Ketakutan akan Mayat Hidup saat Wabah dalam Sejarah Abad Pertengahan

By Sysilia Tanhati, Kamis, 4 Januari 2024 | 14:52 WIB
Dalam sejarah Abad Pertengahan, wabah penyakit memunculkan ketakutan akan mayat hidup. (Antoine Wiertz /Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Sejak ribuan tahun, wabah penyakit memakan banyak korban jiwa. Selain itu, wabah juga memunculkan banyak ketakutan, mulai dari yang wajar hingga yang aneh. Contohnya, munculnya ketakutan akan mayat hidup di tengah wabah yang terjadi di Swiss dalam sejarah Abad Pertengahan.

Pada tahun 2014, antropolog Swiss, Amelie Alterauge, menyelidiki penguburan aneh di permakaman berusia berabad-abad. Makam-makam tersebut sedang digali sebelum proyek konstruksi. Dari sekitar 340 makam di permakaman tersebut, ada hal yang cukup aneh. Pria paruh baya dikebumikan dengan wajah menghadap ke bawah di sudut halaman gereja yang terabaikan.

“Saya belum pernah melihat pemakaman seperti ini sebelumnya,” kata Alterauge.

Penggali menemukan pisau besi dan dompet penuh koin di lekukan lengannya, diposisikan seolah-olah disembunyikan di balik pakaiannya. Koin-koin tersebut membantu para arkeolog menentukan tanggal jenazah tersebut antara tahun 1630 dan 1650. Pada periode tersebut, serangkaian wabah melanda wilayah Swiss.

“Sepertinya keluarga atau pengurus jenazah tidak mau menggeledah jenazahnya,” kata Alterauge. “Mungkin kondisinya sudah membusuk parah ketika dikuburkan. Atau mungkin dia mengidap penyakit menular dan tidak ada yang mau mendekat.”

Penemuan ini memicu Alterauge untuk mencari lebih banyak contoh penguburan telungkup di Swiss, Jerman, dan Austria. Meskipun sangat jarang, penguburan seperti itu telah didokumentasikan di tempat lain—khususnya di wilayah Slavia di Eropa Timur.

Konon, praktik ini diyakini dapat menggagalkan vampir dan mayat hidup dengan mencegah mereka melarikan diri dari kuburnya. Cara ini mirip dengan praktik lain, seperti mutilasi atau membebani tubuh dengan batu.

Kini, dalam sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal PLOS One, tim peneliti Alterauge mengungkapkan analisis mereka. Mereka melakukan penelitian pada hampir 100 makam yang berusia 900 tahun yang telah didokumentasikan oleh para arkeolog di Eropa. Data tersebut menunjukkan adanya perubahan besar dalam praktik penguburan. Oleh para peneliti, perubahan ini dikaitkan dengan kematian akibat wabah. Juga dengan adanya kepercayaan di antara para penyintas bahwa para korban mungkin akan kembali menghantui orang yang masih hidup.

Selama Abad Pertengahan di Eropa, jenazah yang dimakamkan menghadap ke bawah sering kali ditempatkan di tengah makam gereja. Jenazah itu bahkan dimakamkan di dalam bangunan suci. Beberapa dari mereka dimakamkan dengan perhiasan, pakaian bagus, dan peralatan menulis. Hal ini menunjukkan bahwa para bangsawan dan pendeta tingkat tinggi mungkin memilih untuk dimakamkan seperti itu. “Sebagai bentuk kerendahan hati di hadapan Tuhan,” tulis Andrew Curry di laman National Geographic.

Salah satu contoh sejarah adalah Pepin si Pendek, ayah Charlemagne. Konon ia meminta agar dimakamkan menghadap ke bawah di depan katedral pada tahun 768. Hal ini menjadi simbol penebusan dosa ayahnya.

Wabah membunuh banyak orang lebih cepat dibandingkan kemampuan masyarakat untuk mengatasinya. Saat itu, pemandangan dan suara mayat yang membusuk sudah menjadi hal yang umum dan meresahkan. (Sandra Lösch/Research Gate)

Namun, para arkeolog mulai melihat peningkatan penguburan telungkup di Eropa pada awal tahun 1300-an. Termasuk beberapa di pinggiran permakaman Kristen yang disucikan. Pergeseran ini bertepatan dengan wabah penyakit yang melanda Eropa mulai tahun 1347. Wabah tersebut menewaskan jutaan orang di seluruh benua.