Kisah Makhluk-Makhluk Mitologi Jepang yang Lahir dari Bencana

By Sysilia Tanhati, Jumat, 5 Januari 2024 | 07:00 WIB
Cerita rakyat Jepang bukan sekadar fiksi, ini adalah bagian dari sejarah kehidupan masyarakatnya. Karena itu, sebagian makhluk mitologi muncul atau tercipta dari bencana. (Kanegen/Wikimedia Commons)

“Di wilayah Tohoku, pembunuhan bayi terkadang digunakan sebagai bentuk pengendalian kelahiran karena terjadinya kelaparan yang berulang. Jenazah anak-anak yang tidak diinginkan sering kali dibuang ke sungai atau danau,” kata Profesor Ishikura. “Banyak orang di Tono percaya bahwa sejarah tragis adalah salah satu asal mula kisah kappa.”

Faktanya, kappa Tono secara spesifik dikatakan berwarna merah, bukan hijau. Hal ini mungkin mengacu pada kata dalam bahasa Jepang untuk bayi, akachan. Akachan berasal dari kata aka yang berarti merah.

Namahage: dewa berwajah seram yang dihormati dalam mitologi Jepang

Cerita rakyat Jepang bukan sekadar fiksi, ini adalah bagian dari sejarah kehidupan masyarakatnya. Salah satunya dapat dilihat pada tradisi namahage di Semenanjung Oga di prefektur Akita. Di sana para pria mengenakan kostum mirip raksasa dan menyalakan api kepercayaan pada kami kuno agar tradisi mereka dapat diteruskan.

Namahage adalah kami waktu, raiho-shin, iblis berwajah merah. Sang iblis dengan berisik turun ke desa-desa untuk menakut-nakuti anak-anak serta menegur orang-orang malas. Ia juga memastikan panen yang baik atau tahun baru.

Namahage adalah kami waktu, raiho-shin, iblis berwajah merah. Sang iblis dengan berisik turun ke desa-desa untuk menakut-nakuti anak-anak serta menegur orang-orang malas. Ia juga memastikan panen yang baik atau tahun baru. (Public Domain)

Nama namahage diperkirakan berasal dari namomi, lepuh panas yang terbentuk karena terlalu lama duduk malas di depan perapian.

Ishikura mengatakan ritual namahage juga memungkinkan pelepasan ketegangan selama pertengahan musim.

Meski berpenampilan seperti oni, namahage tetap mempertahankan statusnya sebagai kami, bukan yokai. “Mereka dihormati sebagai kami oleh anak-anak yang mereka takuti. Dan oleh keluarga yang memberi mereka sake, kue beras, dan makanan lainnya. Namahage tetaplah kami karena mereka masih dihormati.”

Zashiki-warashi: anak roh dalam mitologi Jepang

Yokai Tohoku lainnya yang dipopulerkan oleh Tono Monogatari adalah zashiki-warashi. Ia adalah roh yang menghantui ruang tatami rumah tangga. Roh ini membawa keberuntungan kepada keluarga yang dikunjungi dan membawa keberuntungan itu ketika mereka pergi. “Kepergian zashiki-warashi menyebabkan keluarga mengalami masa-masa sulit,” tambah Henderstein.

Zashiki-warashi. Ia adalah roh yang menghantui ruang tatami rumah tangga. Roh ini membawa keberuntungan kepada keluarga yang dikunjungi dan membawa keberuntungan itu ketika mereka pergi. (Ueda Akinari)

Kisah zashiki-warashi menceritakan nasib rumah tangga Tono yang selalu berubah. Para keluarga mengalami musim dingin yang panjang, kelaparan, kekurangan gizi, dan bencana alam. Menurut Ishikura, semua bencana itu menyebabkan budaya menerima yoshi, anak yatim piatu atau anak telantar.

Zashiki-warashi sering terlihat bermain di ruangan terbuka, kata Ishikura. Da siapa pun yang menyaksikannya tidak boleh ikut campur.

Sasaki mendalilkan bahwa zashiki-warashi adalah roh anak-anak yang dibunuh dan dikuburkan di dalam rumah. Sekali lagi, hal ini meningkatkan momok pembunuhan bayi yang tersebar luas di wilayah Tohoku di masa lalu.