Mungkinkah Cerita Musa Terinspirasi dari Akhir Monoteistik Mesir Kuno?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 20 Desember 2023 | 16:00 WIB
Lukisan 'Musa Membelah Laut Merah' karya Vincent Malo tahun 1631. Mukjiat membelah lautan merupakan bagian dari kisah eksodus bangsa Israel dari Mesir kuno. Pendapat lain mengatakan, mungkin cerita Musa berasal dari kejadian bersejarah panjang yang terjadi dari lebih dari satu masa Firaun berkuasa di Mesir kuno. (Vincent Malo/Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Banyak ahli meyakini bahwa Firaun yang dimaksud sezaman dengan Musa adalah Ramses II, walau masih diperdebatkan. Sumber yang mempertegasnya hubungan Musa dan Ramses II dalam sejarah Mesir kuno adalah penyebutan kota.

Misalnya, dalam Keluaran 1:11 menyebutkan "Kota Pitom dan Ramses" yang menjadi tempat Firaun dapat mengontrol bangsa Israel yang jumlahnya sudah sangat banyak. 

Sejarah Mesir kuno memang bercerita tentang penguasaan kawasan Israel-Palestina hari ini. Mesir kuno kerap kali memperluas kawasannya ke arah utara, dan mengadakan ekspedisi militer ke Levant (Mesopotamia). Firaun Seti I berkuasa pada 1290—1279 SM membangun kota garnisun Pi Ramesses (Kota Ramses).

Kemudian Firaun Ramses II (1279—1213 SM)  membangun kota kedua yang disebut Per Atum. Para ahli meyakini bahwa Per Atum dan Per Ramesses adalah Pitom dan Ramses yang dimaksud Alkitab. Dengan kesamaan ini, diyakini bahwa Ramses adalah yang sezaman dengan Musa yang membelah lautan.

Jean Pierre Isbouts di National Geographic mengungkapkan, keyakinan para ahli yang menghubungkan cerita kitab suci dan catatan sejarah juga muncul dari segi bahasa. Nama "Musa" yang merupakan putra angkat Firaun, menurut Kitab Keluaran, berasal dari verba Ibrani Moshe yang berarti "menarik keluar".

Bunyi kata yang mirip juga ada dalam bahasa Mesir kuno yang berarti "anak", seperti nama Thut-mosis yang merupakan salah satu nama Firaun yang berarti "anak Tut". Namun, istilah ini sangat umum dan, bagi sejumlah ahli, belum bisa menjadi referensi Musa di Alkitab dan Al-Qur'an.

Masalahnya, ada ketidaksesuaian antara cerita Musa dan Ramses II yang terletak pada peninggalan bukti arkeologis. Analisis ilmiah terhadap mumi membuktikan bahwa Ramses II menderita penyakit radang sendi yang membuatnya berjalan bungkuk menjelang ajalnya.

Salah satu Firaun terhebat Mesir kuno itu menderita luka pertempuran dan patah tulang lama. Temuan lain juga mengungkapkan bahwa kematiannya disebabkan infeksi.

Kondisi ini berbeda dari cerita Musa yang mengatakan bahwa Firaun antagonis tenggelam di Laut Merah. Jika dibandingkan dengan catatan Mesir kuno lainnya, tidak ada yang menunjukkan adanya Firaun yang mati tenggelam di laut seperti Musa.

Riwayat Musa runtuhnya era monoteistik Mesir kuno

Jika tidak ada bukti arkeologis yang menghubungkan antara kejadian eksodus Musa dan sejarah mesir kuno, lantas bagaimana kebenaran cerita ini? Ahmed Osman, penulis sejarah mesir dan cerita alkitabiah, menerangkan bahwa peristiwa eksodus itu mungkin terinspirasi dari kondisi nyata di Mesir kuno.

Musa yang merupakan sosok heroik yang melawan penindasan, dianggap sebagai pembela ketuhanan oleh para pendeta Mesir. Pencatatan itu berlangsung pada masa Dinasti Ptolemeus, masa di mana Mesir di bawah penguasaan bangsa Yunani yang setelah Aleksander Agung wafat. Sejarawan Mesir pada masa itu memasukkan cerita Musa dan Eksodus Besar ke dalam catatan.

Salah satu pencatatnya adalah Manetho, pendeta dan sejarawan Mesir abad ke-3 SM. Dia mencatat sejarah Mesir yang kemudian diarsip dalam koleksi Aegyptiaca yang berada di Perpustakaan Aleksandria.

Meskipun pemerintahan Akhenaten mengalami reformasi agama besar-besaran dan perkembangan artistik tertentu, warisannya hancur di bawah firaun kemudian. Putra Akhenaten, Tutankhaten, mengembalikan Amun yang dipermalukan sebagai raja para dewa, dan dia mengganti nama dirinya menjadi Tutankhamun. (Britannica)

Menarik untuk dicatat, Manetho menyebut Musa sebagai orang Mesir, bukan orang Israel. Dia justru menulis sosok heroik ini hidupnya sezaman dengan Amenhotep III (berkuasa 1391–1353) dan Akhenaten (1353–1336). Sementara, cerita eksodus berlangsung pada masa Ramses I.

Padahal, jarak Akhenaten dan Ramses II berbeda dinasti. Kemungkinan, cerita Musa dan eksodusnya berasal dari surutnya kepercayaan monoteistik Mesir kuno di akhir dinasti ke-19.

"Meskipun teks asli Manetho hilang," terang Osman, "beberapa di antaranya dikutip oleh sejarawan Yahudi Flavius Josephus dari abad pertama Masehi." Dalam catatan itu, Manetho menjelaskan bahwa Firaun mengusir bangsa Israel sebagai sekelompok penderita kusta di Mesir, penyakit terkutuk.

Osman lebih berpendapat bahwa bangsa Israel, oleh Mesir kuno, sebagai kalangan tidak asli Mesir yang enggan menolak keyakinan asli. Pemerintahan Mesir kuno disebutkan oleh Josephus, melarang siapa pun berhubungan dengan bangsa Israel karena bertentangan dengan adat-istiadat.

Sebutan ini bisa jadi disematkan juga kepada bangsa Asia yang pernah berkuasa di Mesir sebelum dinasti ke-19, Hyksos. Kekuasaan mereka lambat laun menyusut ke utara, menuju Avaris di mana kota Pi Ramesses juga berada dan sebagai 'jembatan' menuju Levant dari Mesir. Sentimen terhadap bangsa asing ini kemungkinan yang menginspirasi cerita eksodus.

"Manetho [sumber Josephus] tidak mungkin menemukan informasi ini, karena dia hanya mengandalkan catatan yang dia temukan di gulungan kuil," kata Osman. "Dia juga tidak dipengaruhi cerita Alkitabiah, karena Taurat baru diterjemahkan dari bahasa Ibrani ke Yunani beberapa saat setelah Aegyptiaca terbit."

Osman berpendapat mungkin apa yang terkandung tentang perlawanan dalam catatan Monatho pada masa Amenhotep III adalah kisah nyata. Setelah Firaun tersebut wafat, putranya yang bernama Akhenaten mengubah konsep agama Mesir menjadi monoteistik yang tempat ibadahnya berpusat pada Aten (dewa pencipta). Perubahan ini jelas mendorong revolusi.

Bisa jadi, cerita revolusi monoteistik Akhenaten adalah yang menginspirasi riwayat kehidupan Musa. Belum lagi, dalam riwayatnya, Musa pernah menjadi anak angkat Firaun. Ahli sejarah Mesir kuno memperkirakan kesamaan lainnya catatan Manetho yang sangat mungkin peristiwanya menginspirasi cerita Musa.

Kemungkinan, menurut Osman, cerita Musa adalah rangkaian peristiwa panjang yang terjadi terkait perubahan keyakinan dalam sejarah Mesir kuno. Cerita awal Musa adalah di masa Amenhotep III, kemudian diikuti oleh kebangkitan monoteistik di bawah Akhenaten.

Pada akhir dinasti ke-19, terjadi ketidakstabilan yang salah satunya berupaya untuk mengembalikan agama politeistis Mesir kuno. Kondisinya stabil di masa Ramses I yang mendirikan dinasti ke-20. Dengan demikian, pemeluk monoteistik tersingkirkan seperti cerita Eksodus Besar dari riwayat Musa.

"Namun para sarjana tidak mengikuti alur penyelidikan ini, malah mencari bukti dari masa dan lokasi berbeda," terang Osman.