Nationalgeographic.co.id - Peta dunia menggambarkan bagian luar bumi pada permukaan datar. Peta dunia biasanya menunjukkan ciri-ciri politik, seperti perbatasan negara, dan ciri-ciri fisik. Peta dunia juga dapat digunakan untuk menyajikan data suhu rata-rata, jenis tanah, distribusi curah hujan, dan banyak lagi.
Peta “dunia” pertama yang diketahui adalah tablet tanah liat dari Mesopotamia. Peta kuno itu bertanggal sekitar abad ke-6 SM dan dikenal sebagai Peta Dunia Babilonia. Selain itu, ada beberapa peta terpenting dalam sejarah awal kartografi yang sama-sama menakjubkan.
Peta Dunia Babilonia
Peta dunia paling awal yang diketahui dalam sejarah tergores pada tablet tanah liat di kota kuno Babilonia. Peta berbentuk bintang hanya berukuran 13x8 cm dan menunjukkan dunia sebagai piringan datar yang dikelilingi oleh lautan atau “sungai pahit”. Babilonia dan Sungai Efrat digambarkan di tengah sebagai sepasang persegi panjang. “Sedangkan kota tetangga Asiria dan Susa digambarkan sebagai gumpalan kecil melingkar,” tulis Evan Andrews di laman History.
Di luar cakram terdapat kumpulan irisan segitiga, yang menggambarkan pulau-pulau jauh dengan label misterius. Seperti “di luar jangkauan burung” dan “tempat di mana matahari tidak dapat dilihat.”
Teks paku yang menyertainya menggambarkan negeri-negeri tak dikenal ini dihuni oleh binatang-binatang mitologis. Semua ini menunjukkan bahwa peta tersebut menunjukkan ciri-ciri geografis nyata dan unsur-unsur kosmologi Babilonia.
Geography karya Ptolemaeus
Banyak elemen ilmu kartografi yang dapat ditelusuri asal usulnya hingga karya sarjana Yunani Claudius Ptolemaeus. Sekitar tahun 150 M, ia menghasilkan Geography. Karya ini berupa sebuah buku teks delapan volume yang mencakup beberapa peta pertama yang menggunakan prinsip-prinsip matematika.
Karya Ptolemaeus memiliki beberapa kesalahan penting. Samudra Hindia, misalnya, digambarkan sebagai lautan. Meski demikian, karyanya tetap luar biasa karena detail dan luasnya cakupan. Ia memiliki lebih dari 8.000 nama tempat yang berbeda serta referensi ke daerah-daerah terpencil seperti Islandia dan Korea. “Semuanya diplot berdasarkan titik geometris lintang dan bujur,” tambah Andrews.
Sayangnya, tidak ada peta yang dibuat oleh Ptolemaeus yang bertahan hingga saat ini. Atlasnya tampaknya telah hilang selama lebih dari seribu tahun. Baru pada abad ke-13 para sarjana Bizantium mulai membuat proyeksi menggunakan koordinatnya.