Mitologi Burung Roc dari Cerita Perjalanan Ibnu Batutah dan Marco Polo

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 9 Januari 2024 | 07:00 WIB
Lukisan tahun 1690 tentang pesta perburuan satwa liar yang dilakukan oleh burung roc. Mitologi tentang burung roc disebutkan dalam perjalanan Ibnu Batutah dan Marco Polo sebagai makhluk besar yang menyeramkan. ( Franz Rösel von Rosenhof)

Nationalgeographic.co.id—Perjalanan panjang Ibnu Batutah, ulama Islam dari Maroko, ke negeri-negeri nun jauh dalam sejarah abad pertengahan seperti tidak bisa dibayangkan oleh banyak orang. Ceritanya terabadikan dalam buku Rihla-nya yang ditulis seusai ia kembali ke Maroko.

Perjalanan panjang itu dimulai saat usia Batutah mencapai 20 tahun, tepatnya pada 13 Juni 1325 dengan niat awalnya untuk beribadah haji di Makkah.

Namun jiwa petualangnya membuatnya berkelana jauh hingga ke Kekaisaran Gerombolan Emas Mongol, India, Mali, India, Aceh, dan Kekaisaran Tiongkok. Buku Rihla mungkin merekam semua apa yang dijumpai Batutah dalam perjalanannya. 

Salah satu pengalaman Batutah yang paling aneh dalam perjalanannya adalah perjumpaan dengan rukhkhRukhkh atau roc adalah burung raksasa yang sebenarnya makhluk mitologi. Beberapa kebudayaan, terkadang menganggap burung roc sama dengan foniks yang sama-sama mitos.

Kesaksian Ibnu Batutah akan burung roc terjadi ketika dia dalam perjalanan pulang dari Tiongkok pada 1340-an. Perjalanan itu dia lakukan menuju India melewati Samudra Hindia. Namun, kapal yang ditumpanginya menghadapi badai berupa angin kencang dan hujan lebat di tengah laut.

Disebutkan, badai itu menerpa Ibnu Batutah, para awak, dan penumpang lainnya selama 10 hari tanpa terlihatnya matahari. Kondisi ini, di mana dalam sejarah abad pertengahan navigasi mengandalkan tanda-tanda astronomis, membuat kapal keluar dari jalur pelayaran.

Kapal mereka keluar jauh dari jalur semestinya, sehingga memasuki kawasan laut yang tak dikenal selama satu setengah bulan, menurut buku Rihla. Ibnu Batutah mengatakan bahwa di laut itu dirinya melihat "sebuah gunung...di laut sekitar dua puluh mil jauhnya."

Hanya saja, gambaran gunung itu tidak dijelaskan dengan rinci. Meski demikian, dia menceritakan penampakan yang dijumpainya sangat menakutkan bagi semua orang yang ada di dalam kapal.

"Angin menjadi lebih tenang, tetapi saat matahari terbit kami melihat gunung itu terangkat ke udara dan ada cahaya antara gunung itu dan laut. Kami takjub akan hal ini dan saya melihat para pelaut menangis dan mengucapkan selamat tinggal satu sama lain," terang Ibnu Batutah dalam catatan perjalanannya.

"Saya [Ibnu Battuta] berkata, ‘Ada apa?’ Mereka berkata, ‘Yang kami kira sebagai gunung adalah rukhkh (roc). Jika ia melihat kita, kita akan binasa.’ Saat itu kami berada kurang dari sepuluh mil darinya. Kemudian Tuhan Yang Maha Tinggi memberi kita berkah berupa angin baik yang langsung menjauhkan kita darinya. Kami tidak melihatnya atau mengetahui bentuk aslinya.”

Burung besar di Samudra Hindia

Burung roc diyakini berasal dari mitologi dunia Timur dari beberapa budaya seperti Persia dan Tiongkok. Disebutkan bahwa burung tersebut sangat besar yang sering memakan gajah kecil , menyukai daging manusia dan sayapnya dapat membuat angin berhembus.

Gambaran ini cukup menyeramkan. Tidak heran bila Ibnu Batuta dan para pelaut yang ada di kapal yang sama sangat ketakutan, terlebih mereka berada di laut yang tak diketahui setelah badai besar menerpa.

Sejarawan Inggris di bidang kesenian Rudolf Wittkower dalam makalah Eagle and Serpent. A Study in the Migration of Symbols tahun 1939, memiliki petunjuk tentang mitologi burung roc. Dia meyakini, mitologi burung besar di Samudra Hindia yang dituturkan oleh orang Persia sebagai rukhkh berakar dari mitologi India tentang garuda--burung surya.

Cerita burung roc tampaknya tidak hanya dari kesaksian Ibnu Batutah saja. Penjelajah Yahudi dalam sejarah abad pertengahan Rabi Benjamin dari Tudela memiliki kisah serupa. Diceritakan olehnya tentang kapal karam yang membuat para pelaut melarikan diri ke pulau terpencil dan berupaya tidak ditangkap oleh burung roc.

Cerita tentang burung roc dari deskripsi Marco Polo mengilhami penampakan dalam lukisan Johannes Stradanus yang menggambarkan tentang perjalanan Ferdinand Magellan. Lihat atas kiri, terdapat burung besar yang membawa gajah di tengah laut. Cerita perjalanan Magellan ini dituturkan oleh Antonio Pigafetta yang terinspirasi dari Marco Polo. (Johannes Stradanus)

Marco Polo, pejalan sejarah abad pertengahan lainnya yang sangat terkenal, juga memiliki cerita yang mirip. Polo menyebutnya sebagai bruung "yang mempunyai duri di sayapnya yang panjangnya 12 langkah".

Burung besar itu mengunjungi Madagaskar. Khan Agung (Kubilai Khan) pernah mengirim utusan ke sana untuk mengambil burungnya. Polo sendiri mendeskripsikan secara gamblang bahwa burung tersebut berbeda dengan burung griffin, yang kerap disebut dalam mitologi Eropa.

"...begitu besar dan kuatnya, sehingga ia dengan cakarnya mengambil seekor gajah dan membawanya ke udara, lalu membunuhnya, dan ketika gajah itu mati, ia menjatuhkannya dan melompat ke atasnya lalu memakan sepuas-puasnya," terang Polo.

Deskripsi tentang Polo mungkin bukan berasal dari penglihatannya sendiri tentang burung roc. Seperti yang diragukan banyak sejarawan, deskripsi itu mungkin didengarnya dari orang lain yang dijumpainya.

Cerita tentang burung raksasa, dan pulau misterius atau gunung asing, dalam deskripsi Ibnu Batutah, Benjamin dari Tudela, dan Marco Polo cukup identik. Ada banyak kisah tentang itu dalam dongeng berbagai kebudayaan di Asia Selatan dan Persia.

Dongeng 1001 Malam pun memiliki cerita yang sama. Misalnya, dalam dongeng Sinbad dalam perjalanan keduanya. Dia menjumpai pulau misterius yang berbahaya.