Mengapa Orang di Kekaisaran Tiongkok Mengukir Pesan di Atas Batu?

By Sysilia Tanhati, Rabu, 3 Januari 2024 | 07:00 WIB
Alih-alih kertas, mengapa orang di Kekaisaran Tiongkok justru mengukir batu untuk menuliskan pesan? (Public Domain)

Li Bai sangat kagum sehingga dia yakin tidak ada cara lain yang bisa dia lakukan untuk mengalahkan upaya Cui.

Jadi dia hanya meninggalkan pesan sederhana: “Ada pemandangan di depan mataku yang tidak bisa aku gambarkan karena puisi Cui Hao sudah ada di sana.”

Namun, kelemahan menulis puisi di dinding atau mengukirnya di batu adalah puisi itu tidak bisa dihapus. Menurut Selected Works of Poetry, perdana menteri Wang Anshi memendam penyesalan mendalam atas puisi yang ia tulis di dinding.

Ia melakukannya ketika masih muda. Wang menulis puisi di dinding Paviliun Cijun di Jinling, namun kemudian menilai puisi tersebut merupakan karya yang buruk.

Di tahun-tahun terakhirnya, Wang mengunjungi paviliun bersama temannya lagi. Ia menemukan puisi itu dan berkata: “Ketika saya masih muda, saya menulis puisi ini. Sekali tersebar tidak bisa diubah. Ini harus menjadi peringatan bagi generasi muda yang ingin menulis puisi di dinding.”

Namun nasib Wang tidak seburuk nasib yang menimpa Song Jiang dalam novel Dinasti Ming Outlaws of the Marsh. Song diasingkan dan wajahnya ditato sebagai hukuman setelah secara tidak sengaja membunuh seseorang.

Suatu hari, dia dalam keadaan mabuk menulis puisi di dinding sebuah kedai minuman untuk melampiaskan kesedihannya. Dia segera dilaporkan ke pihak berwenang karena puisinya diyakini mengungkapkan keinginannya untuk memberontak. Song segera ditangkap.

Sebaiknya berpikir dua kali sebelum menulis dengan berani di tempat umum.