Yunani kuno yakni filsuf Athena, Plato, yang hidup dari tahun 420 hingga 340-an SM.
Plato meninggalkan kita satu-satunya catatan tertulis tentang Atlantis dalam dua dialognya (ditulis sekitar 360 SM), Timaeus dan Critias. Ketika membaca kisah ini dalam konteks yang lebih luas dari karya dan sejarah Plato, Atlantis menjadi sebuah alegori yang rumit, yang jelas-jelas dimaksudkan untuk memuji demokrasi Athena, namun juga berfungsi sebagai peringatan.
Selama masa hidup Plato, Athena mencoba (dan gagal) menjadi sebuah Kekaisaran sejarah dunia kuno, terlibat dalam perang berdarah dengan Sparta, yang dikenal sebagai Perang Peloponesia. Jadi, kisah Atlantis sebenarnya tentang Athena, sebuah kisah moralitas yang dimaksudkan untuk mendidik generasi muda Athena tentang bahaya kekuasaan dan keangkuhan.
Sama seperti bangsa Atlantis yang menjadi serakah, picik, dan bangkrut secara moral, Athena berisiko kehilangan prinsip demokrasi yang dijunjungnya dan berubah menjadi negara otoriter. Nasib tragis Socrates, mentor dan kolega Plato, diadili dan dijatuhi hukuman mati karena “merusak pikiran pemuda Athena” ternyata masih segar dalam ingatan sang filsuf.
Pencarian Atlantis dan Kaitannya dengan Peradaban Minoa
Solon, salah satu politisi dan anggota parlemen Athena yang paling terkenal dalam sejarah dunia kuno. Dalam dialognya, Plato menyebutkan bahwa Solon mendengar cerita Atlantis dari seorang pendeta Mesir kuno di Sais.
Mesir menyandang gelar sebagai peradaban paling maju di dunia kuno, dan para pendetanya dikagumi sebagai penjaga pengetahuan suci ini. Taktiknya jelas berhasil. Pada abad kedua M, sejarawan Romawi Plutarch menyebutkan kisah ini dalam mengilhami jatuhnya Atlantis.
Selain beberapa catatan tersebut, sumber-sumber kuno jarang menyebutkan Atlantis sebagai kota yang hilang. Namun pada abad-abad berikutnya, mitos Atlantis memicu imajinasi banyak sarjana dan penjelajah.
Kisah Atlantis adalah sebuah alegori yang disusun oleh Plato untuk memperingatkan orang-orang di zaman sejarah dunia kuno tentang bahayanya demokrasi. Namun, seperti yang sering terjadi pada mitos-mitos kuno, peristiwa sejarah yang telah lama hilang ini sering kali ditambahi dengan kisah-kisah khayalan.
Runtuhnya Zaman Perunggu dan jatuhnya peradaban Mycenean tercermin dalam kisah-kisah tentang Perang Troya, yang diceritakan oleh Homer, sedangkan bangsa Minoa yang dulunya perkasa diabadikan dalam legenda Raja Minos, Labirin, dan Minotaur.
Peradaban Minoa di Kreta sering kali disebut sebagai Atlantis. Seperti bangsa Atlantis dalam mitos Plato, bangsa Minoa memiliki angkatan laut yang perkasa. Pada puncaknya, memproyeksikan kekuatannya ke seluruh wilayah Yunani, Levant, dan Mesir.
Kemudian, antara tahun 1611 dan 1538 SM, pulau vulkanik Thera (sekarang Santorini) hidup kembali melalui letusan dahsyat, menciptakan tsunami besar yang melanda Kreta dan menghancurkan angkatan laut Minoa.
Namun kemiripannya tidak berhenti sampai di sini. Minos, raja pertama Kreta yang legendaris dalam sejarah dunia kuno, dianggap sebagai putra Poseidon, sama seperti raja pertama Atlantis, Atlas. Selain itu, catatan sejarah dari Mesir mencatat kehancuran yang disebabkan oleh letusan gunung berapi di Mesir, sehingga memberikan kepercayaan pada kisah pendeta Mesir dan Solon.