Yang juga ditakuti pada saat itu adalah wiederganger, atau “mereka yang bisa berjalan kembali”. Sosok ini adalah mayat yang mampu muncul dari kubur untuk mengintai komunitas mereka.
“Ketika melakukan kesalahan atau tidak dapat menyelesaikan urusan karena kematian mendadak, Anda mungkin menjadi wiederganger,” jelas Alterauge.
Studi baru ini mengungkapkan peningkatan jumlah jenazah yang dibaringkan menghadap ke bawah di tepi kuburan Kristen antara abad ke-14 dan ke-17. Para peneliti berpendapat bahwa praktik ini adalah cara yang disukai untuk mencegah mayat melakukan kejahatan.
Arkeolog lain mengatakan mungkin ada penjelasan lain. Di dunia yang dilanda pandemi mematikan, menguburkan korban pertama dengan posisi menghadap ke bawah mungkin merupakan sebuah simbol. Praktik ini merupakan upaya putus asa untuk mencegah bencana lebih lanjut.
“Jika seseorang benar-benar sakit, itu pasti seperti hukuman dari Tuhan,” kata Petar Parvanov, arkeolog di Central European University. “Penguburan tengkurap adalah cara untuk menunjukkan sesuatu kepada orang-orang di permakaman. Mungkin sudah ada terlalu banyak dosa di masyarakat, jadi mereka ingin menunjukkan penebusan dosa.”
Karena catatan penggalian lokal sering kali tidak dipublikasikan, Alterauge berharap lebih banyak bukti akan muncul di tahun-tahun mendatang. Kelak, para arkeolog akan memeriksa kembali bukti-bukti lama atau melihat permakaman Abad Pertengahan yang tidak biasa dengan perspektif baru. “Saya yakin ada lebih banyak contoh di luar sana,” katanya.