Banyak dari ide-ide ini datang dari seorang bernama Hermann Wirth, yang mempercayai banyak teori yang sama yang dikemukakan oleh Ignatius Donnelly.
Seperti Donnelly, Wirth juga percaya bahwa orang-orang Atlantis yang melarikan diri, dalam upaya mereka untuk pergi sejauh mungkin dari laut, berakhir di Tibet.
Kepemimpinan Nazi menanggapi teori ini dengan sangat serius sehingga pada tahun 1938, Himmler mengirimkan ekspedisi ilmuwan Nazi untuk menjelajahi Tibet dan mengukur ciri-ciri wajah penduduk setempat.
Setelah menganalisis apa yang mereka temukan, tim menyimpulkan bahwa orang Atlantis memang berhasil sampai ke Tibet, dan orang-orang yang tinggal di sana adalah keturunan langsung.
Temuan ini membuat Himmler khawatir karena menunjukkan adanya tingkat percampuran ras yang mengkhawatirkan selama berabad-abad. Hal ini mendorongnya untuk melipatgandakan upaya jahatnya dalam menciptakan ras yang murni.
Mencari Kota Atlantis yang Hilang
Pencarian Atlantis dan keturunan Atlantis tidak berakhir di tangan Nazi. Orang-orang telah melakukan penelusuran di berbagai tempat seperti Bolivia, Spanyol, dan Antartika. Namun beberapa sarjana berpendapat bahwa mereka telah menemukan Atlantis yang sebenarnya – setidaknya, peradaban yang mengilhami Plato untuk menciptakan peradaban fiksi.
Peradaban itu adalah bangsa Minoa. Seperti bangsa Atlantis, bangsa Minoa merupakan kekuatan angkatan laut yang penting dan tersebar di beberapa pulau Aegean.
Meskipun mereka tidak berumur 9.000 tahun sebelum Plato, mereka sudah mendahuluinya 900 tahun. Seperti halnya Atlantis, peradaban Minoa mengalami bencana alam yang mengerikan. Antara tahun 1611 dan 1538 SM, gempa bumi melanda pulau Santorini dan menghancurkan sebagian besar angkatan laut Minoa.
Bukan letusan gunung itu sendiri yang menyebabkan jatuhnya peradaban Minoa. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh keruntuhan ekonomi yang baru terjadi pada abad ke-15 Masehi.