Nationalgeographic.co.id—Provinsi DKI Jakarta dengan jumlah penduduk terpadat di Indonesia, dilewati oleh 13 sungai besar, beberapa sungai kecil dan 40 situ yang tersebar di lima wilayahnya. Selain sebagai sumber kehidupan, keberadaan sungai dan situ tersebut turut membawa permasalahan seperti banjir, kekeringan, dan penurunan kualitas air.
Hal tersebut disampaikan Iwan Ridwansyah, peneliti ahli muda dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air (PRLSDA), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada webinar internasional bertopik “Sustainable Management of Water Resources and Nutrient Cycle in Asian Megacity Catchment”. Webinar ini merupakan kolaborasi kegiatan PRLSDA BRIN dengan Graduate School of Advanced Science and Engineering Universitas Hiroshima, Jepang, pada 18 Desember 2023.
Iwan menjelaskan, riset yang dilakukan bersama timnya bertujuan untuk memperkirakan pemuatan nitrogen dan sedimen ke Teluk Jakarta secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama. Pemodelan hidrologi SWAT digunakan untuk menghitung besarnya muatan unsur hara akibat perubahan penggunaan lahan.
Riset ini dilakukan pada luas area 6.784,4 kilometer persegi. Luas tersebut meliputi area dataran tinggi di puncak Bogor, area hutan, area pertanian, dan dataran rendah, antara lain di perkotaan seperti Jakarta, Tangerang, dan Bekasi.
Menurut Iwan, kepadatan penduduk tertinggi ada di DKI Jakarta dan diikuti oleh wilayah Jabodetabek lainnya yakni Depok, Bekasi, Bogor, Tangerang. Kepadatan penduduk ini menimbulkan permasalahan, antara lain seperti terjadinya perubahan penggunaan lahan, penyempitan dan memperlambat aliran sungai, penurunan permukaan tanah, buruknya sistem drainase, dan kualitas air yang menurun.
Iwan juga mengatakan, air laut di Teluk Jakarta mengandung 52.156 ton silikat, 6.741 ton fosfat, dan 21.260 ton nitrogen.
Menurut hasil penelitian tersebut, kepadatan penduduk di Pulau Jawa meningkat secara pesat. Mulai dengan rata-rata kepadatan 35 orang per kilometer persegi, lalu naik rata-ratanya menjadi 330 orang per kilometer persegi pada tahun 1930.
Angka rata-rata kepadatan penduduk Pulau Jawa terus meningkat menjadi 1.000 orang per kilometer persegi pada tahun 2000. Lalu pada tahun 2023 naik lagi mencapai 14.464 orang per kilometer persegi.
Berdasarkan hasil risetnya, Iwan menyebut berbagai temuan. Pertama, analisis perubahan penggunaan lahan menunjukkan bahwa lahan sawah merupakan penggunaan lahan yang dominan.
Namun, dari tahun 1990 hingga tahun 2020 luas sawah mengalami penurunan karena adanya tekanan untuk kebutuhan lahan permukiman. Bahkan dari proyeksi penggunaan lahan pada tahun 2030, lahan sawah juga mengalami penurunan menjadi 33,2%, akibat penambahan permukiman.
Kedua, dengan melakukan simulasi menggunakan SWAT yang terkalibrasi, perubahan penggunaan lahan juga mengakibatkan peningkatan limpasan permukaan dan penurunan penyerapan air. Hal itu tercermin dari penurunan nilai aliran dasar dan mengakibatkan peningkatan nitrogen total mengalir ke Teluk Jakarta.
Senada dengan Iwan, A'an Johan Wahyudi, peneliti ahli utama Pusat Riset Oseanografi (PRO) BRIN memaparkan hasil risetnya di Teluk Jakarta. Riset tersebut bertajuk “Multi-annual change of nutrient and dissolved oxygen of the Jakarta Bay and surrounding waters”.
Dalam risetnya, A'an menemukan perubahan properti biogeokimiawi pada perairan Teluk Jakarta dan sekitarnya. Riset tersebut dikaji dengan memanfaatkan data in-situ eksisting, yakni pemantauan multi-tahun oleh DLH DKI Jakarta (2011-2021), dipilih data dari tahun 2017 hingga 2019.
Selain itu dia juga menggunakan data produk satelit Global Ocean Biogeochemistry Hindcast. Dalam riset ini, makronutrien nitrat dan fosfat serta oksigen terlarut dipilih sebagai variabel yang dikaji untuk menemukan perubahan antarwaktu dua puluh tahun terakhir.
Menurut A’an, Teluk Jakarta yang mendapat tekanan antropogenik dari wilayah daratan di sekitarnya diketahui telah mendapatkan masukan material organik dan nutrien yang cukup besar. “Hal ini menyebabkan dinamika biogeokimiawi yang cukup kompleks yang disebabkan juga oleh pengaruh iklim monsun. Perubahan musim monsun, mempengaruhi tinggi rendahnya nutrien dan oksigen terlarut di Teluk Jakarta,” ungkapnya.
Periset lainnya yang memberikan paparan adalah Anna Fadliah Rusydi, peneliti ahli muda PRLSDA BRIN. Dia memaparkan materi berjudul “Challenges to Groundwater Quality in Coastal Indonesia”.
Sementara itu Hendro Wibowo, peneliti ahli madya PRLSDA BRIN, memaparkan materi berjudul “Citarum River Research Program: Towards improvement of water quality and implementation of DSS for watershed management”.