Mungkinkah Cerita Musa Terinspirasi dari Akhir Monoteistik Mesir Kuno?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 20 Desember 2023 | 16:00 WIB
Lukisan 'Musa Membelah Laut Merah' karya Vincent Malo tahun 1631. Mukjiat membelah lautan merupakan bagian dari kisah eksodus bangsa Israel dari Mesir kuno. Pendapat lain mengatakan, mungkin cerita Musa berasal dari kejadian bersejarah panjang yang terjadi dari lebih dari satu masa Firaun berkuasa di Mesir kuno. (Vincent Malo/Public Domain)

Salah satu pencatatnya adalah Manetho, pendeta dan sejarawan Mesir abad ke-3 SM. Dia mencatat sejarah Mesir yang kemudian diarsip dalam koleksi Aegyptiaca yang berada di Perpustakaan Aleksandria.

Meskipun pemerintahan Akhenaten mengalami reformasi agama besar-besaran dan perkembangan artistik tertentu, warisannya hancur di bawah firaun kemudian. Putra Akhenaten, Tutankhaten, mengembalikan Amun yang dipermalukan sebagai raja para dewa, dan dia mengganti nama dirinya menjadi Tutankhamun. (Britannica)

Menarik untuk dicatat, Manetho menyebut Musa sebagai orang Mesir, bukan orang Israel. Dia justru menulis sosok heroik ini hidupnya sezaman dengan Amenhotep III (berkuasa 1391–1353) dan Akhenaten (1353–1336). Sementara, cerita eksodus berlangsung pada masa Ramses I.

Padahal, jarak Akhenaten dan Ramses II berbeda dinasti. Kemungkinan, cerita Musa dan eksodusnya berasal dari surutnya kepercayaan monoteistik Mesir kuno di akhir dinasti ke-19.

"Meskipun teks asli Manetho hilang," terang Osman, "beberapa di antaranya dikutip oleh sejarawan Yahudi Flavius Josephus dari abad pertama Masehi." Dalam catatan itu, Manetho menjelaskan bahwa Firaun mengusir bangsa Israel sebagai sekelompok penderita kusta di Mesir, penyakit terkutuk.

Osman lebih berpendapat bahwa bangsa Israel, oleh Mesir kuno, sebagai kalangan tidak asli Mesir yang enggan menolak keyakinan asli. Pemerintahan Mesir kuno disebutkan oleh Josephus, melarang siapa pun berhubungan dengan bangsa Israel karena bertentangan dengan adat-istiadat.

Sebutan ini bisa jadi disematkan juga kepada bangsa Asia yang pernah berkuasa di Mesir sebelum dinasti ke-19, Hyksos. Kekuasaan mereka lambat laun menyusut ke utara, menuju Avaris di mana kota Pi Ramesses juga berada dan sebagai 'jembatan' menuju Levant dari Mesir. Sentimen terhadap bangsa asing ini kemungkinan yang menginspirasi cerita eksodus.

"Manetho [sumber Josephus] tidak mungkin menemukan informasi ini, karena dia hanya mengandalkan catatan yang dia temukan di gulungan kuil," kata Osman. "Dia juga tidak dipengaruhi cerita Alkitabiah, karena Taurat baru diterjemahkan dari bahasa Ibrani ke Yunani beberapa saat setelah Aegyptiaca terbit."

Osman berpendapat mungkin apa yang terkandung tentang perlawanan dalam catatan Monatho pada masa Amenhotep III adalah kisah nyata. Setelah Firaun tersebut wafat, putranya yang bernama Akhenaten mengubah konsep agama Mesir menjadi monoteistik yang tempat ibadahnya berpusat pada Aten (dewa pencipta). Perubahan ini jelas mendorong revolusi.

Bisa jadi, cerita revolusi monoteistik Akhenaten adalah yang menginspirasi riwayat kehidupan Musa. Belum lagi, dalam riwayatnya, Musa pernah menjadi anak angkat Firaun. Ahli sejarah Mesir kuno memperkirakan kesamaan lainnya catatan Manetho yang sangat mungkin peristiwanya menginspirasi cerita Musa.

Kemungkinan, menurut Osman, cerita Musa adalah rangkaian peristiwa panjang yang terjadi terkait perubahan keyakinan dalam sejarah Mesir kuno. Cerita awal Musa adalah di masa Amenhotep III, kemudian diikuti oleh kebangkitan monoteistik di bawah Akhenaten.

Pada akhir dinasti ke-19, terjadi ketidakstabilan yang salah satunya berupaya untuk mengembalikan agama politeistis Mesir kuno. Kondisinya stabil di masa Ramses I yang mendirikan dinasti ke-20. Dengan demikian, pemeluk monoteistik tersingkirkan seperti cerita Eksodus Besar dari riwayat Musa.

"Namun para sarjana tidak mengikuti alur penyelidikan ini, malah mencari bukti dari masa dan lokasi berbeda," terang Osman.