Kisah Tragis Atlantis: Ada Peristiwa Nyata Apa di Balik Mitos Itu?

By Utomo Priyambodo, Sabtu, 23 Desember 2023 | 11:00 WIB
Ilustrasi Atlantis, kota yang hilang. (Geza Maroti, 1933, via Wikimedia Commons)

Era eksplorasi selama abad 15-17, mengalihkan fokus ke benua Amerika, mengakibatkan ekspedisi yang tak terhitung jumlahnya untuk menemukan jejak peradaban yang hilang di antara budaya Maya, Aztec, atau Inca. Yang lain mencari Atlantis di Timur Tengah, Tibet, atau bahkan Antarktika.

Di sisi lain, para pemikir terkemuka pada masa itu, seperti Thomas More atau Francis Bacon, menata ulang “utopia” Atlantis dalam karya-karya ikonik mereka. Sayangnya, bahkan ilmuwan semu dan okultis, termasuk Heinrich Himmler yang terkenal, ikut serta dan menciptakan teori-teori aneh tentang pulau yang hilang dan penghuni setengah dewanya.

Hasilnya, Atlantis, pulau tenggelam dalam mitos yang hanya memainkan peran kecil dalam karya Plato, telah menjadi bagian penting dari budaya kita, ditampilkan secara menonjol dalam buku, film, pertunjukan, dokumenter, dan bahkan video game. Mungkin penceritaan kembali mitos kuno yang paling ikonik adalah jatuhnya wilayah pulau Numenor dalam The Silmarillion karya J.R.R. Tolkien.

Kisah Atlantis, pertama dan terpenting, adalah sebuah alegori yang disusun oleh Plato untuk memperingatkan orang-orang sezamannya tentang bahaya terhadap demokrasi. Namun, seperti yang sering terjadi pada mitos-mitos kuno, mitos-mitos tersebut didasarkan pada sepotong kebenaran: peristiwa sejarah yang telah lama hilang dan diabadikan sebagai kisah-kisah khayalan.

Runtuhnya Zaman Perunggu dan jatuhnya peradaban Mycenean tercermin dalam kisah-kisah tentang Perang Troya yang diceritakan oleh Homer. Adapun bangsa Minoa yang dulunya perkasa diabadikan dalam legenda Raja Minos, Labirin, dan Minotaur.

Kebetulan, peradaban Minoa di Kreta adalah salah satu kandidat utama Atlantis. Seperti bangsa Atlantis dalam mitos Plato, bangsa Minoa memiliki angkatan laut yang perkasa, yang, pada puncaknya, memproyeksikan kekuatannya ke seluruh wilayah Yunani, Levant, dan Mesir.

Kemudian, antara tahun 1611 dan 1538 SM, pulau vulkanik Thera (sekarang Santorini) hidup kembali melalui letusan dahsyat. Letusan ini menciptakan tsunami besar yang melanda Kreta dan menghancurkan angkatan laut Minoa.

Kemiripannya tidak berhenti sampai di sini. Minos, raja pertama Kreta yang legendaris, dianggap sebagai putra Poseidon, sama seperti raja pertama Atlantis, Atlas. Selain itu, catatan sejarah dari Mesir mencatat kehancuran yang disebabkan oleh letusan gunung berapi di Mesir, sehingga memberikan kepercayaan pada kisah pendeta Mesir dan Solon.

Namun, ada kandidat yang lebih mungkin, sebuah kisah tragis yang mengingatkan kehancuran Atlantis, dan yang lebih menarik, hal itu terjadi pada masa hidup Plato. Negara kota Helike, yang terletak di tepi utara Peloponnese, merupakan kekuatan angkatan laut regional yang besar. Para pelautnya mengarungi Mediterania, mendirikan koloni di Asia Kecil dan Italia Selatan.

Tidak mengherankan bagi sebuah kekuatan maritim, dewa utama kota ini tidak lain adalah Poseidon, yang sosoknya diukir pada koin dan kuilnya berada di urutan kedua setelah tempat suci di Delphi. Patung perunggu Poseidon yang berukuran besar menjadi kebanggaan warga dan sebuah karya seni. Sayangnya, itu juga merupakan “pembawa malapetaka”. Ketika orang Ionia meminta salinan patung terkenal itu, orang Helikonian menolak.

Kemudian, pada suatu malam musim dingin tahun 373 SM, Helike menemui ajalnya, mencerminkan nasib tragis rekannya yang legendaris. Tanpa peringatan, gempa besar melanda Helike, menyebabkan seluruh kota tenggelam ke dalam laut.

Dalam satu malam, Helike, salah satu kekuatan besar Yunani kuno, menghilang dari muka bumi, bersama sebagian besar penduduknya. Misi penyelamatan besar-besaran, yang melibatkan lebih dari 2.000 orang, gagal menyelamatkan jenazah atau kekayaan kota yang sangat besar.

Berabad-abad setelah bencana tersebut, reruntuhan Helike yang terendam masih dapat dilihat. Pada masa Kekaisaran Romawi, wisatawan sering berlayar melintasi situs tersebut, mengagumi reruntuhan kota yang tenggelam. Perlahan-lahan, daerah itu tertimbun lumpur, dan seperti Atlantis dalam mitos, semua jejak kota itu lenyap.

Baru pada akhir abad ke-20 kota ini ditemukan kembali. Penemuan ini memberi kita wawasan tentang apa yang mungkin menjadi inspirasi Plato untuk kisah legendaris Atlantis.

Memang benar, sejarah bisa lebih menarik daripada cerita fantasi.