Lontar Usada Bali, Kitab Kuno yang Memuat Sistem Pengobatan Kejiwaan

By Utomo Priyambodo, Sabtu, 6 Januari 2024 | 18:00 WIB
Ilustrasi Lontar Usada Bali, kitab kuno yang memuat sistem pengobatan berbagai penyakit, termasuk penyakit jiwa. (phdi.or.id)

Nationalgeographic.co.id—Hampir satu dari empat orang di dunia pernah mengalami gangguan jiwa. Sayangnya, empat dari lima orang dengan gangguan jiwa di negara berkembang seperti Indonesia tidak menerima pengobatan.

Kondisi ini sangat miris sebab mereka tidak mendapatkan pengobatan yang baik, hingga akhirnya tidak tertangani dengan baik. Fenomena penelitian ini diungkap oleh agus Surya Kusumadewa, dokter spesialis kedokteran jiwa di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali, dalam Forum Diskusi Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan (MLTL) Seri 14 yang diselenggarakan oleh Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan (PR MLTL) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada Desember lalu.

“Dari penelitian tersebut terungkap bahwa setiap 40 detik, seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Selain itu, menurut WHO pada tahun 2022 ada 300 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan jiwa seperti depresi, bipolar, dan demensia. Di mana di antaranya 23 juta orang menderita skizofrenia yaitu penyakit gangguan jiwa yang berat,” papar Bagus.

Menurut Bagus, dari sudut pandang medis terkait deteksi dini dan penanganan gangguan jiwa, masalah penyakit jiwa di Indonesia sangat besar. Dijelaskannya, Indonesia sudah meningkatkan kewaspadaan terhadap kesehatan jiwa.

Bagus memaparkan ada tiga faktor penyebab gangguan jiwa, yaitu faktor biologis, psikologis, dan sosial. Faktor biologis di sini adalah genetik, misalnya penyakit otak contohnya tumor otak atau infeksi ke otak, juga cedera kepala karena kecelakaan. Kondisi tersebut bisa menyebabkan orang menjadi terganggu jiwanya karena cedera kepala berat.

Contoh lainnya seperti halnya orang yang terlalu lama menderita penyakit seperti HIV AIDS, kanker, tekanan darah tinggi, gangguan ginjal, dan gangguan jantung. Ada pula dari kalangan pengguna narkotika psikotropika dan zat adiktif lainnya.

Adapun yang dimaksud faktor psikologis meliputi dampak pola asuh atau trauma masa lalu seperti perundungan dan juga memang kepribadian dari pasien tersebut. Sedangkan faktor sosial yang menyebabkan gangguan jiwa adalah karena budaya.

Bagus menguraikan penanganan untuk ketiga faktor tersebut. Orang dengan gangguan jiwa, baginya, tidak hanya cukup diberi obat, tetapi mereka butuh hal lain secara biologi, seperti pengobatan dengan alat canggih.

Contohnya terapi elektrokonvulsif (ECT) atau disebut terapi kejut listrik. Ada juga transcranial magnetik stimulation (TMS), sebagai teknik pengobatan luar tubuh yang merangsang syaraf-syaraf dalam otak.

Pelu juga terapi psikologis yang diberikan berupa konseling, psikoterapi, dan terapi keluarga dengan menghadirkan kontribusi keluarga, sahabat, dan sebagainya. Untuk terapi sosial yang diberikan berupa dukungan grup serta terapi kerja.

"Terapi spiritual ini juga wajib dilakukan karena tidak bisa hanya dengan obat-obatan tetapi dukungan dari lingkungan juga diperlukan!” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra BRIN, Herry Jogaswara, menjelaskan bahwa diskusi masalah kesehatan jiwa kali ini perlu dikaitkan dengan sumber-sumber rupa dari manuskrip. Artinya, hal itu juga terkait catatan-catatan masa lampau literatur dan tradisi lisan.