Lontar Usada Bali, Kitab Kuno yang Memuat Sistem Pengobatan Kejiwaan

By Utomo Priyambodo, Sabtu, 6 Januari 2024 | 18:00 WIB
Ilustrasi Lontar Usada Bali, kitab kuno yang memuat sistem pengobatan berbagai penyakit, termasuk penyakit jiwa. (phdi.or.id)

Herry memberi contoh tentang pengalaman perjalanannya di daerah bencana dengan menemui orang–orang yang punya persoalan dengan kesehatan jiwa. Menurutnya, akibat bencana, mereka kehilangan seluruh yang mereka miliki baik harta maupun jiwa sehingga berdampak pada psikologis mereka.

"Hal ini perlu mendapat perhatian psikologis baik untuk korban-korban maupun para penyintasnya,” ujar Herry.

Peneliti BRIN I Wayan Nitayadya lebih rinci menyampaikan informasi dalam teks atau naskah tertulis yang tertuang dalam Lontar Usada Bali. Ia menjelaskan, Usada adalah pustaka yang memuat informasi pengetahuan tentang penanganan kesehatan. Salah satunya adalah pengobatan kejiwaan.

Lantas ia menjelaskan sistem pengobatan kejiwaan dalam naskah Lontar Usada Bali yang meliputi jenis penyakit kejiwaan, bahan obat yang digunakan, cara meramu obat, juga cara pengobatan dan tata ritualnya. "Dalam pengobatan penyakit kejiwaan Usaha Buduh, ada 20 jenis penyakit gangguan kejiwaan,” ungkap Wayan.

Beberapa di antaranya orang gila dengan ciri bernyanyi dan menyebut nama dewa, menangis siang malam sambil menyebut nama seseorang, suka pergi ke sana kemari, suka tertawa dan melucu, suka bermain tinja, suka berkata aneh, dan sebagainya. Dari jenis penyakit kejiwaan tersebut, dijelaskannya, ketika jiwa dan badan tidak seimbang, maka perlu pengkajian lebih lanjut untuk penanganan pengobatannya, tergantung ciri-ciri penyakit kejiwaannya dan masuk di kategori jenis penyakit mana.

Ketua Battra Supranatural Nusantara Pujo Jatmiko kemudian memaparkan penjelasannya yang bertajuk “Khazanah Pengobatan Penyakit Kejiwaan dengan Perspektif Tradisi Lisan dan Pengobatan Tradisional”. Sebagai praktisi supranatural, Pujo mengaitkan pengobatan gangguan jiwa dengan terapi spiritual. Terapi ini dengan menyentuh jiwa dari orang yang sakit tersebut, yang menurut Pujo biasanya dengan menghipnotis.

Menurut pandangan Pujo, meskipun orang tersebut sakit tetapi dia masih mempunyai jiwa. "Jiwa atau roh manusia yang ada di tubuh yang menyebabkan manusia hidup dan bernyawa. Jiwa juga diartikan sebagai seluruh kehidupan batin manusia yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan, dan sebagainya,” terangnya.

Pujo berpendapat, ketika orang sakit jiwa, sebenarnya dari awal bisa dicegah. Ia menjelaskan, kekuatan seseorang terletak dari hati bukan pikiran. Sementara, kekuatan dari pikiran hanya diperlukan komunikasi dua arah. Namun karena minimnya informasi pada masyarakat, maka gangguan jiwa tidak terelakkan.

Dari sisi supranatural, Pujo memberi contoh ilmu gendam. Ia mengungkapkan, sebenarnya ilmu tersebut sangat bagus hanya saja syaratnya tidak boleh untuk kesombongan dan dipamerkan, karena kekuatannya di hati yang didasari kekuatan dari Tuhan.

Ilmu tersebut, baginya, jika diterapkan untuk pengobatan pasien, dengan melaksanakan kegiatan apapun dengan perasaan senang dan hati yang kuat, maka hasilnya akan maksimal. “Solusinya untuk pengobatan penyakit jiwa yaitu melakukan pendekatan dari hati dengan tetap meminta kepada pencipta jiwa ini untuk membantu proses penyembuhan,” tuturnya.

Pujo lantas menekankan, bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. Hal itu dengan mendeteksi secara dini saat mulai adanya gejala penyakit kejiwaan dan bagaimana upaya pencegahan yang harus dilakukan. Di mana hal itu banyak sekali kesinambungannya.

"Jadi mengapa orang sakit jiwa, apakah karena gangguan ekonomi, atau yang lainnya? Di sini perlu komunikasi positif dan terbuka dari semua pihak dan pentingnya penyampaian informasi yang benar dan tepat tentang kejiwaan pada masyarakat. Lalu yang penting lagi yaitu berdoa, meditasi, dan pasrah,” tegas Pujo menutup pemaparannya.