Nationalgeographic.co.id – Cerita tentang Atlantis, kota yang hilang telah memesona imajinasi selama berabad-abad. Dalam beberapa abad terakhir, eksplorasi arkeologis dan penelitian ilmiah telah membuka tirai ke masa lalu yang tersembunyi. Hal ini menciptakan sorotan baru pada misteri seputar keberadaan Atlantis.
Menurut catatan Plato, kehancuran Atlantis berlangsung cepat dan dahsyat. Peradaban yang dulunya megah, berkembang selama beberapa generasi, menemui ajalnya dalam serangkaian peristiwa bencana yang terjadi hanya dalam satu hari dan satu malam.
Meskipun penyebab pasti bencana ini tidak dirinci secara eksplisit, narasi yang ada menunjukkan adanya kombinasi bencana alam, kemungkinan termasuk gempa bumi dan banjir, yang menyebabkan tenggelamnya pulau tersebut ke bawah laut.
Penurunan cepat ke kedalaman lautan membuat Atlantis kota yang hilang tidak dapat diakses dan tidak terlihat oleh dunia. Kini hanya menyisakan kisah kejayaannya.
Lokasi Atlantis yang Sebenarnya
Meskipun kisah Plato adalah sumber utama informasi tentang peradaban yang hilang ini, kurangnya bukti nyata telah menyebabkan banyak orang mengajukan berbagai hipotesis tentang keberadaan dan lokasi Atlantis.
Salah satu topik yang paling banyak diperdebatkan adalah lokasi sebenarnya Atlantis. Beberapa teori menyatakan bahwa lokasinya berada di Mediterania, merujuk pada tempat seperti Santorini, yang pernah mengalami letusan gunung berapi besar sekitar tahun 1600 SM.
Letusan ini dan tsunami berikutnya bisa jadi merupakan peristiwa bencana yang menyebabkan tenggelamnya peradaban yang pernah berkembang pesat, hal ini sejalan dengan catatan Plato.
Pulau Santorini, yang pada zaman dahulu dikenal sebagai Thera, telah menjadi titik fokus bagi banyak peneliti.
Letusan gunung berapi besar yang terjadi di sana sekitar tahun 1600 SM menyebabkan runtuhnya peradaban Minoa, dan beberapa orang percaya hal itu mungkin menjadi inspirasi di balik kisah Plato.
Penggalian di wilayah tersebut telah menemukan sisa-sisa peradaban maju, dengan arsitektur dan artefak yang rumit, tetapi kaitan langsung dengan Atlantis masih sulit dipahami.
Teori populer lainnya menyatakan bahwa Atlantis berada di benua Amerika, khususnya di Karibia atau di sekitar Bahama.
Penemuan Jalan Bimini, formasi batuan terendam, pada tahun 1960-an memicu kehebohan di kalangan pencinta Atlantis.
Beberapa orang berspekulasi bahwa struktur batu linier ini mungkin merupakan sisa-sisa kota yang hilang. Namun, penelitian geologi menunjukkan bahwa formasi ini terjadi secara alami dan bukan buatan manusia.
Gagasan bahwa Atlantis mungkin terletak di Antarktika juga mendapat perhatian dari beberapa peneliti. Mereka berpendapat bahwa benua itu dulunya bebas es dan merupakan rumah bagi peradaban maju.
Pembekuan dan pergeseran lapisan es yang cepat bisa saja menenggelamkan seluruh kota dan membuatnya tetap berada di bawah lapisan es.
Dalam beberapa tahun terakhir, citra satelit dan teknologi pemindaian canggih telah membuka jalan baru untuk eksplorasi.
Beberapa peneliti telah menggunakan alat ini untuk mengidentifikasi struktur bawah air atau anomali di dasar laut yang mungkin mengisyaratkan adanya pemukiman kuno.
Daerah di lepas pantai Spanyol, dekat Selat Gibraltar, menjadi perhatian khusus, mengingat referensi Plato tentang Atlantis yang berada di luar "Pilar Hercules".
Meskipun ada upaya-upaya ini, bukti pasti mengenai Atlantis masih sulit dipahami. Atlantis sebagai kota yang hilang telah memikat imajinasi selama berabad-abad, kisah ini bukannya tanpa skeptis dan kritik.
Banyak sarjana dan sejarawan percaya bahwa kisah Atlantis, seperti yang disampaikan oleh Plato, tidak boleh dianggap sebagai catatan sejarah literal melainkan sebagai alegori atau perumpamaan filosofis.
Salah satu kritik utama berkisar pada kurangnya catatan kontemporer atau penyebutan Atlantis di luar tulisan Plato.
Mengingat besarnya ukuran, pengaruh, dan kekuatan peradaban Atlantis, sungguh mengejutkan bahwa tidak ada teks atau catatan kuno lainnya, baik Yunani atau dari peradaban tetangga, yang menyebutkan kekaisaran dominan tersebut.
Tidak adanya bukti yang menguatkan ini menyebabkan banyak orang mempertanyakan kebenaran pernyataan Plato. Hal skeptis lainnya adalah garis waktu yang dikemukakan oleh Plato. Menurut tulisannya, Atlantis sudah ada sekitar 9.000 tahun sebelum zamannya, menempatkan peradaban tersebut sekitar 11.000 tahun yang lalu dari saat ini.
Garis waktu ini mendahului banyak peradaban kuno yang diketahui dan menantang pemahaman kita saat ini mengenai perkembangan manusia dan kemajuan masyarakat pada era tersebut.
Selain itu, beberapa pakar berpendapat bahwa sifat rinci dan spesifik dari catatan Plato, khususnya mengenai pengukuran, geografi, dan struktur masyarakat, lebih menunjukkan narasi fiksi daripada penceritaan sejarah.
Mereka berpendapat bahwa Plato mungkin menggunakan kisah Atlantis sebagai sarana untuk menyampaikan gagasan filosofis tentang pemerintahan, moralitas, dan bahaya keangkuhan, daripada mendokumentasikan peristiwa sejarah yang sebenarnya.
Terakhir, banyaknya lokasi yang diusulkan untuk Atlantis, mulai dari Mediterania hingga Karibia dan bahkan Antarktika, semakin memicu skeptisisme. Apalagi, keberagaman teori-teori tersebut sering kali didasarkan pada bukti lemah.